Mohon tunggu...
Mulia Siregar
Mulia Siregar Mohon Tunggu... Penggiat Media dan bekerja sebagai tenaga ahli di DPR RI -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Serpong, Riwayatmu Dulu (Dari Mayat Tak Dikenal, Sarang Ular, hingga Kota Mandiri)

25 Januari 2018   04:13 Diperbarui: 25 Januari 2018   16:24 8337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lain lagi cerita Emak Jum, warga Pondok Jengkol. Nenek berusia sekitar 70 tahun ini merupakan pegawai perkebunan di kawasan Gading Serpong. Pimpinannya ketika itu adalah Lurah Musa yang merangkap sebagai mandor karet. Tugas utama Lurah Musa adalah mengamankan getah karet dari ''gangguan'' kelompok Mat Hitam yang masa itu sangat ditakuti. Pihak perkebunan menunjuk Lurah Musa karena dianggap cukup sakti dan sanggup menghadapi kelompok Mat Hitam.

Menurut Emak Jum, guna mengamankan kebun karet, Lurah Musa memelihara ribuan pasukan siluman berwujud ular tanah. Boleh percaya atau tidak, Mak Jum bercerita menyaksikan langsung, bagaimana Lurah Musa berbicara pada ular siluman tersebut seolah-oleh berhadapan dengan manusia.

Pernah suatu hari, Lurah Musa mendatangi dan mendamprat seorang warga karena hendak membunuh ratusan ular tanah. Warga tersebut menjebak ratusan ular tanah dengan meletakkan tape dalam satu lubang. Ular tanah tersebut akhirnya dilepaskan. Oleh sang Lurah, rombongan ular tanah disuruh pulang dengan berbaris. Sayang kebenaran cerita ini tidak dapat saya konfirmasi karena Lurah Musa sudah wafat. Terlepas dari benar atau tidaknya cerita Emak Jum, warga sekitar mengungkapkan, sejak dijaga Lurah Musa, perkebunan karet aman dari pencurian. Pasca Lurah Musa wafat, tidak ada tokoh yang mengurusi kebon karet lagi dan dibiarkan terlantar hingga penuh semak belukar.

Peran Soeharto dalam pembangunan Serpong

Bila melintas di Jalan Alam Sutera Boulevard, Jalan Raya Serpong, Jalan Pahlawan Seribu, Jalan Raya Gading Serpong dan Jalan BSD Raya Utama, banyak yang tidak percaya, betapa dulu kawasan ini merupakan hutan karet, hutan kelapa gading, dan semak belukar.

Hutan karet dan rawa kini berubah menjadi jalan lebar dan mulus. Ribuan ruko dan pusat perbelanjaan berdiri kokoh. Ada Summarecon Mall Serpong, IKEA Alam Sutra, WTC, ITC, Giant, Teras Kota, dan AEON. Restoran dengan aneka masakan nikmat juga terdapat di sepanjang Jalan Raya Serpong. Kehadiran pusat perbelanjaan, restoran, pertokoan dan perkantoran di Serpong tentu saja mampu menyerap puluhan ribu tenaga kerja warga sekitar dan daerah lainnya. Kini, selain menjadi penyangga ibu kota, Serpong menjadi berubah menjadi pusat bisnis baru.

Salah satu pusat perbelanjaan terbaru di Q-Big Mall BSD yang menarik perhatian saya dan mendapat antusiasme tinggi dari masyarakat BSD dan sekitarnya adalah Lulu Hypermarket milik investor asal Uni Emirad. Berbeda dengan hypermarket lainnya, nuansa Timur Tengah dan Islam sungguh terasa. Saat berbelaja, konsumen dimanjakan dengan lantunan indah pengajian. Begitu pula saat waktu masuk salat, Lulu memperdengarkan suara adzan.

Soeharto

Keberadaan Serpong sebagai salah satu penyangga ibu kota tidak lepas dari peranan Pemerintahan Soeharto guna mengurangi ''beban'' Jakarta yang sudah terlalu sumpek.

Pembangunan Serpong sebagai penyangga ibu kota diawali dengan peresmian Kota Mandiri Serpong Damai, 16 Januari 1989. Presiden Soeharto kala itu sampai mengutus lima pembantunya untuk menghadiri acara peresmian. Mereka adalah Menteri Dalam Negeri Rudini, Menteri Perumahan Rakyat Siswono Yudohusodo, Menteri Pekerjaan Umum Radinal Mochtar, Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batubara, Menteri Perhubungan Azwar Anas. Hadir juga Gubernur Jawa Barat Yogie S Memet dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Surjadi Soedirdja.

Kepada wartawan kala itu Menteri Perumahan Rakyat Siswono Yudohusodo mengatakan, pembangunan kota mandiri Bumi Serpong Damai sangat resiko. Sebab nilai investasi yang ditanam kala itu sangat besar, mencapai Rp 3,2 triliun. Apalagi Serpong kala itu terasa jauh dari Jakarta karena jalan raya menuju BSD masih minim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun