Mohon tunggu...
Musabbih Najil Hakim
Musabbih Najil Hakim Mohon Tunggu... Lainnya - sehat

maju terus pantang mundur

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sepasang Alas Kaki

6 Februari 2021   23:07 Diperbarui: 7 Februari 2021   05:34 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

   Mungkin dunia ini terasa tidak adil bagi sebagian orang, namun semesta yakin bahwa tidak semua orang menggap hal itu benar masih banyak manusia-manusia diluar sana yang terus mencoba dan berusaha agar menjadi manusia yang tergolong sebagai manusia-manusia kuat. Manusia kuat dalam konteks ini bukanlah seorang superhero ataupun pahlawan yang sering muncul dalam dongeng ataupun cerita fiksi. Namun manusia kuat itu adalah manusia yang dapat terus berusaha menggapai mimpinya walau kehidupan ini sangat sulit dan banyak sekali terpaan dan rintangannya.

Rembulan kembali menuju kegelapan menandakan akan adanya pergantian malam menjadi pagi. Seorang anak lelaki bernama Neri bangun dari mimpinya dan beranjak pergi dari ranjangnya menuju sumur tua untuk mengambil air dan membasuh wajahnya sembari menghisap udara pagi hari dipedasaan yang sangat sejuk. Sumur tua yang berlokasi diluar rumahnya terpisah dari beberapa petak tanah yang menjadi tempat tinggalnya membuat pemandangan pedesaan dipagi hari terlihat jelas bak melihat batu diair yang jernih.

“ Ri sedang apa kau disini?”

“ Tidak sedang apa-apa bu hanya mencuci muka agar kantuk tidak datang kembali sembari mendengarkan kicauan burung yang bernyanyi.”

“ Baiklah kalo begitu ayo segera sarapan ibu sudah memasak ikan setelah itu bersiaplah untuk pergi kesekolah.”

Dengan penuh semangat Neri langsung berlari ke meja makan karena sudah lama sekali ibu tidak memasak ikan mungkin terakhir ibu memasak 3 bulan yang lalu itu pun ada seorang tetangga yang berbagi hasil memancingnya kala itu. Kehidupannya yang sederhana membuat Neri sangat jarang melihat ikan apalagi daging-dagingan diatas meja makannya. Namun, itu tidak membuat ia mengeluh dan mogok makan hanya karena makan seadanya saja.

Melanjutkan kegiatan pagi harinya, Neri bersiap dan memakai sepatu yang mungkin sudah banyak sekali benang nylon yang tejahit disepatunya serta perekat agar sepatunya tidak mudah terbuka bagaikan mulut buaya yang lapar. Berjalan menyusuri jalanan tanah Neri melihat teman-temannya menuju sekolah sembari mengayuh pedal sepeda. Neri yang berjalan tak sekalipun merasa iri akan teman-temannya namun ia malah langsung berlari dan mengejar rombongan teman-temannya yang menggunkan sepeda.

“Brukkk!!!”

Segerombolan temannya Neri yang sedang bersepeda langsung menoleh kebelakang dan melihat Neri terjatuh sehingga teman-temannya  dengan reflek melempar sepedanya seolah-olah tidak peduli akan sepeda-sepedanya jika rusak. Teman-temannya segera membantunya. Neri pun dibonceng oleh seorang temannya bernama Ardi dan langsung mendapatkan pertolongan pertama diUKS sekolah karena kelihatannya terdapat darah bercucuran dibagian kaki Neri.

Adanya insiden tersebut mengakibatkan Neri dipulangkan dari sekolahnya. Neri yang masih terbilang masih anak kecil karena ia duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar menangis karena mungkin tidak tahan menahan perihnya luka di kakinya tapi bukan luka dikakinya yang ia pikirkan namun sepatu kanannya yang sudah robek dan mungkin tidak dapat lagi dipakai untuk pergi mengemban ilmu kesekolah.

Keesokan harinya terlepas dari insiden kemarin  pagi, Neri bersekolah walau tanpa sepatu. Ia berfikir mungkin sepatu bukanlah apa-apa dibandingkan ilmu yang tidak didapat jika tidak pergi bersekolah. Bersekolah menggunakan sandal jepit yang terlihat biasa saja membuat kepercayaan diri Neri agak menurun. Banyak sekali teman-temannya yang melontarkan kalimat-kalimat olokan yang dihiperbolakan. Namun, seorang temannya yaitu Ardi selalu menyemangatinya dengan selalu berkata bahwa semua itu anggap saja sebagai pujian didalam olokan.

Dua pekan sudah Neri bersekolah menggunkan sandal jepit dan dua pekan sudah juga Neri menerima cacian dari teman-temannya. Namun, karena mungkin sudah terbiasa ia lama-kelamaan tidak terlalu menggubris perkataan-perkataan buruk yang dilontarkan teman-temannya itu. Walaupun Neri merupakan seorang anak yang kurang mampu namun Ardi tidak pernah merasa sekalipun malu berteman dengan Neri bahkan ia selalu bermain ataupun pergi belajar bersama kerumah Neri. Neri dan Ardi merupakan dua orang murid kelas 6 yang sangat berprestasi disekolah.

Pada suatu hari sepulang sekolah Neri berjalan melewati sebuah jembatan kayu. Disebrang jembatan itu terlihat sepasang sepatu putih diantara rimbunnya semak belukar dibawah rimbunnya pepohonan.  Neri yang senang karena ia berpikir akhirnya ia bisa menggunakan sepatu kembali untuk pergi kesekolah langsung berlari mendekati sepatu itu. Saat sudah didepan sepatu itu Neri senang walaupun sepatu itu tidak terlalu bagus namun ia tetap senang dan benar saja saat ia mencobanya ukuran sepatunya pas dengan ukuran kakinya.

Tidak pikir panjang Neri membawa sepatu itu namun ditengah perjalanan pulangnya ia menemukan sebuah gerobak yang agak sudah rapuh termakan zaman ditengah ruas jalan setapak yang ia lalui  dan ia berfikir siapa yang menyimpannya ditengah jalan seperti begini.

“grssrkkk….grsssk”

Seorang kakek tua muncul dari balik semak ia terlihat kebingungan dan seperti sedang memikirkan suatu hal.

“ kenapa kek ada yang bisa saya bantu?”

“nah ini yang sedang kakek cari dari tadi”

Sepatu itupun diambil oleh kakek pembawa gerobak tersebut namun saat sang kakek melihat wajah Neri kakek tersebut memberikan kembali sepatu itu dan langsung menunjuk kejalan dimana itu adalah jalan menuju rumah Neri.

“kakek menunjuk apa?”.

Namun saat  Neri menengokkan pandangan kembali kearah kakek itu, kakek itu pun sudah hilang entah kemana bersama gerobak rapuh yang sepertinya kakek itu bawa.

Neri pun pulang sambil menjinjing sepatu yang ia temukan diperjalanan tadi. Ia bingung siapa kakek itu dan bagaimana sepatu ini apakah sepatu ini milik kakek itu dan kemana perginya kakek itu,kenapa menghilang secepat itu. Itu adalah kalimat-kalimat pertanyaan yang terus menerus dilontarkan didalam hatinya.

Hari berlalu pagi pun mulai muncul. Lupa akan peristiwa kemarin Neri pun berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk pergi kesekolah. Ada yang berbeda dari dirinya, ia memakai sepatu putih yang ditemukan dan diberikan seorang kakek kemarin. Sepatu itu seperti memberikan semangat lebih kepada Neri ia jadi sering mengacungkan tangannya untuk menjawab pertanyaan dari guru serta selalu mendapatkan nilai sempurna disetiap mata pelajaran.

Teman-temannya sekelasnya mungkin terheran-heran mengapa hari itu Neri berbeda seperti biasanya. Memang Neri adalah murid yang pintar namun ia sangat jarang sekali mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh guru. Bahkan teman dekatnya saja si Ardi heran mengapan sikap Neri tidak seperti biasanya.

Sekitar selama satu bulan Neri terus melakukan hal-hal yang tidak seperti biasanya namun karena hal-hal tersebut selalu dilakukan itu merubah kebiasaan aneh itu menjadi kebiasaan sehari-hari. Bahkan selama satu bulan itu Neri rutin mencuci sepatu putih itu setiap akhir pekan agar disaat ia memakainya kembali pada hari senin sepatu itu terlihat bersih dan putih.

Tepat diawal bulan pada hari senin dimana itu merupakan awal hari sekolah setelah libur akhir pekan Neri bersekolah seperti biasanya. Melakukan hal-hal baik selayaknya pelajar sekolah dasar kebetulan pada saat itu ia dipulangkan karena ada rapat para guru sehingga jam pelajaran menjadi terpotong.

Neri pun pulang saat pengumuman pulang diumumkan. Namun, ditengah perjalanan pulang tepat ditempat ia menemukan sepatu yang dipakenya saat ini ia bertemu dengan kakek yang dulu pernah bertemu dengannya dan menghilang begitu saja. Kakek itu menatap kembali sepatu yang dipake oleh Neri. Tatapannya sama percis seperti saat ia menatap sepatu itu sebulan yang lalu.

“ Argghhh cahaya apa ini?mengapa sepatu ini menjadi terang sekali bak matahari ditengah hari”

Neri pun tidak bisa melihat karena saking silaunya sepatu yang ia kenakan. Namun,setelah beberapa saat cahaya itu mulai redup dan saat ia melihat kakinya Neri terkejut karena ternyata sepatu yang ia kenakan menghilang dan berubah menjadi sandal jepit yang selalu ia gunakan kemana-mana. Selain itu juga seorang kakek itu pun ikut hilang bersamaan redupnya cahaya tadi. Untuk kedua kalinya ia bingung kembali akan hal yang terjadi pada dirinya. Pikirannya menjadi agak kacau karena kejadian itu dan juga karena sepatunya hilang entah kemana.

Keosokan harinya sesaat Neri akan pergi bersekolah ia terlihat kebingungan, mondar-mandir kesana kemari dengan tatapan yang melihat kesegala sudut ruangan dirumahnya.

“ Mencari apa Ri?”

“ Neri mencari sepatu putih Neri biasanya tersimpan dibawah tempat tidur namun sekarang tidak ada.“

“ Sepatu apa? Dari kemarin kamu menggunakan sandal kemanapun bahkan kesekolah pun kamu menggunakan sandal. Apakah kau tidak ingat sebulan yang lalu sepatumu rusak karena kau terjatuh.”

“ Iya pak Neri ingat. Namun,pada saat itu Neri menemukan sepasang sepatu putih saat sedang dalam perjalanan pulang sekolah.”
“ Maafkan bapa yah Neri bapa belum bisa membelikanmu sepatu baru untukmu.”

Walaupun begitu Neri tetap melanjutkan bersekolah tanpa menggunakan sepatu. Ia memang merasa walaupun menggunakan sandal ia tetap seperti menggunakan sepatu putih yang pernah ditemuinya dulu yang membuat ia selalu semangat. Benar saja saat disekolah Neri menanyakan perihal sepatu pernah dipakainya dulu namun tak seorang teman pun melihat Neri menggunakannya melainkan hanya melihat sandal jepit yang selalu ia gunakan untuk bersekolah.

Neri berpikir mungkin dia selalu memikirkan dan sangat menginginkan sepasang sepatu baru sampai akhirnya ia bersugesti danberimajinasi dengan beranggapan bahwa sandal jepit ini berubah menjadi sepatu putih nan bersih dengan tujuan agar sepatu itu selalu memotivasinya untuk selalu rajin dan semangat dalam hal mengejar cita-cita dan impiannya dimasa depan.

Dipagi hari selanjutnya Neri tidak sengaja melihat bawah kasur. Ia hanya berniat iseng dengan harapan semoga saja sepatu itu kembali dan memang benar adanya . alangkah terkejutnya Neri melihat sepatu yang sama percis seperti sepatu yang pernah ia temukan sebelumnya namun ini bukan imajinasi. Ia langsung memperlihatkannya kepada kedua orang tuanya untuk membuktikan bahwa sepatu ini dapat dilihat oleh kedua orangnya dan bukanlah sebuah khayalan atau imajinasi.

Sebuah pepatah pernah mengatakan “ jika kau berfikiran negatif maka hal negatif akan menghampirimu cepat atau lambat. Namun sebaliknya, jika kau selalu berpikiran positif atau baik maka kebaikan akan datang padamu secara sadar maupun tidak sadar.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun