Bahkan ia terus konsisten berkarya, memberikan pencerahan, dan tetap menginspirasi lewat pemikiran-penikirannya dan berbagai aktivitasnya, baik itu melalui lembaga pendidikan yang ia dirikan bernama Yayasan Pendidikan Muthahari (diambil dari nama salah seorang tokoh pemikir Syiah, Murtada Muthahari), maupun pengajian-pengajian tasawufnya.
Dengan penuh kerendahan hati, ia mengatakan, "Sebagian besar, karena saya sering salahnya daripada benarnya, dan lebih sering tidak tahunya ketimbang tahunya. Ketahuilah, ketika saya salah, waktu itu saya belum tahu benar." Begitu ia menulis dalam kata pengantar bukunya, Meraih Cinta Ilahi: Belajar Menjadi Kekasih Allah.
Sebagai eulogi, dukacita, dan takzim saya, saya menulis epitaf ini di relung hati saya, bahwa sungguh Kang Jalal dan karya-karyanya dalam menebar kebaikan dan pencerahan itu menjadi amal jariah yang pahala kebaikannya akan terus mengalir untuknya dan selalu hidup abadi sepanjang masa.Â
Innama al-mar’u haditsun ba'dahu fakun haditsan hasanan liman wa'a. Sungguh seseorang itu akan meninggalkan kesan setelah kepergiannya, maka jadilah (ciptakan) kesan yang baik bagi yang menyaksikan (mendengarnya)—peribahasa Arab.
Selamat jalan, Kang Jalal. Selamat meraih cinta Ilahi dan menjadi kekasih Allah. Semoga khusnulkhatimah. Tabik. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H