Secara nasional hampir tiap tahun masalah ini muncul terutama yang berhubungan dengan sistem zonasi. Carut-marut yang mulai dari pendataan, pendaftaran, pengumuman, sampai pada penggunaan aplikasi yang sering error. Masa sih ada pengumuman kelulusan siswa baru pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)  melalui beberapa episode? (ini luar biasa mengecewakan orang tua dan siswa serta  memalukan)
Selain itu, sistem zonasi juga menuai kontroversi yang luar biasa  sampai Bapak Presiden Republik Indonesia Ir.Joko Widodo  mengatakan bahwa sistem PPDB jalur zonasi perlu ditinjau ulang. "Nasib penerimaan peserta didik baru (PPDB) sistem zonasi yang menuai polemik di masyarakat kini dalam pertimbangan Presiden Joko Widodo (Jokowi)"."https://news.detik.com/berita/d-6869923/nasib-ppdb-zonasi-dalam-pertimbangan-jokowi
Kasus- kasus lainpun bermunculan dari sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi ini seperti yang beredar di media sosial, ada orang tua siswa yang  anaknya tidak lulus di sekolah X terpaksa harus mengukur dengan meteran jarak antara sekolah dengan rumahnya. Â
Ada keinginan siswa yang ingin belajar di sekolah negeri  favorit tidak mempunyai kesempatan, karena dihalangi zonasi. Bukankah merdeka belajar itu memberikan kebebasan kepada siswa untuk bebas menentukan cara belajar dan tempat belajar?  Hal ini seperti paradok antara merdeka belajar dengan kesempatan belajar. Atau mungkin ini juga bagian dari merdeka belajar.  Kalau jawabannya "Ya" berati ini merdeka belajar yang tidak merdeka...luar biasa..!
Dampak lain yang muncul dari sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)  jalur zonasi adalah ada sekolah yang sama sekali tidak mendapatkan siswa baru untuk tahun pelajaran 2023/2024. Sampai ada kepala sekolah yang menangis, karena tak ada satupun siswa baru di sekolahnya. Luar biasa... Sesungguhnya kita sedang mengurus pendidikan  atau sedang bermain drama?Di sini kemerdekaan memilih sekolah sudah dihadang sistem zonasi. Lagi- lagi  logika berpikir diuji dengan merdeka belajar atau merdeka dari belajar.Â
Sosialisasi Kurikulum Merdeka
Penerapan Kurikulum Merdeka pada sistem pendidikan Indonesia saat ini seperti sesuatu yang dipaksakan. Hal ini bukan berati subtansi dari kurikulum merdeka tidak berkualitas, namun dari segi penerapan terkesan terburu-buru.Â
Membaca sekilas tentang kurikulum tersebut, harus diakui bahwa itulah kurikulum yang cocok dan sesuai dengan karakteristik peserta didik Indonesia. Hasil dari penerapan ini akan  terlihat sepuluh tahun ke depan setelah  peserta didik menjadi pemimpin di negeri ini. Jika di masa akan datang mereka berkarakter baik pada saat memimpin, maka kurikulum ini layak dijadikan acuan dalam sistem pendidikan Indonesia. Hal ini terlihat dari profil  pelajar pancasila yang diemban oleh kurikulum ini.Â
Penerapan Kurikulum Merdeka secara terburu - buru membuat kurikulum ini seperti stagnan (jalan di tempat) artinya para guru belum mendapatkan pelatihan secara serentak tentang kurikulum ini tapi realisasinya sudah dilakukan. Tentunya pasti kontroversi muncul bahwa pelaksanaan secata daring tentang kurikulum ini sangat masif dilakukan.Â
Hal ini  dapat diukur dengan berapa banyak sih guru kita yang melek informasi dan teknologi. Suatu hal yang terlintas di pikiran para guru kita tentang pelatihan adalah sebuah kegiatan tatap muka yang menghadirkan instruktur dan materi yang disajikan dalam ruang dan masa tertentu .Â
Efek kurang maksimalnya sosialisasi  tentang Kurikulum Merdeka dan dilandasi dengan lemahnya literasi para guru terhadap perkembangan kurikulum. Menjadikan pembelajaran terganggu dan berdampak pada hasil belajar siswa pada fase tertentu. Bahkan kategori penerapan ada  sekolah yang baru Tahun 2024 mulai menerapkan dan ada yang sudah secara mandiri.Â