Mohon tunggu...
Murodi Shamad
Murodi Shamad Mohon Tunggu... -

Seorang lulusan SMK yang memiliki hobi menulis, membaca dan melamun serta kerap ditemukan tengah berbincang dengan tembok dan kucing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Petrichor dan Sebuah Cerita Tentang Ayah

17 Desember 2015   08:51 Diperbarui: 1 April 2017   08:51 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Shutterstock | Admin"][/caption]“Ayah, bagaimana kabar ayah disana ? Ayah baik-baik saja kan ? Yah, ini tepat seminggu sejak ayah pergi. Wah, rasanya baru kemarin sore kita ngobrol diteras depan sambil minum teh hangat buatan ibu ya, yah”

Ingat ga, biasanya sepulang kerja dan ayah kehujanan pasti ayah minta dibuatkan teh hangat. Dan aku pasti minta dibuatkan juga. Dan ibu pasti membuatkan teh hangat itu untuk kita berdua. Ayah digelas yg besar (soalnya perut ayah kan besar) sedang aku di gelas yg kecil.

Kadang ibu juga bikin pisang goreng untuk kita.
Sekarang gelas ayah masih ada. Disimpan dirak. Aku sering mengelapinya kalau kebetulan berdebu. 

Kan ga ada yg pakai gelas itu selain ayah.

PETRICHOR menguap di antara tanah yang dihujam butiran tentara air dari langit. Dulu, kata Ibu, hujan adalah tangisan dewi-dewi dan guntur adalah bentuk murka sang dewa. Ibu bilang sambil mengusap kepalaku sebelum terlelap tidur, jadilah anak baik agar dewi-dewi disinggasanya tak perlu bercucuran airmata serta sang dewa tak perlu murka.

Namun kini, aku ingin selalu dewi-dewi itu menangis untukku. Sebab, mereka harus merasakan nelangsa yang aku terima. Sebab dengan airmatanya, dapat mengobati sejumput rindu yang bergolak dalam ruang hatiku. Sebab pada air hujan dan deras yang mengalun ada kenangan yang dapat kunikmati sendiri. Ada sebeuah dimensi yang ingin kukunjungi sekali waktu.

Pada sebuah beranda rumah. Segelas teh hangat pada sore yang menyenangkan sewaktu aku masih bocah. Ada sosok yang gemar bercerita jika hujan menampakan wujudnya. Laki-laki sederhana berperawakan kurus namun tetap kekar karena ditempa pekerjannya. Laki-laki yang lebih sering kulihat berkoas kusam daripada berseragam necis nan gaya.

Duduk pada dua bangku. Kami hanya dipisahkan sebuah meja kecil yang menampung segelas teh manis atau terkadang kudapan lainnya. Ayah kerap bercerita tentang masa mudanya. Tentang betapa ia tersihir oleh kecantikan ibuku. Katanya, ibuku adalah wanita paling cantik didesanya yang diperbutkan banyak pemuda saat itu.

Beruntung, ayah akhirnya dapat menaklukan hati ibuku. Katanya, sewaktu awal menikah mereka amat susah. Namun karena keinginan untuk hidup dengan ayahku, ibuku mau mengarunginya semua susah senang bersama. Terlebih sejak hadirnya aku dan adikku. Ayah tambah semangat berkerja untuk mensejahterakan kami semua.

Ayah juga kerap bercerita tentang keteladanan Nabi-nabi dan juga Sahabat Rosul. Ia membuatku mencintai agamaku dengan meneladani apa yang mereka lakukan. Ia mnegajarkan kasih sayang dalam beragama. Ia bukan ustadz atau kyai. Ia hanya seorang laki-laki dewasa yang kerap pergi ke pengajian pada malam hari dan selalu menceritakan ulang apa yang didengarnya dari sang penceramah kepada anaknya. Tentu dengan bahasa dan materi yang cocok untuk anak kecil. Entah ia dapat kemampuan itu darimana.

Aku selalu menanti cerita-cerita darinya. Bagiku ayah adalah sumber keteladanan dalam hidupku. Ia yang mengajarkan kasih sayang dan kedisplinan lewat jalinan cerita pengalamannya. Ia kerap mewanti-wanti agar aku tak salah jalan seperti yang pernah dilakukannya. Ia sennatiasa memotivasi dengan cara yang amat sederana. Aku selalu mencintai sore hari dengan Ayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun