Mohon tunggu...
Muklis Puna
Muklis Puna Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Layakkah Guru Dianggap sebagai Palang Pintu dalam Pencegahan Bullying?

5 Desember 2023   17:21 Diperbarui: 5 Desember 2023   17:40 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.

Dalam satu dekade terakhir diksi bullying semakin menarik dan seksi untuk dibacakan, terutama berkaitan dengan dunia pendidikan. Diam - diam diksi ini telah memakan korban dan meninggalkan luka yang mendalam. Luka yang ditinggalkan adalah luka psikologis dan luka fisiologis Luka psikologis  berupa cacat fisik yang dialami oleh korban dalam waktu yang lama atau bahkan menimbulkan trauma yang berkepanjangan. Sedangkan luka fisiologis  adalah munculnya sebuah perubahan mental pada korban  dalam rentang waktu yang lama. Luka fisiologis ini akan berdampak pada bidang lain yang berhubungan dengan kehidupan korban secara holistik.

Permasalahan di atas semakin hari berkembang begitu cepat seperti bola salju yang semakin digelinding, maka bola tersebut tumbuh membesar. Pihak Dinas Pendidikan sebagai penanggung jawab utama walaupun sudah mengambil  sikap, namun belum menampakkan hasil yang signifikan. 

Hal ini terbukti  dari banyaknya laporan dan berita mengabarkan tentang bullying yang berlangsung pada instansi pendidikan, baik pada sekolah   reguler maupun sekolah yang melaksanakan pendidikan secara boarding. Berbagai pelecehan yang dilakukan secara sistematis kepada  individu oleh kelompok tertentu.

Viralnya berita- berita tentang bullying  di media cetak dan media sosial membuat sebagian besar masyarakat merasa  cemas terhadap kondisi negeri dan masa depan generasi muda  hari ini. Berbagai kasus bullying dipertontonkan secata vulgar tanpa adanya klise sedikitpun.  Vedeo- vedeo pembullyan diupload di media sosial sebagai wadah mencari viewer dan subscribe dari  pihak penikmat di chanel media sosial. Seharusnya pemerintah sebagai penanggung jawab keselamatan dan kesehatan mental warga negara harus hadir mengambil bagian dalam sesi ini.

Sebelum penulis melangkah lebih jauh tentang ulasan  bullying dalam tulisan ini, alangkah indahnya jika penulis merumuskan  definisi operasional terlebih dahulu. Definisi ini perlu diberikan agar tidak terjadi  kesalahpahaman antara penulis dengan pembaca tentang istilah bullying yang digunakan dalam bentangan tulisan ini..

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  (KBBI) edisi ke-5, kata bullying atau perundangan memiliki arti mengganggu, mengusik secara terus-menerus dan menyusahkan.https://smasantuklauswerang.sch.id/read/49/melawan-fenomena-bullying-di-sekolah#:~:text=Menurut%20KBBI%20edisi%20ke%2D5,kasus%20pembullyian%20terutama%20di%20sekolah diakses 4 Desember 2023..Konsep bullying yang dikemukakan dalam kutipan di atas adalah sebuah tindakan yang dilakukan secara terus -menerus dengan tujuan mengangggu, mengusik  individu secara berkelompok dalam waktu yang lama.  

Bulying di Tengah Kehidupan Peserta Didik

Arus informasi yang begitu deras membuat segala sesuatu lebih instan untuk dilakukan.  Contoh - contoh bullying berkembang begitu cepat di media sosial. Vedeo- vedeo bullying yang disajikan secara cepat dari berbagai media telah disalahartikan oleh peserta didik. Mereka menganggap bahwa adegan itu bukan untuk dijauhi, akan tetapi untuk dipraktikkan. Kegagalan mengambil pesan yang disampaikan oleh vedeo bullying  di media sosial telah menambah kasus pembuliyan di negeri ini. 

Ada pengalaman penulis yang tidak mengenakkan bagi kasus bullying yang ada di sekolah.  Pada saat program P5 dalam Kurikulum Merdeka dengan tema menjauh dari tindakan bullying. Para siswa diminta untuk membuat vedeo tentang  tidak boleh adanya bullying di sekolah. Namun yang terealisasi dari program tersebut banyak peserta didik membuat vedeo tentang pembuliyan. Mereka menjadikan temannya yang culun dan aneh dengan penampilan di luar kebiasaan kemudian mereka melakukan bullying secara sistematis dengan tujuan tertentu.  Sekilas dipahami bahwa  pesan yang ingin disampaikan adalah " Tidak Boleh Ada Bulying" namun yang terjadi bulying tersebut malah diparktikkkan dalam kehidupan nyata. 

Selanjutnya, peserta didik  juga memanfaatkan teknologi informasi untuk membuat group atau kelompok  di media sosial. Media tersebut  berupa grup WhatsApp, Instagram dan Telegram. Semua aplikasi tersebut memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk  menjalin hubungan sesaat. Awal dibentuk group tersebut hanya untuk share informasi penting tentang  pembelajaran. 

Namun perlahan group yang dibentuk oleh peserta didik  berubah fungsi menjadi media bullying.  Ketika mereka berkumpul dalam satu rumpun yang sama, artinya status sosial sama, status ekonomi sama serta status lainya yang memberikan rasa aman dan nyaman di grup yang mereka bentuk.

Selain  itu, penulis yang selama ini bergelut dengan generasi Z ini memberikan sebuah pengalaman menarik tentang bulying yang berlangsung di kalangan peserta didik.  Ada rasa narsisme yang muncul ketika mereka berada dalam komunitas yang sudah dibentuk. Kelompok atau grup yang dibentuk untuk menjaga sesama , muncul rasa empati dan simpati sesama kelompok. 

Mula - mula mereka  saling mendukung untuk sesama. Namun ketika ada pihak lain yang mengusik kelompok tersebut, maka rasa solidaritas akan muncul untuk mempertahankan nama kelompok. Di Sinilah bibit - bibit bulying mulai mekar dan berkembang hingga berdampak luar biasa' bagi peserta didik. 

Sumbangsih Guru terhadap Bullying di Sekolah

Guru adalah jalan utama menuju ilmu, filosofi ini memberikan makna antara ilmu dian guru tidak bisa dipisahkan. Dalam keseharian guru sering disebut sebagai ilmu berjalan di ruang - ruang bersekat. Peran guru dalam mengaplikasikan ilmu pada peserta didik adalah sesuatu yang senyawa . 

Setiap guru yang sudah mendapatkan izin untuk mengampu mata pelajaran di sekolah tentunya mempunyai sikap - sikap positif yang bermanfaat bagi peserta didik. Guru sebagai role model bisa dilihat pada contoh teladan yang dimiliki , sehingga guru lebih layak ditiru dan digugu. 

Sebagai orang yang ditiru dan digugu , guru sudah pasti menyiapkan diri dalam hal bersikap dan mengajar.    Mengajar itu bisa dilakukan oleh siapa saja. Akan tetapi khusus " Mendidik" hanya dimiliki oleh guru. Hal ini tidak boleh ditawar lagi dalam kehidupan belajar di sekolah. 

Ada dua hal yang mendominasi pembelajaran yang diberikan guru kepada peserta didik. Pertama, tindakan yang dipakai guru sebagai media atau sumber pembelajaran. Sedangkan  yang kedua, adalah bahasa yang digunakan sebagai alat untuk menyampaikan informasi pengetahuan kepada peserta didik Tindakan adalah semua tindak- tanduk yang dimiliki guru dalam mengayomi peserta didik. Tindakan ini bersifat positif dan mampu menberi efek kepada peserta didik. Hal ini tidak berlaku tegak lurus seperti yang diajarkan oleh Kihajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia.

Masih banyak tindakan yang dilakukan guru dalam mencapai tujuan pendidikan yang seyogianya baik, namun malah memunculkan hal yang bersifat bulying. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan guru terhadap peserta didik  saat memberikan ganjaran )denda ketika mereka melagggar. Hal ini tidak perlu dibarengi dengan contoh , karena masih sangat kentara dalam dunia pendidikan Indonesia. 

Ganjaran/denda atau lainnya yang diberikan guru dalam bentuk tindakan pada peserta didik yang melagggar adalah bentuk contoh tentang bullying yang tersimpan di alam bawah sadar peserta didik.. Bagi peserta didik yang kehidupan nya sudah biasa hal seperti itu masih dianggap normal. Akan tetapi, bagi peserta didik yang dibesarkan dengan sopan santun dan budaya menghargai sesama itu dianggap sebagai tindakan bullying.

Sebenarnya sebagai guru yang mengemban tugas mulia ini harus betul- betul memahami permasalahan yang  sudah diuraikan di atas. Intinya sebagai guru ,mereka harus menjadi palang pintu terhadap  bullying yang ada di sekolah. Mereka harus berada di garda terdepan pada gerbang utama pendidikan dalam menghadapi tindakan bullying. Hal ini hanya bisa terjadi dengan menjadikan dirinya sebagai contoh teladan bagi peserta didik. 

Selanjutnya, guru sebagai fasilitator dalam mengajar dan membetuk karakter peserta didik pasti menggunakan bahasa sebagai katalisator. Berbicara bahasa sebagai media berarti mengulas peran bahasa yang berhubungan dengan pikiran dan perasaan. 

Sudah cukup banyak berita viral tentang pembunuhan guru oleh siswa atau sebaliknya dimunculkan oleh penggunaan bahasa dalam bersikap untuk menanggpi suatu peristiwa atau insiden yang terjadi. Kekerasan dengan menggunakan bahasa verbal cukup sering dilakukan oleh guru terhadap peserta didik. 

Kadang - kadang guru tidak sadar bahwa Ia sudah melakukan kekerasan verbal terhadap peserta  didik. Menurut sebagian guru hal yang mereka lakukan adalah sudah biasa, sudah berlaku umum dan tak perlu diributkan. Kekerasan seperti ini yang dianggap sepele sesunggunya guru tersebut sudah mewarisi secara permanen sikap - sikap bullying kepada peserta didik.

Pelecehan dengan menggunakan bahasa verbal yang dilakukan oleh guru kepada peserta masih sering terjadi baik dengan menghina pada bentuk tubuh  (Body shaming) atau dengan bahasa bahasa yang lembut tapi membunuh karakter peserta didik. Peristiwa penggunaan bahasa verbal dalam pembelajaran yang dilakukan guru harus menjadi perhatian pemerintah khususnya Dinas Pendidikan yang bersentuhan langsung dengan sikap pembuliyan yang dilakukan guru pada pada peserta didik.


Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun