Nama: Murdiyanti
NIM: 55521120028
Nama Dosen: Prof. Apollo
Nama Kampus: Universitas Mercu Buana
Mata Kuliah: Pemeriksaan Pajak
Pajak adalah biasa didefinisikan sebagai kontribusi atau sebagai iuran wajib bagi warga negara (Res Privata) baik orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa dan berdasarkan Undang-Undang untuk keperluan negara atau pemerintahan (Res Publika) bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan wujud dari kewajiban dalam bernegara dan peran serta warga negara dalam hal ini wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama dalam melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan belanja negara serta pembangunan nasional.
Sistem perpajakan merupakan sebuah mekanisme yang mengatur bagaimana hak dan kewajiban dibidang perpajakan suatu wajib pajak dapat dilaksanakan. Berikut ini berbagai sistem perpajakan yang diterapkan di beberapa negara, yaitu:
a. Official Assessment, merupakan sistem perpajakan dimana besarnya pajak yang terutang ditetapkan sepenuhnya oleh otoritas pemungut pajak. Dalam hal ini, wajib pajak bersifat pasif dan menunggu penyampaian utang pajak yang ditentukan oleh otoritas pemungut pajak.
b. Self Assessment, merupakan sistem perpajakan dimana besarnya pajak yang terutang ditetapkan oleh wajib pajak. Kegiatan menghitung, memperhitungkan, menyetorkan serta melaporkan pajak yang terutang tersebut dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri. Dalam hal ini, peran otoritas pemungut pajak hanyalah melakukan pengawasan melalui serangkaian tindakan pengawasan ataupun penegakan atas hukum yaitu pemeriksaan dan penyidikan pajak.
Sistem Perpajakan yang berlaku di Indonesia sejak perubahan pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang diterbitkan pada tahun 1983 yaitu reformasi perpajakan menggantikan peraturan perpajakan yang dibuat oleh periode kolonial Belanda pada ordonansi PPs tahun 1925 dan ordonansi PPd tahun 1944, Indonesia telah mengganti sistem pemungutan pajaknya yang semula dari sistem Official Assessment menjadi sistem Self Assessment.
Beberapa tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, merupakan pencerminan dari kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan yang berada pada setiap masyarakat sendiri. Hal dimaksud merupakan sesuai dengan sistem perpajakan yang berlaku dan dianut di Indonesia yaitu sistem self assessment.Â
Sistem perpajakan tersebut mengharuskan wajib pajak menghitung, melaporkan kewajiban perpajakannya. Dengan adanya sistem tersebut, maka otoritas pajak dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, melaksanakan fungsi dan tugasnya yaitu memberikan pembinaan/penyuluhan, pelayanan dan pengawasan. Pada proses pelaksanaan fungsi dan tugasnya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha melakukan usaha sebaik mungkin untuk memerikan pelayanan kepada masyarakat atau wajib pajak sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam proses pemungutan pajak, terdapat otoritas pemungut pajak dalam hal ini jika di Indonesia yaitu Direktorat Jenderal Pajak. Menurut beberapa ahli ekonomi, pemungutan atas pajak dalam suatu negara meliputi beberapa asas antara lain:
1. Adam Smith mengutarakan beberapa asas pemungutan pajak, beberapa diantaranya yaitu:
a. Adanya asas Equality, yaitu pemungutan pajak yang dilaksanakan oleh negara harus disesuaikan dengan kemampuan dan penghasilan dari wajib pajak. Otoritas negara tidak diperbolehkan untuk berlaku diskriminatif terhadap wajib pajak;
b. Adanya asas Certainty, bahwa segala bentuk pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang, sehingga bagi wajib pajak yang melanggar maka dapat dikenai sanksi hukum;
c. Adanya asas Convinience of Payment, pemungutan pajak harus dilakukan pada saat yang tepat untuk wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilan atau pada saat wajib pajak menerima suatu hadiah;
d. Adanya asas Efficiency, yaitu biaya pemungutan pajak diupayakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi adanya biaya pemungutan pajak lebih besar daripada hasil pemungutan pajak itu sendiri.
2. Menurut W.J. Langen, beberapa asas pemungutan pajak, diantaranya sebagai berikut:
a. Adanya asas daya pikul, yaitu besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan dari besar atau kecilnya penghasilan pada setiap wajib pajak. Apabila semakin tingginya penghasilan, maka akan semakin tingginya pajak yang akan dibebankan;
b. Adanya asas manfaat, yaitu pajak yang dipungut oleh suatu negara harus dipergunakan untuk berbagai kegiatan-kegiatan yang dapat bermanfaat untuk kepentingan umum;
c. Adanya asas kesejahteraan, yaitu pajak yang dipungut oleh suatu negara dipergunakan untuk upaya meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat;
d. Adanya asas kesamaan, yaitu pada kondisi yang sama di antara wajib pajak yang satu dengan wajib pajak yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama atau maksudnya setiap wajib pajak mendapatkan perlakuan yang sama;
e. Adanya asas beban yang sekecil-kecilnya, yaitu pajak yang dipungut diusahakan sekecil-kecilnya atau serendah-rendahnya jika dibandingkan dengan nilai objek pajak, sehingga tidak akan memberatkan pada wajib pajak.
3. Menurut Adolf Wagner, menyampaikan beberapa asas terkait pemungutan pajak, diantaranya sebagai berikut:
a. Adanya Asas Politik Finansial, yaitu pemungutan pajak di suatu negara jumlahnya memadai, sehingga dapat membantu membiayai atau dapat mendorong semua aktivitas negara;
b. Adanya Asas Ekonomi, yaitu penentuan suatu objek pajak harus tepat, contohnya: pajak atas pendapatan, pajak atas pembelian barang-barang mewah;
c. Adanya Asas Keadilan, yaitu pajak dipungut diberlakukan secara umum atau tanpa adanya diskriminasi, untuk kondisi yang sama maka harus diperlakukan dengan sama juga;
d. Adanya Asas Administrasi, yaitu berkaitan dengan masalah kepastian dibidang perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), kadanya keluwesan dalam penagihan (bagaimana cara membayar pajaknya) serta besarnya biaya pajak yang dibebankan;
e. Adanya Asas Yuridis, yaitu segala pungutan pajak dilakukan berdasarkan atas undang-undang.
Pemeriksaan Pajak biasanya dilakukan untuk  menguji kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi segala kewajiban perpajakannya. Pemeriksaan Pajak dilaksanakan dengan tujuan untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak dan meningkatan kepatuhan oleh wajib pajak. Pemeriksa pajak melakukan pemeriksaan terhadap data/informasi terkait kewajiban pelaporan pajak. Beberapa tahapan pemeriksaan dilakukan untuk memvalidasi dan mengidentifikasi adanya potensi ketidakpatuhan wajib pajak.
Wajib pajak patuh pun bukan berarti tidak ada potensi penghindaran pajak. Tetapi justru Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) atau Wajib Pajak (WP) Badan adalah yang patuh pajak, sangat besar adanya potensi dan dapat dicurigai tidak patuh. Karena dengan meminjam rerangka skeptisisme dan kecurigaan (Freud, Nietzsche). Tetapi yang menjadi sasaran potensi pemeriksaan pajak tentu saja wajib pajak yang tidak patuh, karena secara hukum tidak melakukan kewajiban perpajakannya sebagaimana ketentuan yang telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Berikut ini merupakan ruang lingkup dari pemeriksaan pajak yang berdasarkan pada jenis-jenis pemeriksaan, maka dapat didefinisikan menjadi 2 (dua) yaitu pemeriksaan pajak yang dilakukan di lapangan dan pemeriksaan pajak yang dilakukan di kantor. Pemeriksaan lapangan dilakukan oleh pemeriksa pajak dalam jangka waktu paling lama yaitu dalam waktu 4 (empat) bulan dan dapat dilakukan perpanjangan menjadi paling lama yaitu 8 (delapan) bulan yang terhitung sejak pada tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan atau LHP.Â
Sedangkan pemeriksaan kantor dilakukan dalam kurun waktu paling lama yaitu 3 (tiga) bulan dan dapat dilakukan perpanjangan menjadi dalam jangka waktu 6 (enam) bulan yang terhitung sejak tanggal Wajib Pajak yang diperiksa datang memenuhi undangan surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal diterbitkannya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Berikut ini adalah beberapa hak-hak bagi wajib pajak yang dalam pemeriksaan antara lain:
1. Hak untuk meminta Surat Perintah Pemeriksaan;
2. Hak untuk melihat Tanda Pengenal Pemeriksa;
3. Hak untuk mendapatkan penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan;
4. Hak untuk meminta rincian terkait perbedaan antara hasil pemeriksaan dengan hasil pada SPT;
5. Hak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam kurun waktu yang ditentukan.
Berdasarkan atas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, selanjutnya akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak yang terutang apakah menjadi nihil, kurang bayar atau lebih bayar. Berdasarkan dari pemeriksaan, terdapat jenis-jenis ketetapan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak antara lain sebagai berikut:
1. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau bisa disingkat sebagai-SKPLB;
2. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau bisa disingkat sebagai-SKPKB;
3. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau bisa disingkat sebagai-SKPKPT; dan
4. Penerbitan Surat Ketetapan  Pajak Nihil atau bisa disingkat sebagai-SKPN.
Berdasarkan data Tax Rasio dengan GDP perbandingan diantara negara-negara OECD pada tahun 202o, Tax Rasio Indonesia Sebesar 10,1% berada dibawah negara Bangladesh sebesar 10,2%. Melihat pada data tersebut, mencerminkan bahwa aspek tax compliance yang belum berjalan optimal. Menurut Robert Nozick (liberal) bahwa orang kaya mendapatkan apa yang dia miliki secara etis tanpa melanggar undang-undang dll. Kemudian apa dasarnya ia melepaskan kekayaannya itu dalam bentuk pajak, maka pajak adalah berpotensi munculnya ketidak "keadilan".Â
Dampak dari rendahnya tax ratio tersebut dapat tercemin disebabkan juga dari tingkat kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Jika tingkat kepatuhan pajak secara formal dan materill tersebut dilaksanakan, maka roda perekonomian suatu negara juga akan berputar. Pajak yang dipungut dari si "kaya" dapat membantu menghidupi si "miskin" serta pemerataan pembangunan dapat dilakukan secara optimal, dan masyarakat secara luas dapat merasakan langsung manfaatnya dalam berkontribusi membayar pajak.
Berikut ini merupakan beberapa peranan pajak dalam kehidupan bernegara, secara khusus dalam melaksanakan kegiatan pembangunan dikarenakan pajak merupakan salah satu sumber pendapatan utama untuk negara dalam rangka membiayai semua pengeluaran negara termasuk dalam hal ini pengeluaran pembangunan. Beberapa fungsi pajak dimaksud, yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi anggaran atau budgetair, yaitu pajak berperan sebagai sumber pembiayaan untuk pengeluaran-pengeluaran negara. Pajak digunakan untuk membiayai kegiatan rutin pula seperti halnya belanja barang, belanja pegawai, biaya pemeliharaan dll;
b. Fungsi mengatur atau regulerend, yaitu pemerintah dapat mengatur tingkat pertumbuhan ekonomi negara dengan menetapkan kebijaksanaan terkait pajak. Dengan pengaturan pajak tersebut, maka pajak dapat dipergunakan untuk alat dalam mencapai tujuan. Misalnya dalam rangka meningkatkan penanaman modal, baik yang diperoleh dari dalam negeri ataupun dari luar negeri, maka pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak memberikan berbagai hal fasilitas dalam rangka meringankan kewajiban perpajakannya;
c. Fungsi Stabilitas, yaitu dengan pajak maka pemerintah memiliki sejumlah dana yang dapat dipergunakan untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan kestabilan nilai harga sehingga nilai inflasi negara dapat dikendalikan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, contohnya yaitu dengan mengatur pemungutan pajak, mengatur kegiatan dalam peredaran uang yang berjalan di masyarakat, mengatur penggunaan pajak supaya lebih efektif dan efisien;
d. Fungsi Redistribusi pendapatan, yaitu sejumlah pajak yang telah dipungut oleh otoritas perpajakan maka akan dipergunakan untuk membiayai segala hal untuk kepentingan umum, dalam hal ini juga termasuk untuk membiayai program pembangunan sehingga diharapkan dapat membuka kesempatan kerja, dan pada akhirnya juga akan dapat meningkatkan perolehan penghasilan pada masyarakat.
Dalam hal meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan beberapa produk hukum terkait perpajakan yang diberlakukan di Indonesia. Contohnya yaitu Undang-undang atau UU Nomor 7 tahun 1983 yang mengatur tentang pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang atau UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja.Â
Undang-undang tersebut merupakan ketentuan yang mengatur tentang pajak penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak yaitu orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan dan bentuk usaha tetap. Sedangkan subjek pajak dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
Selain Undang-undang masih terdapat produk hukum lain dibidang perpajakan beberapa diantaranya yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau biasa disebut sebagai Perpu. Kemudian Peraturan Menteri Keuangan atau biasa disebut sebagai PMK.
Ada juga peraturan lain yaitu Surat Edaran Menteri Keuangan atau biasa disebut sebagai SE Menteri Keuangan. Dengan adanya beberapa produk hukum tersebut maka diharapkan tingkat Kepatuhan Pajak di Indonesia dapat terus meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut tercermin dari data penerimaan negara dari sektor perpajakan yang diharapkan terus tumbuh seiring dengan pencapaian target penerimaan pajak setiap tahun.
Beberapa peraturan perpajakan terus dikeluarkan oleh otoritas pajak, yang menunjukkan bahwa semakin dinamisnya kehidupan perkembangan perekonomian di Indonesia. Khususnya pada ketentuan terkait dengan pemeriksaan pajak, diharapkan menjadi guidance bagi pemeriksa pajak maupun wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya yang secara rutin telah dilaksanakan. Beberapa kriteria yang merupakan alasan pemeriksaan pajak dilaksanakan yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai pemeriksaan rutin, dalam hal ini dalam rangka memenuhi hak dan kewajiban wajib pajak, maka tanpa memerlukan analisis risiko ketidakpatuhan wajib pajak bahwa pemeriksaan pajak dapat dilakukan oleh pemeriksa pajak;
2. Sebagai pemeriksaan khusus, dalam hal ini apabila berdasarkan pada keterangan lain berupa data (audit based on data) yang menunjukkan adanya indikasi awal bahwa wajib pajak tidak patuh serta berdasarkan dari hasil analisis risiko pemeriksa (risk based audit)Â yang mungkin memberikan indikasi bahwa adanya ketidakpatuhan dibidang perpajakan.
Menurut pendapat Derrida bahwa "penandaan" dari produk hukum patuh pajak, yang dapat dipahami secara lebih luas, bahwa selalu mengacu kepada adanya tanda-tanda yang lain, dan seseorang itu tidak akan pernah bisa mencapai tanda yang hanya mengacu kepada dirinya sendiri. Menurut Derrida, bahwa semua produk tulisan hukum pajak baik itu berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Menteri Keuangan, Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak, untuk menjadi apa-adanya, sehingga harus dapat berfungsi sebagaimana mestinya tanpa adanya setiap penerima yang ditentukan secara empirik.Â
Audit dibidang perpajakan merupakan sebagai sarana otoritas pajak untuk tetap meningkatkan upaya penerapan produk hukum pajak. Segala upaya tetap dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini otoritas pajak di Indonesia yaitu Direktorat Jenderal Pajak untuk tetap berusaha menyempurnakan produk-produk hukum yang dikeluarkan tetap menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan kegiatan perpajakan di Indonesia.
Sumber:
Web Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id_belajar pajak)
Kumpulan Materi 1-6_Modul Mata kuliah pengawasan pajak Universitas Mercu Buana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H