Mohon tunggu...
Mursyidah Amiriyah Al Achsanah
Mursyidah Amiriyah Al Achsanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Studi Agama-agama UIN Sunan Ampel Surabaya

Hobi mengamati dunia sekitar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apa Kabar Aparat Negara?

11 Agustus 2024   09:09 Diperbarui: 11 Agustus 2024   09:12 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perasaanku lumayan senang karena niat Bapak menuju ke sana dibarengi dengan niatan bon pinjam alias mengambil sepeda motorku dan akan dibawa kembali ketika sidang sebagai barang bukti. Aku menenteng helm menuju bus yang melaju ke kantor kejaksaan. Bayangan dalam benak menggambarkan aku dan bapak bisa pulang mengendarai sepeda motor itu. Ah, senangnya. Aku sangat merindukannya.

Sesampainya kami di sana, kami menemui jaksa yang mengurusi permasalahan pencurian motorku. "Loh, sebentar. Yang mana ya pak..." jaksa itu mengingat-ingat, entah benar lupa atau pura-pura. "Oh yang ini..." sambil menunjuk berkas yang ada di depannya, di atas mejanya. "Sepeda itu sudah dinyatakan bodong, pak".

Bapak dan anak serentak mengernyitkan dahi. "loh, saya sudah anda minta memberikan nomor telepon dan fotokopian berkas-berkas itu, apa gunanya? Apa tidak bisa direvisi, pak?" tanya bapak mengintimidasi.

"Mohon maaf bapak, sidang sudah selesai barusan kemarin. Dalam sidang tersebut sudah diputuskan motor ini dirampas untuk negara karena digunakan sebagai alat kejahatan oleh si pencuri. Untuk revisi, tentu tidak dimungkinkan, pak. Ibarat dalam perjalanan, kami sudah sampai finish. Tidak mungkin balik kanan lagi." jelas jaksa.

Mafhum. Namun skeptis masih merajai pikiranku. Mengapa bisa begitu saja terjadi? Langsung diputuskan sebagai motor bodong tanpa adanya kroscek lebih dalam. Perkara ini juga belum lama terjadi, belum sampai setahun. Jaksa beralasan plat nomor motor dalam laporanku tidak sesuai dengan yang disidangkan.

Jadi kronologinya, setelah maling mencuri motorku, motorku dijual kepada orang yang biasa menyewakan motor. Setelah dijual (dengan harga sekitar 2,5 juta rupiah oleh maling), motor tersebut digunakan untuk mencuri sepeda motor lagi (harga sewa 50 ribu rupiah per hari). Dari penyewaan itu, si maling berhasil mencuri 5 sepeda motor. Singkatnya, setelah motorku dicuri, motorku digunakan untuk aksi kejahatan, yang membuat motor gelap identitas. Plat nomor tentu saja dipalsukan olehnya. Bahkan di keterangan salah satu polisi, pencuri banyak yang memiliki cadangan plat nomor yang tak hanya satu.

Bapak yang sarjana hukum dan pensiunan bagian mengurus kendaraan perusahaan beradu argument dengan jaksa. Sangat memakan waktu lama. Jawaban jaksa tetap tak bisa dinegoisasi. "Mohon maaf, pak. Saya tidak mau diajari maupun didekte. Saya sudah bekerja sesuai prosedur. Jika Bapak berkenan, bapak bisa ikut lelang.".

"Wah, lucu dong. Saya membeli sepeda motor saya sendiri." sahut Bapak. "Memang kapan ada jadwal lelangnya?".

"Nanti insya Allah saya kabari, Pak."

"Kalau lihat motornya sekarang apa boleh?" tanya Bapak. Jaksa tidak mengizinkan untuk itu. Kami pulang dengan hampa, nihil, tak berhasil.

Sampai rumah, kami diinterogasi teman-teman ibu yang sedang berkumpul di sana. Mereka tentu ikut marah mendengar kejadian kami barusan. Apalagi setelah tahu bahwa BPKB dan STNK motorku juga dibawa anggota polsek di daerahku. Mereka semakin yakin, ini akal-akalan yang dilakukan oleh sekelompok orang, yang kemudian menjual sepedaku beserta BPKB dan STNK-nya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun