Mobil kami terus melaju, melewati kerumunan dan ratusan jeep yang sudah terparkir. Menuju spot tertinggi.
Tak lama kemudian kami mendekati tujuan, spot pucuk.
Jeep mengurangi kecepatan, minggir dan parkir di sisi kanan jalan. Saya turun pelan dan memotret nomor jeep tumpangan, menandai.
Mulai melangkah berjalan. Tiba - tiba tubuh terasa lain. Sempoyongan, lemas, sedikit pusing terasa. Saya dan teman - teman memelankan langkah, bersandar di jeep yang parkir. Menarik nafas dalam - dalam.
Rupanya di titik tinggi ini, kandungan oksigen di udara menipis. Pasokan O2 ke kepala melambat dan berkurang, membuat kuda - kuda melemah. Tubuh oleng. Perlu istirahat sejenak, menarik nafas dalam. Berjalan harus pelan dulu. Untuk beradaptasi terhadap ketersediaan oksigen di udara.
Tak perlu lama adaptasi, tubuh kembali normal. Kami melangkah mantap.
Sungguh, barangkali melihat matahari terbit menjadi ritual rutin bagian ribuan turis setiap pagi. Yang memberi dampak ekonomis bagi masyarakat sekitar.
Kebutuhan hotel, sewa jeep dan motor, warung, persewaan kuda, pasok sayur daging buah - buahan dll adalah dampak positif dari kreativitas dan pemasaran kawasan Bromo. Memberikan penghidupan kepada masyarakat sekitar dan incaran inovasi para pengusaha jeli. Wisatawan dari seantero penjuru dunia datang ke sini. Menikmati keindahan sekaligus menebar rejeki.
Pukul 4. 30, kami menapaki 50 an undakan menuju spot pucuk.
Di spot pucuk dibangun tempat duduk berundak setengah lingkaran. Panjang sekitar 30 meteran dengan model Amphiteater Yunani.