Mohon tunggu...
Ika Mulya
Ika Mulya Mohon Tunggu... Penulis - Melarung Jejak Kisah

Pemintal Aksara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Dua Amin yang Berbeda

17 April 2022   17:20 Diperbarui: 20 April 2022   22:30 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berbakti pada orangtua. Sumber: Pexles.com/Andrea Piacquadio

"Kami semua pasti berdoa untuk Uti. Dengan atau tanpa Alfatihah."

Perempuan delapan puluh tiga tahun itu terdiam. Bening duka belum berhenti mengalir dari mata. Pandangannya kosong. Teramat kosong. 

Sejak pemakaman Bapak, Eyang Uti tampak selalu murung dan lebih sering menyendiri. Kehilangan yang begitu dalam. 

"Kalo nanti aku juga pergi, copot saja semua salib di rumah ini." Begitu pesannya.

Eyang Uti benar-benar pergi, 40 hari setelah kepulangan Bapak ke rahmatullah. Kami melepasnya seperti ajaran yang ia yakini. Mendoakan nenek sebaik-baiknya kehidupan di alam baka. Aku dan Ibu meyakini satu hal penting. Allah Maha Baik dan tidak akan ada doa baik yang sia-sia. 

Aku sendiri yang kemudian mencopot salib-salib di rumah Eyang Uti. Rumah yang masih dihuni Ibu dan adik bungsuku. Kami menyimpannya di lemari nenek. Sebagai kenang-kenangan. Bahwa mengenang nenek berarti mengenang pernah ada perbedaan iman yang tak jadi penghalang berbaktinya seorang anak pada orang tua. 

Pinterest
Pinterest

TAMAT

Jakarta, 16 April 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun