Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Gusti Allah, Sangkan paraning dumadi atawa hurip. Gusti Allah adalah asal muasal sarwa makhluk (hidup) atau hidup ini.
Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat, atau yang kerap dipanggil Kang Jalal, cendekiawan muslim, telah berpulang ke haribaan Allah Yang Mahakuasa, sore ini, Senin, 15 Februari 2021 pukul 15.45 WIB di Rumah Sakit Santosa Internasional Bandung.Â
Jalaluddin Rakhmat, selain dikenal sebagai cendekiawan muslim, dosen Universitas Padjadjaran Bandung, pakar Ilmu Komunikasi, penulis, tokoh pemikir Syiah (karena secara eksplisit, ia tidak mendaku sebagai penganut Syiah), juga belakangan ia sebagai politisi PDIP, dan menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019....
Seperti yang dilansir Kompas.com bahwa meninggalnya Jalaluddin Rakhmat setelah ia dirawat selama 10 hari karena mengidap diabetes dan sempat merasakan sesak napas.Â
Meninggalnya Jalaluddin Rakhmat menyusul istrinya tercinta, Euis Kartini yang lebih dulu meninggal 4 hari yang lalu.
Merujuk Kompas.com, Jalaluddin Rakhmat menempuh pendidikan sarjana di bidang publisistik di Universitas Padjadjaran tahun 1967.
Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan di luar negeri. Jalaluddin Rakhmat memperoleh gelar master di bidang Komunikasi Massa dari Iowa State University dan gelar doktor di bidang politik dari Australian National University.
Pria kelahiran Bandung 29 Agustus 1949 itu tercatat sebagai pengajar di Universitas Padjadjaran sejak tahun 1978 hingga tahun 2014.
Ia juga tergabung sebagai anggota Ikatan Sarjana Komunikasi dan International Communication Association sejak tahun 1982.
Buku karya Kang Jalal yang legendaris dan menjadi rujukan bagi kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi dan Psikologi adalah buku Psikologi Komunikasi. Dalam buku itu, Kang Jalal mengelaborasi secara detail dan komprehensif, bahwa komunikasi dan psikologi itu memliliki hubungan yang sangat erat dan saling berkelindan.Â
Buku Psikologi Komunikasi inilah yang dulu menginspirasi saya menulis skripsi tentang Islam dan konseling.Â
Menurut Kang Jalal, bahwa komunikasi dan hubungan antar pribadi dilihat sebagai proses pemerimaan stimulus oleh alat-alat indra, proses internal yang mengantarkan stimulus dan respons, proses prediksi respons, dan proses peneguhan respons. (Psikologi Komunikasi, 1991, h. 8).
Makanya, pendekatan persuasi itu sangat penting dalam proses komunikasi. "Proses persuasi itu sendiri sebagai proses memengaruhi dan mengendalikan tingkah laku orang lain melalui pendekatan psikologi," tegasnya. (Psikologi Komunikasi, 1991, h. 6)
Selain buku Psikologi Komunikasi, ia juga banyak menulis buku tentang Islam yang moderat, menghargai pluralisme dan toleransi, dan Islam dalam paradigma esoterik atau tasawuf.Â
Kang Jalal itu memang hebat, di samping, memiliki keunggulan dalam bahasa (komunikasi) lisan, juga keunggulan dalam bahasa (komunikasi) tulisan. Keunggulan lisannya setara dan setala, setali tiga uang dengan keunggulan tulisannya.
Saya ingat, bahwa yang menjadi ciri khas Kang Jalal, baik dalam bahasa (komunikasi) lisan maupun tulisan, adalah ia selalu menggunakan kata "Anda" untuk membahasakan lawan bicara atau pembacanya. Â Ia pernah bilang, itu ia lakukan agar lebih dekat dan komunikatif dengan lawan bicara atau pembaca.
Sebut saja buku-buku yang ia tulis, misalnya, Psikologi Agama, Islam Aktual, Islam Alternatif, Islam dan Pluralisme, Renungan-renungan Sufistik: Menyingkap Tabir Kegaiban, Meraih Cinta Ilahi: Belajar Menjadi Kekasih Allah, dan banyak lagi.Â
Ia mendirikan ormas Islam bernama IJABI (Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia). Karena concern (minatnya) terhadap paham dan pemikiran tentang Syiah inilah, terutama bagi yang belum memahami secara baik dan bijak tentang paham dan pemikiran Syiah, Kang Jalal menjadi tokoh Islam yang kontroversial dan sering mendapatkan pengafiran dan perisakan dari kelompok takfiri.
Namun, Kang Jalal tetap bersikap lapang dada, penuh rendah hati, tetap bersahaja, santun, dan selalu tersenyum dalam meresponsnya. Ia tidak terlalu menggubrisnya.Â
Hanya saja, ia ingin tidak ada lagi terjadi fenomena diskriminasi dan kriminalisasi terhadap kelompok minoritas dari latar belakang apa pun secara SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) di Indonesia.
Itulah antara lain latar belakang pemikirannya, kenapa Kang Jalal menapaki langkah dan memilih berkiprah terjun di ranah politik praktis, bergabung dengan PDIP, dan menjadi anggota legislatif (DPR RI) pada komisi VIII.
Bahkan ia terus konsisten berkarya, memberikan pencerahan, dan tetap menginspirasi lewat pemikiran-penikirannya dan berbagai aktivitasnya, baik itu melalui lembaga pendidikan yang ia dirikan bernama Yayasan Pendidikan Muthahari (diambil dari nama salah seorang tokoh pemikir Syiah, Murtada Muthahari), maupun pengajian-pengajian tasawufnya.
Dengan penuh kerendahan hati, ia mengatakan, "Sebagian besar, karena saya sering salahnya daripada benarnya, dan lebih sering tidak tahunya ketimbang tahunya. Ketahuilah, ketika saya salah, waktu itu saya belum tahu benar." Begitu ia menulis dalam kata pengantar bukunya, Meraih Cinta Ilahi: Belajar Menjadi Kekasih Allah.
Sebagai eulogi, dukacita, dan takzim saya, saya menulis epitaf ini di relung hati saya, bahwa sungguh Kang Jalal dan karya-karyanya dalam menebar kebaikan dan pencerahan itu menjadi amal jariah yang pahala kebaikannya akan terus mengalir untuknya dan selalu hidup abadi sepanjang masa.Â
Innama al-mar’u haditsun ba'dahu fakun haditsan hasanan liman wa'a. Sungguh seseorang itu akan meninggalkan kesan setelah kepergiannya, maka jadilah (ciptakan) kesan yang baik bagi yang menyaksikan (mendengarnya)—peribahasa Arab.
Selamat jalan, Kang Jalal. Selamat meraih cinta Ilahi dan menjadi kekasih Allah. Semoga khusnulkhatimah. Tabik. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H