Kesalahan dan kekurangan yang terjadi hanyalah karena minimnya ilmu dan hilangnya sifat bijak dalam memenuhi kebutuhan baik yang bersifat materi dan non-materi.
Pokok dari tulisan ini tidak mengangkat pembahasan hati dan perasaan yang lebih mendalam, karena sejauh hemat penulis, langkah awal adalah menghilangkan kesalah pahaman dari kaum Hawa dan memangkas jalan kekeliruan dari kaum Adam dalam menyikapi dan mengimplementasikan sunnah agung, poligami itu.
Perkara yang menjadi pembahasan adalah bagaimana berpoligami dan batasan poligami mana yang sesuai syariat. Jangan sampai hanya karena dorongan nafsu tanpa melihat kemampuan dan kematangan dalam segala aspek sehingga satu sunnah Nabi yang begitu mulia itu dicela karena jeleknya pelaku yang mempraktekkannya atau sunnah itu dibenci hanya karena dorongan cinta istri ke suami sehingga mengalahkan cinta kepada Nabi saw dan sunnahnya.Â
Akhir kata, poligami adalah sebuah institusi pernikahan yang dilebarkan sayapnya. Hanya saja ada aturan dan sederet  kewajiban yang mesti dipenuhi dalam melakukannya. Sebagaimana akhir dari ayat ketiga Surat An Nisa itu, "zdalika adna al-laa ta'uwluw." Maksudnya, yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."
Hal ini mengindikasikan bahwa, jika pernikahan poligami dilakukan tidak dengan cara yang benar maka akan terjadi aniaya dan kezaliman kepada hak-hak istri lainnya atau bahkan semua istri dan semua keluarga besar baik di pihak lelaki atau suami dan semua keluarga istri.Â
Namun sebaliknya, jika dilakukan dengan cara yang benar itulah yang perintahkan. Maka, dari poligami ini akan menghasilkan kemanfaatan yang luar biasa besarnya. Wallahu alam bishawab.Â
Semoga bermanfaat (Follow, like, komen)
_________________________
Dalam perjalanan menuju Kendari, Sulawesi Tenggara.
15 Ramadhan 1440 H
20 Mei 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H