Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
"Pendidikan adalah Seni untuk Menjadikan Manusia  Berkarakter"
Sejak awal pembelajaran Tahun 2022  dunia pendidikan Indonesia  melakukan sebuah gebrakan berani  yaitu mengubah  sistem pendidikan dari Kurikulum  Tahun 2013 menjadi Kurikulum Merdeka atau sering disingkat dengan (Kurma).
Tema besar  yang menggema dalam sistem pendidikan adalah Merdeka Belajar. Namun pertanyaan menggelitik dari tema tersebut sudah terpampang jelas di judul tulisan ini yaitu " Merdeka Belajar atau Merdeka dari Belajar"
Dalam UUD 1945 alinea ke-4 terdapat kalimat "Mencerdaskan kehidupan bangsa" merupakan tujuan pendidikan nasional yang menggambarkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mendidik dan menyamaratakan pendidikan ke seluruh penjuru Indonesia agar tercapai kehidupan berbangsa yang cerdas.Â
Merujuk pada dasar kebijakan pemerintah dalam mewujudkan kecerdasan kehidupan bangsa  melalui lembaga pendidikan yang telah diberikan kewenangan penuh untuk menindaklanjuti hal tersebut.Â
Pertanyaan mendasar muncul untuk menanggapi hal di atas, Apakah melalui aplikasi  tujuan pendidikan tersebut  para pembelajar hari ini sudah merdeka dalam belajar? Atau pertanyaan tambahan yang mendera pikiran penulis bagaimana sebenarnya konsep merdeka belajar yang didengungkan oleh Menteri pendidikan Indonesia Melalui  Penerapan Kurikulum Merdeka?
Berdasarkan konsep aslinya, Kurikulum Merdeka Belajar adalah sebuah konsep yang bertujuan  memberikan kebebasan kepada para peserta didik untuk mengatur dan mengembangkan cara belajar mereka sendiri secara mandiri. https://kabar24.bisnis.com/read/20220209/15/1498640/nadiem-kenalkan-4-konsep-merdeka-belajar-ke-perhelatan-g20
Konsep merdeka yang dimaksud adalah sebuah kebebasan yang dimiliki siswa dalam proses belajar. Artinya, ada kebebasan yang dihembuskan secara sistematis untuk siswa dalam mengatur cara belajar secara mandiri. Lalu dimanakah perbedaan yang dimiliki oleh Kurikulum 2013?Â
Mari kita tinggalkan ada tidaknya perbedaan antara Kurikulum Tahun 2013 dan Kurikulum Merdeka. Mengacu pada tujuan pendidikan yang telah dipaparkan pada awal paragraf dari tulisan ini. Pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap hak - hak warga negara dalam memperoleh pendidikan  harus menjadikan prioritas utama dalam membangun sistem pendidikan  saat ini. Â
Dalam hal ini pemerintah telah mewujudkan niat baik untuk kelangsungan tujuan pendidikan. Ini dibuktikan dengan alokasi anggaran pendidikan Tahun 2024 sebanyak Rp. 97 Triliun, bahkan Kemendikbud Ristek menduduki peringkat Ke - 4 yang menyerap dana terbesar setelah lembaga Kejaksaan.Â
Berdasarkan alokasi tersebut sudahkah para pembelajar dan guru Indonesia merdeka dalam belajar dan mengajar  jika dilihat dari konsep  kemerdekaan berkeadilan?
Investasi Pihak Swasta dalam Pendidikan IndonesiaÂ
Terdapat hal yang luar biasa dalam pemerolehan pendidikan bagi warga negara. Â Misalnya, pemerintah memberikan akses yang luar biasa kepada pihak swasta dalam mengelola pendidikan.Â
Investasi secara besar-besaran yang dilakukan oleh pihak swasta atau yayasan dalam pengelolaan pendidikan memunculkan masalah baru dalam pendidikan kita. Pada tahap ini pihak swasta mengambil peran yang luar biasa dengan melakukan investasi pendidikan secara berkelanjutan dan permanen. Sudah menjadi rahasia umum bahwa  setiap modal yang dikeluarkan tentunya ada keuntungan besar yang diharapkan dari sebuah investasi.Â
Mari  bercermin pada kasus kasus pemerataan pendidikan, berapa banyak yayasan atau pihak swasta diberikan hak mengelola pendidikan dengan kualitas luar biasa. Sekolah mereka jadi idola bagi orang tua siswa dan masyarakat.
Hasil yang baik didapatkan oleh siswa dan orang tua siswa pastinya sangat ditentukan oleh  pembelajaran, guru, dan kualitas input siswa yang luar biasa. Mereka dan lembaganya sudah merajai setiap event atau kompetisi pendidikan baik tingkat sekolah, maupun perguruan tinggi.
Kasus- kasus ini telah mendegradasi sekolah dan perguruan tinggi negeri dengan pengelolaan  sistem pendidikan yang mengandalkan  alokasi  Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Para peserta didik yang orang tuanya mempunya pendapatan lebih dapat menikmati dan belajar di sekolah hebat tersebut.Â
Sedangkan yang berada  pada tahap rata rata dan di bawah standar terpaksa melabuhkan pikirannya pada sekolah sekolah negeri dengan standarisasi yang sudah dipahami secara umum. Inikah yang dimaksud dengan Merdeka Belajar atau Merdeka dari Belajar untuk siswa yang kurang beruntung dari segi ekonomi.Â
Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Berbasis Zonasi
Hampir setiap tahun  program Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) memunculkan kontroversi yang luar biasa.  Pihak terkait sebenarnya tidak pernah belajar dari masalah yang muncul. Kalaupun ada, penyelesaian  yang diberikan bukan pada penyebab munculnya masalah namun lebih kepada efek dari munculnya masalah khususnya berkaitan dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Secara nasional hampir tiap tahun masalah ini muncul terutama yang berhubungan dengan sistem zonasi. Carut-marut yang mulai dari pendataan, pendaftaran, pengumuman, sampai pada penggunaan aplikasi yang sering error. Masa sih ada pengumuman kelulusan siswa baru pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)  melalui beberapa episode? (ini luar biasa mengecewakan orang tua dan siswa serta  memalukan)
Selain itu, sistem zonasi juga menuai kontroversi yang luar biasa  sampai Bapak Presiden Republik Indonesia Ir.Joko Widodo  mengatakan bahwa sistem PPDB jalur zonasi perlu ditinjau ulang. "Nasib penerimaan peserta didik baru (PPDB) sistem zonasi yang menuai polemik di masyarakat kini dalam pertimbangan Presiden Joko Widodo (Jokowi)"."https://news.detik.com/berita/d-6869923/nasib-ppdb-zonasi-dalam-pertimbangan-jokowi
Kasus- kasus lainpun bermunculan dari sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi ini seperti yang beredar di media sosial, ada orang tua siswa yang  anaknya tidak lulus di sekolah X terpaksa harus mengukur dengan meteran jarak antara sekolah dengan rumahnya. Â
Ada keinginan siswa yang ingin belajar di sekolah negeri  favorit tidak mempunyai kesempatan, karena dihalangi zonasi. Bukankah merdeka belajar itu memberikan kebebasan kepada siswa untuk bebas menentukan cara belajar dan tempat belajar?  Hal ini seperti paradok antara merdeka belajar dengan kesempatan belajar. Atau mungkin ini juga bagian dari merdeka belajar.  Kalau jawabannya "Ya" berati ini merdeka belajar yang tidak merdeka...luar biasa..!
Dampak lain yang muncul dari sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)  jalur zonasi adalah ada sekolah yang sama sekali tidak mendapatkan siswa baru untuk tahun pelajaran 2023/2024. Sampai ada kepala sekolah yang menangis, karena tak ada satupun siswa baru di sekolahnya. Luar biasa... Sesungguhnya kita sedang mengurus pendidikan  atau sedang bermain drama?Di sini kemerdekaan memilih sekolah sudah dihadang sistem zonasi. Lagi- lagi  logika berpikir diuji dengan merdeka belajar atau merdeka dari belajar.Â
Sosialisasi Kurikulum Merdeka
Penerapan Kurikulum Merdeka pada sistem pendidikan Indonesia saat ini seperti sesuatu yang dipaksakan. Hal ini bukan berati subtansi dari kurikulum merdeka tidak berkualitas, namun dari segi penerapan terkesan terburu-buru.Â
Membaca sekilas tentang kurikulum tersebut, harus diakui bahwa itulah kurikulum yang cocok dan sesuai dengan karakteristik peserta didik Indonesia. Hasil dari penerapan ini akan  terlihat sepuluh tahun ke depan setelah  peserta didik menjadi pemimpin di negeri ini. Jika di masa akan datang mereka berkarakter baik pada saat memimpin, maka kurikulum ini layak dijadikan acuan dalam sistem pendidikan Indonesia. Hal ini terlihat dari profil  pelajar pancasila yang diemban oleh kurikulum ini.Â
Penerapan Kurikulum Merdeka secara terburu - buru membuat kurikulum ini seperti stagnan (jalan di tempat) artinya para guru belum mendapatkan pelatihan secara serentak tentang kurikulum ini tapi realisasinya sudah dilakukan. Tentunya pasti kontroversi muncul bahwa pelaksanaan secata daring tentang kurikulum ini sangat masif dilakukan.Â
Hal ini  dapat diukur dengan berapa banyak sih guru kita yang melek informasi dan teknologi. Suatu hal yang terlintas di pikiran para guru kita tentang pelatihan adalah sebuah kegiatan tatap muka yang menghadirkan instruktur dan materi yang disajikan dalam ruang dan masa tertentu .Â
Efek kurang maksimalnya sosialisasi  tentang Kurikulum Merdeka dan dilandasi dengan lemahnya literasi para guru terhadap perkembangan kurikulum. Menjadikan pembelajaran terganggu dan berdampak pada hasil belajar siswa pada fase tertentu. Bahkan kategori penerapan ada  sekolah yang baru Tahun 2024 mulai menerapkan dan ada yang sudah secara mandiri.Â
Simpulan.
Terdapat  paradog  berpikir dalam mewujudkan tujuan pendidikan Indonesia saat ini adalah pada bagian kesamaan memperoleh hak belajar  bagi warga negara tanpa melihat status sosial, budaya, agama dan suku. Di lain pihak, pemerintah memberikan akses yang luar biasa kepada pihak swasta untuk melakukan investasi di bidang pendidikan dengan mengharapkan keuntungan besar.
Hal ini telah menjadikan sekolah- sekolah swasta jadi idola para orang tua siswa yang berpenghasilan tinggi. Â Sementara itu, pihak swasta meraup keuntungan luar biasa tentunya mereka lebih bebas leluasa dari pajak yang tinggi karena berlindung di balik pendidikan. Â
Selanjutnya, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)  dengan sistem zonasi juga telah mencabut kemerdekaan siswa yang seharusnya merdeka dalam menentukan tempat belajar, namun dihadang oleh zonasi membuat mereka merdeka dari  belajar. Wallahualambissawab...
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 LhokseumaweÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H