Mohon tunggu...
Mujib AlMarkazy
Mujib AlMarkazy Mohon Tunggu... Guru - Hidup mulia atau mati dalam perjuangan mencari ridho Allah

Guru Ngaji di Pedesaan, yang penting Allah ridho untuk bekal akhirat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pesantren Pra dan Pasca Kemerdekaan

18 Mei 2019   16:01 Diperbarui: 18 Mei 2019   16:05 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Islam di tanah Jawa mulai menguat adalah dari dakwahnya para wali Songo. Setiap para wali itu memiliki murid yang datang untuk belajar. Penampungan untuk para santri telah ada walaupun seadanya. Kita saksikan tonggak utama perjuangan Rasulullah saw., adalah para 'santri' beliau yang begitu antusias untuk memahami agama. Sampai ada salah satu lantai khusus di Masjid Nabawi tempat i'tikaf dan mukimnya para penuntut Ilmu itu. Tempat itu bernama Shuffah, sehingga penghuni yang mendiami Shuffah itu bergelar Ashabu Shuffah. Abu Hurairah ra., adalah salah satu santri di Ashabu Shuffah itu. 

Sekarang coba saudara sekalian jalan ke wilayah Indonesia timur, silahkan cari pondok pesantren yang berumur ratusan tahun. Tidak ada, kalaupun ada di wilayah Sulawesi Tengah, Palu, tepatnya di Kabupaten Donggala bernama pesantren Al-Khairat. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada para Ulama dan Habaib yang ada di dalamnya, pesantren ini didirikan oleh Guru Tua, Habib Idrus bin Salim Aldjufrie pada tahun 1930, pada masa kependudukan Belanda di Indonesia. Dengan adanya pesantren ini telah muncul kaderisasi, tapi untuk menangkal invasi kristenisasi oleh Belanda sudah tidak memadai lagi. Wilayah kerajaan Tidore tidak ada regenerasi pejuang Islam dalam artian mencetak kader ulama. 

Menurut cerita dari guru kami KH. Mukhlisun AR., bahwa pejuang kemerdekaan dahulu semenjak Pangeran Diponegoro ketika pasukan mereka dalam pengejaran oleh Belanda, mereka 'menyusup' ke tengah masyarakat dengan mengajarkan mengaji, baca tulis Al-Qur'an dikemudian hari berkembang menjadi pesantren tua di tanah Jawa. Salah satu pesantren tua di tanah Jawa adalah Pesantren yang didirikan oleh Mbah Siroj di Jawa Tengah di Payaman. Nama Payaman diambil dari kata pengayoman tempat berlatih Suluk, alias mujahadah spiritual Pangeran Diponegoro kala itu. 

Inilah menurut hemat penulis, bahwa penopang alias pasak dari kuatnya Islam di tanah Jawa adalah karena kaderisasi pesantren yang terus di kembangkan. Sedangkan 5 Pesantren tua yang telah berumur sekitar 2 abad yang telah dikenal Indonesia dan terkenal di Pulau Jawa adalah, Pondok Pesantren (PP) Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur yang berdiri sejak 1718 atau 1745 M memang ada dua versi, PP Jamseran di Jawa Tengah yang berdiri sejak 1750, PP Miftahul Huda, di Gading, Malang yang berdiri sejak 1768 M, PP Buntet di Cirebon, Jawa Barat yang berdiri sejak 1785, dan yang terakhir adalah PP Darul Ulum di Banyuanyar, Pamekasan, Madura, Jawa Timur yang berdiri sejak tahun 1787 M. Kaderisasi yang berjalan 2 abad lebih inilah yang menjadi tonggak memperkokoh Islam di tanah Jawa.

3. Ulama Timur vs Ulama Barat

Pada poin ini, penulis hendak menyampaikan tentang cara ulama (tokoh agama) dalam menyampaikan ilmu. Penulis tidak membandingkan tingkat keilmuan dan pendidikan dari ulama atau tokoh agama itu, tapi yang menjadi sorotan penulis adalah cara transfer ilmu dari para tokoh agama baik di timur Indonesia maupun di baratnya. 

Menurut hemat penulis, cara transfer ilmu yang diberikan oleh ulama timur Indonesia lebih tertutup dibandingkan dengan di wilayah barat. Kalau di barat Indonesia pentransferan ilmu dengan metode pembelajaran di pesantren, umum bagi siapa saja yang mau belajar. 

Lain lagi di wilayah timur Indonesia itu.  Pada timur Indonesia transfer Ilmu yang dilakukan oleh tokoh agama cenderung secara kekeluargaan. 

Jika ada orang dari luar keluarga pihak tokoh agama atau orang yang diulamakan itu didatangi para penuntut Ilmu ia relatif cenderung menyuruh orang tersebut untuk menuntut dari wilayah keluarganya terlebih dahulu. Jika tidak ada dari pihak keluarga si penuntut ilmu itu, maka sebelum nasehat atau ilmu agama yang akan diberikan semacam ada syarat tertentu, seperti membawa ayam hitam atau ayam putih kemudian diberikan ilmu agama dan nasehat di tempat yang tertutup, face to face, tidak secara terbuka. 

Kalau disimpulkan singkat tentang metode penyampaian ilmu agama di wilayah timur Indonesia cenderung kekeluargaan, relatif banyak persyaratan, dan face to face alias tertutup. 

4. Perbedaan Mencolok antara generasi pelanjut Ulama Timur dan Barat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun