Berkaitan dengan Alat Peraga Kampanye (APK ) yang dipasang di jalan negara. Sepertinya ada usaha pembiaran. Hal tersebut sudah mulai meresahkan pengguna jalan.Â
Pihak terkait selaku Panitia Pelaksana  Komisi Pemilihan Umum (KPU) seperti tidak ada aturan yang mengatur tentang batasan memasang baliho di jalan.Â
Misalnya berapa meter jarak antara baliho atau spanduk dengan badan jalan? Apa sih kriteria yang wajib dipatuhi oleh para konstentan pada saat memasang baliho di pinggir jalan? Atau berapa ukuran dan bagaimana sistem pemasangannya?
Kadang - kadang  ketika hujan datang, angin kencang bertandang, gambar -gambar dan baliho kalau tidak kokoh akan berterbangan menimpa para pengguna jalan.Â
Kalau hal ini terjad siapa yang bertanggung jawab? Orang yang memasang baliho? Atau para konstentan pemilu?Â
Sebenarnya dari beberapa wawancara yang sempat penulis lakukan dengan warga. Rupanya baliho dan gambar para konstentan yang ada sepanjang jalan negara, jalan kabupaten, dan kecamatan. Â
Itu dipasang oleh masyarakat atau tim pemenangan dari setiap konstituen. Kemudian ada informasi berkembang bahwa baliho dan gambar konstentan dipasang oleh masyarakat biasa. Mereka dibayar sesuai dengan ukuran dan  bentuk baliho yang diinginkan.
Masyarakat yang memasang baliho tersebut ternyata mencari sesuap nasi untuk kebutuhan sehari-hari. Dapat dibayangkan ketika sebuah baliho atau Alat Peraga Kampanye( APK) dihargai sekian rupiah untuk satu baliho.Â
Mereka pasti akan putar otak bagaimana baliho tersebut harus terpasang dan menyisakan sedikit uang untuk kebutuhan keluarga. Apalagi ini tahun politik, jarang-Â jarang hal tersebut bisa didapat.Â
Seperti sebuah proyek yang dilelang tendernya.  Mereka mencari kayu atau tiang penyangga yang  murah demi sedikit menghemat. Akhirnya,  baliho yang dipasang tidak bisa bertahan lama.
 Waktu pencopotan seluruh atribut kampanye oleh pihak KPU belum keluar, baliho sudah copot dengan sendirinya dan menganggu pengguna jalan