Sebenarnya sebagai guru yang mengemban tugas mulia ini harus betul- betul memahami permasalahan yang sudah diuraikan di atas. Intinya sebagai guru ,mereka harus menjadi palang pintu terhadap bullying yang ada di sekolah. Mereka harus berada di garda terdepan pada gerbang utama pendidikan dalam menghadapi tindakan bullying. Hal ini hanya bisa terjadi dengan menjadikan dirinya sebagai contoh teladan bagi peserta didik.Â
Selanjutnya, guru sebagai fasilitator dalam mengajar dan membetuk karakter peserta didik pasti menggunakan bahasa sebagai katalisator. Berbicara bahasa sebagai media berarti mengulas peran bahasa yang berhubungan dengan pikiran dan perasaan.Â
Sudah cukup banyak berita viral tentang pembunuhan guru oleh siswa atau sebaliknya dimunculkan oleh penggunaan bahasa dalam bersikap untuk menanggpi suatu peristiwa atau insiden yang terjadi. Kekerasan dengan menggunakan bahasa verbal cukup sering dilakukan oleh guru terhadap peserta didik.Â
Kadang - kadang guru tidak sadar bahwa Ia sudah melakukan kekerasan verbal terhadap peserta  didik. Menurut sebagian guru hal yang mereka lakukan adalah sudah biasa, sudah berlaku umum dan tak perlu diributkan. Kekerasan seperti ini yang dianggap sepele sesunggunya guru tersebut sudah mewarisi secara permanen sikap - sikap bullying kepada peserta didik.
Pelecehan dengan menggunakan bahasa verbal yang dilakukan oleh guru kepada peserta masih sering terjadi baik dengan menghina pada bentuk tubuh  (Body shaming) atau dengan bahasa bahasa yang lembut tapi membunuh karakter peserta didik. Peristiwa penggunaan bahasa verbal dalam pembelajaran yang dilakukan guru harus menjadi perhatian pemerintah khususnya Dinas Pendidikan yang bersentuhan langsung dengan sikap pembuliyan yang dilakukan guru pada pada peserta didik.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 LhokseumaweÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H