Mohon tunggu...
Mario b o j a n o Sogen
Mario b o j a n o Sogen Mohon Tunggu... Penulis - Pengagum Senja | Penulis | Content Writer

Aku ingin menjadi seperti kunang-kunang. Dalam gelap aku terang. Dalam gelap aku bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Salam Terakhir: 6. Aku, Kamu dan Hujan

28 Januari 2022   06:44 Diperbarui: 28 Januari 2022   06:59 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mike tiba dengan cepat di kost Mega. Tidak butuh waktu lama karena memang Mike sudah tahu dimana kost Mega berada.

Ia menghentikan sepeda motornya, memarkirnya dengan aman lalu melangkah masuk. Tapi ada yang aneh. Tidak ada tanda-tanda ada orang di dalam kost.

Sejenak ia perhatikan rak sepatu yang diletakkan di luar. Tak ada satu pun sepatu atau sendal disana. Mike mencoba mengetuk. Tak ada jawaban.

Tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh guntur yang diikuti kilat. Ada beberapa gadis keluar dari kamar kost masing-masing berlari menuju jemuran untuk mengangkat jemuran. Tak satupun dari mereka yang menyapa Mike seolah-olah tak menyadari ada orang yang berdiri disitu.

Mike masih mematung. Pikirannya menerawang jauh.

"Dimana Mega? Ini masih siang, dan hari ini masih libur. Pergi kemana dia?" Mike bergumam bertanya-tanya dalam hati.

"Mega tidak ada mas. Dia sudah pergi," terdengar seseorang berkata pada Mike sambil memeluk beberapa potong pakaian. Gadis itu berlalu begitu saja tanpa berhenti dan mengobrol dengan Mike.

"Pergi?" Tanya Mike kebingungan. Dahinya mengernyit.

"Ya, Mega pergi mas. Maksudnya pulang ke kampungnya," kata perempuan itu melanjutkan sambil berlalu pergi dan masuk ke kamarnya.

Di luar hujan sudah dengan deras mengguyur. Mike masih kebingungan di depan pintu kost Mega. Rasa tak percaya menguasai pikirannya.

"Bagaimana mungkin dia pergi tanpa mengabariku?" Mike bertanya dalam hati.

Mike mencoba menghampiri kamar sebelah Mega dan mengetok pintu kamarnya. Dengan segera gadis yang tadi berbicara padanya keluar dari kamarnya. Dengan cepat Mike menunduk malu, tidak berani memandanginya karena ia hanya memakai celana short berwarna hitam.

Menyadari situasi itu, gadis itu pun terlihat malu. Ia kembali masuk dan hanya mengeluarkan sedikit kepalanya - melongo.

"Ada apa mas?" Tanya gadis itu.

"Bo... Boleh tau Mega pergi kemana?" Mike bertanya gugup. Ia masih belum percaya sehingga mencoba bertanya kembali.

"Katanya dia pulang ke kampung. Ayahnya sakit jadi dia harus pulang," jawab gadis itu menerangkan.

Mike diam berpikir keras. Mega akan kembali atau tidak sama sekali ?

"Oh, baiklah. Terima kasih," kata Mike pada gadis itu. Ia menganggukan kepalanya tanda berterima kasih dan gadis itu dengan cepat menutup pintunya.

Mike beranjak dari kamar gadis itu. Langkahnya lemah. Dadanya berdegup kencang.

"Aku harus bagaimana? Handphonenya sekarang ada di tanganku. Bagaimana aku akan menghubunginya ?" Mike bertanya dalam hati.

Mike berjalan ke tempat parkir motornya tetapi ia tak bisa langsung pergi. Hujan masih lebat. Beruntung bahwa hari ini ia giliran shift malam. Jika tidak, ia akan terlambat atau ia akan menerjang badai kilat siang ini dan memaksakan diri untuk pulang.

Mike masih kebingungan. Lalu ia mengeluarkan handphone Mega dari kantong celananya. Dengan segera Mike memencet tombolnya tetapi tidak nyala. Handphonenya mati. Sial.

Mike tertunduk lesu. Kedua tangannya ia letakkan diatas joke sepeda motornya. Mike menunduk, tangannya meremas kepalanya sendiri. Pikirannya kembali kacau.

"Apakah Mega marah padaku?" Mike mulai berpikir menebak.

"Aku harus pulang. Aku tidak bisa diam disini menunggu sampai hujannya berhenti. Aku harus memastikan Mega sudah sampai di rumahnya atau belum.

Mike lupa menanyakan pada temannya apakah Mega baru saja berangkat atau sudah dari semalam. Kakinya sudah malas melangkah.

Mike berpikir sejenak. Lalu memutuskan untuk tetap pulang meskipun dalam keadaan hujan.

Sejenak terlintas dalam benaknya dua bulan lalu ketika ia dan Mega terjebak hujan sepulang dari kampus. Mereka berhenti sejenak mencari tempat untuk berteduh. Mereka berteduh di sebuah halte bus di pinggir jalan dekat taman tempat biasa mereka biasa menghabiskan waktu berdua.

Mega berdiri berdempetan dengan Mike karena bukan hanya mereka tetapi ada orang lain yang juga ikut berteduh.

Sesekali Mike mendapati Mega yang diam-diam memandanginya dengan lekat. Mega tersenyum malu ketiak Mike memergokinya.

"Kamu kedinginan, Mega?" Tanya Mike seketika. Mega mengeratkan pelukan pada kedua bahunya. Mega tak bisa mengelak. Ia tak bisa berbohong. Ia memang sedang kedinginan.

Mike mengembalikan posisi tasnya ke belakang. Lalu dengan cepat, tangan kirinya meraih bahu Mega, memeluk gadis itu dengan erat. Mega melotot melihat tangan Mike, lalu kembali mengangkat wajahnya memandang ke arah Mike.

Tatapannya penuh arti - seolah-olah ia ingin mengatakan terima kasih -  namun ia hanya diam menatap Mike. Mike menebarkan senyumnya ketika mereka beradu pandang.

"Semoga bisa membantu mengurangi rasa dinginnya," kata Mike membisik.

Kamu membuatku benar-benar jatuh cinta padamu, Mike.

Mega hanya tersenyum malu. Wajahnya memerah. Jantungnya berdegup kencang. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, hari ini ada seorang lelaki memeluknya, dan ia tak ragu-ragu lagi dengan apa yang ia rasakan. Ia benar-benar telah jatuh cinta.

"Terima kasih, Mike," jawab Mega pelan, lalu menyenderkan kepalanya pada bahu Mike. Kini giliran Mike yang gugup, gemetaran.

Tak hanya Mega, ini juga kali pertamanya memeluk dan membiarkan seorang gadis menyenderkan kepala pada bahunya. Bahkan Laura pun belum pernah melakukannya.

Mike memejamkan matanya, berusaha menahan hasrat dalam dirinya. Aku tak boleh jatuh cinta pada Mega, gumamnya.

"Hujannya lama ya," kata Mega sambil mendongakkan kepalanya sejenak melirik ke arah Mike dan mendapati Mike yang sedang memejamkan matanya.

Mega tersenyum menatap Mike. Tentu saja Mike tak menyadarinya.

"Ahh, hujan memang tak selalu meninggalkan genangan tetapi juga menghadirkan kenangan," Mike menggerutu kecil sambil menyalakan sepeda motornya. Kenangan waktu hujan kala itu kembali dalam ingatannya.

Apapun yang terjadi ia harus pulang saat ini juga - mengecas handphone Mega -  mencari kontak keluarganya di kampung dan menghubungi mereka mencari tahu apakah Mega sudah tiba disana atau belum.

Waktu kira-kira jam 11.00 WIB. Mike melaju bersama sepeda motornya melawan dingin yang hebat. Ia tak peduli ia akan sakit setelahnya. Yang ia pedulikan saat ini hanyalah memastikan Mega sudah tiba disana ataukah masih dalam perjalanan.

Mike memberanikan diri menerjang siang yang sedang hujan hanya demi seorang Mega. Rasa bersalah dan mengira bahwa kepergian Mega ini mungkin karena salahnya yang mengabaikannya menghantui pikiran Mike.

Mike benar-benar menerjang hujan dan badai di siang itu meskipun jarak pandang hanya sekitar sepuluh meter lebih. Yang ia pikirkan hanyalah ingin memastikan apakah Mega benar-benar pulang kampung atau ini hanya akal-akalan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun