Dalam penyusunan laporan pajak fiskal perlu mempertimbangkan juga akun pajak masukan dan akun pajak keluaran. Akun pajak masukan yaitu pajak masukan yang dapat dikreditkan. Pada hakekatnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang kita bayar kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi pada akhir masa pajak bisa kita minta kembali. Sehingga nominal pada pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh perusahaan merupakan tagihan pajak kepada negara yang memiliki saldo normal debit neraca. Tetapi terdapat pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan meliputi 2 (dua) hal yaitu:
- Berkaitan dengan pembelian aset yang manfaatnya kurang dari satu tahun. Misalnya, pajak masukan atas pembelian perlengkapan kantor di supermarket yang menerbitkan faktur pajak tidak lengkap. Apabila perlengkapan tersebut dibebankan dalam tahun berjalan, pajak masukan tersebut juga dibebankan dalam tahun berjalan sehingga memiliki saldo normal debit laba rugi;
- Berkaitan dengan pembelian aset yang manfaatnya lebih dari satu tahun. Misalnya, pajak masukan atas pembelian mobil box yang akan digunakan sebagai mobil operasional kantor. Pada pajak masukan atas pembelian mobil  box tidak dapat dikreditkan akan menambah harga perolehan mobil. Maka apabila pajak masukan tersebut memiliki saldo normal debit neraca.
Sedangkan pajak keluaran yaitu yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak harus disetor ke kas negara. Maka pajak keluaran tersebut sebenarnya merupakan utang yang memiliki saldo normal kredit neraca. Jika Pengusaha Kena Pajak (PKP) tersebut memiliki pajak masukan yang dapat dikreditkan, jumlah pajak yang disetor adalah pajak keluaran dikurang dengan pajak masukan.
Akun-akun pajak timbul dari transaksi-transaksi yang menyangkut pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Sebagai dasar melakukan pencatatan akun-akun pajak, perlu dipahami terlebih dahulu saldo normal dari akun-akun tersebut. Dalam rangka keperluan pencatatan perpajakan, wajib pajak juga perlu dipahami saat terutangnya pajak tersebut, sebelum melakukan pencatatan juga harus dipahami, apakah wajib pajak sebagai pihak yang dipotong/dipungut pajak atau sebagai pemotong atau pemungut pajak.
Akun-akun pajak yang juga dapat muncul dari kewajiban perpajakan yang harus dilakukan sendiri oleh wajib pajak. Sebagai contoh, angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan dan kewajiban menghitung Ph terutang dan PPh kurang (lebih) bayar pada akhir tahun.
Akun beban pajak lainnya, biasanya terdiri dari beberapa akun yaitu:
- Akun Bea materai dan pajak bumi dan bangunan merupakan beban bagi wajib pajak. Maka dari itu, kedua jenis pajak tersebut memiliki saldo normal debit laba rugi;
- Akun Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB ditanggung oleh pihak yang menerima pengalihan tanah dan/atau bangunan. BPHTB akan menambah harga perolehan tanah dan bangunan sehingga memiliki saldo normal debit neraca;
- Akun Pajak hiburan dan pajak restoran merupakan pajak daerah yang dipungut oleh wajib pajak pengusaha hiburan dan pengusaha restoran. Maka pengusaha tersebut berkewajiban untuk menyetor ke kas daerah. Disebabkan timbul utang ke kas daerah, kedua jenis pajak tersebut memiliki saldo normal kredit neraca.
- Akun Pajak reklame dan pajak kendaraan bermotor merupakan pajak daerah sehingga merupakan beban bagi wajib pajak. Maka kedua jenis pajak tersebut memiliki saldo normal debit laba rugi.
Akun PPh Final memiliki salah satu karakteristik yaitu penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final adalah penghasilan tersebut tidak digabung dengan penghasilan lain yang dikenakan tariff umum dan pajak yang bersifat final tersebut tidak boleh dikreditkan dengan PPh terutang pada akhir tahun. Sehingga pajak yang bersifat final tersebut dalam akuntansi keuangan diakui perusahaan sebagai beban.
Dari posisi perusahaan sebagai pembayar penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh final, akun ini berfungsi untuk mencatat pemotongan PPh final. Akun ini dikredit saat terjadi pemotongan dan didebit pada saat terjadi pembayaran. Sedangkan dari sisi perusahaan sebagai penerima penghasilan, akun ini merupakan bentuk lain dari akun beban pajak. Dimana atas pajak yang dipotong oleh pihak yang membayarkan penghasilan kepada perusahaan kita tidak dapat dikreditkan pada akhir tahun, karena bersifat final. Pada saat perhitungan PPh badan akhir tahun, PPh ini tidak perlu diperhitungkan sebagai dasar beban pajak akhir tahun. PPh ini misalnya, PPh atas bunga simpanan di bank, sewa tanah dan bangunan, penghasilan dari pengalihan tanah dan bangunan dll. Akun ini didebit waktu dipotong dan dikredit waktu penutup.
Akun aktiva pajak tangguhan dan pendapatan pajak tangguhan ini berfungsi untuk mencatat aktiva dan pendapatan yang ditimbulkan oleh adanya beda waktu yang disebabkan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi keuangan dengan UU atau peraturan pajak sehingga mengurangi beban pajak kini (taksiran PPh). Akun ini tidak mempengaruhi pajak yang harus dibayar oleh perusahaan pada akhir tahun pajak.
Cara yang lain dalam praktek perencanaan pajak yaitu Tax Avoidance. Tax Avoidance merupakan upaya mengefisiensi beban pajak dengan cara menghidari pengenaan pajak dengan mengarahkannya pada transaksi yang bukan objek pajak.
Sedangkan Tax Evasion merupakan strategi dan teknik penghindaran pajak dilakukan secara illegal dan tidak aman bagi Wajib Pajak, dan cara penyelundupan ini bertentangan dengan ketentuan perpajakan, karena metode dan teknik yang digunakan tidak berada dalam koridor undang-undang dan peraturan perpajakan.
Dalam menghitung Pajak Penghasilan, ketentuan pajak di Indonesia memberikan keringanan untuk melakukan kompensasi kerugian fiskal. Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan didapat kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.