Acuan ekonomi keluarga akan melebar pada kebutuhan sandang anak, tak lagi sebatas pada kata asal ada, namun bertambah kriteria yang sesuai pada harapan orangtua terhadap anak. Entah itu syar'i, keren, kekinian, lucu, dan lain sebagainya.
Begitupun tempat berteduh, rumah subsidi berkamar satu tak lagi cukup begitu anak sudah bertambah jumlahnya. Apalagi bila anak sudah bertambah besar, kebutuhan untuk tempat tinggal yang lebih layak semakin mendesak. Merenovasi rumah, pindah kontrakan atau mengirim anak ke sekolah asrama adalah sederet solusi yang berupaya dihadirkan orangtua atas nama kebutuhan papan.
Saya kira, atas nama kebutuhan dasar semua orangtua telah bersepakat bahwa anaklah yang menjadi bahan pertimbangan yang tak terbantahkan.
Acuan, titik tolak, landasan bertindak, atau apapunlah namanya, tak lagi dari ego orangtua, namun dipangkas atas dua kata: demi anak.
Pendidikan Penghuni Rumah
Pada aspek ini, saya tidak membahas soal biaya pendidikan anak yang sudah jelas menjadi tanggung jawab orangtua dan akan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi keluarga. Jadi kita skip ya, kita bahas ke aspek pelaksanaan pendidikannya saja, bil khusus bagi para penghuni rumah, dalam hal ini anak dan orangtua (kucing tidak masuk hitungan!). Kita kupas satu-satu.
Begitu bicara pendidikan anak, maka biasanya orangtua akan mengerucutkan topik bahasan pada pembiayaan. Sedangkan hal terpenting dari pendidikan, yakni kualitas proses, terbilang jarang dikupas. Biarlah itu urusan guru saja, kata Mak Ani, seorang ibu rumah tangga di Mozambik.
Sebuah taman kanak-kanak di daerah Jawa punya satu metode menarik dalam menyeleksi calon siswa baru, yakni mewawancarai orangtua untuk menggali sejauh mana kesamaan visi orangtua terhadap visi sekolah. Maklum saja, sekolah yang bersangkutan menuntut keterlibatan yang besar dari orangtua dalam proses belajarnya.
Maukah orangtua belajar bersama anak? Bersediakah menyediakan waktu untuk membandingkan ukuran dedaunan di halaman bersama anak? Ikhlaskah ayah dan ibu datang bersama anak ke sekolah untuk pagelaran?
Beban sebagai pendidik pertama menuntut orangtua untuk seratus persen menjadikan anak sebagai titik acuan dalam merancang, memilih dan melaksanakan pendidikan bagi anak.Â
Bukankah pendidikan itu bertujuan untuk menumbuh kembangkan potensi anak? Maka wajiblah bila titik tolaknya adalah potensi anak itu sendiri, bukan selera ayah bunda.