Inilah antara lain hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan campuran. Satu sisi, tidak saja sekadar pencatatan perkawinannya secara sah sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yang harus diperhatikan secara serius.
Tetapi, di sisi lain, juga implikasi dari perkawinan campuran ini, adalah terkait perjanjian perkawinan secara resmi di depan notaris yang secara hukum diakomodasi.
Selain itu, status kewarganegaraan anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan campuran ini juga adalah sangat penting dan harus dicermati sejak awal bagi pasangan suami istri yang melakukan perkawinan campuran.
Bukan apa-apa, karena hal ini kerap luput dari kesadaran dan pengetahuan pasangan suami istri hasil perkawinan campuran setelah dikarunia anak di kemudian hari seperti banyak kasus yang terjadi selama ini. Â Hal ini naga-naganya dianggap hal sepele, tapi realitasnya itu sangat penting dan mendasar.
Ingat, seorang pelajar bernama Gloria Natapradja Hamel (saat itu 16 tahun), seorang peserta Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) di Istana Negara pada peringatan Hari Kemerdekaan RI tahun 2016, yang tiba-tiba dibatalkan bertugas gara-gara ia tercatat Warga Negara Asing (WNA). Karena memiliki paspor negara Prancis.
Dan, sayangnya, ketika berlaku undang-undang yang baru, UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, terabaikan, terlewat, dan tidak diurus status kewarganegaraannya oleh kedua orang tuanya. Padahal di tahun 2010 (usianya 10 tahun), ia bisa memperoleh kewarganegaraan ganda terbatas.
Sekalipun, akhirnya ia dapat bertugas, atas kemurahan dan kebijakan Presiden Jokowi, dalam upacara penurunan Bendera Merah Putih pada sore harinya. Karena kekurangcermatan panitia seleksi dalam proses awal rekrutmennya.
Hal-hal inilah yang harus dipahami oleh pasangan suami istri yang berbeda warga negara. Karena ini bertaut dengan salah satu hak anak yang secara hukum harus mendapat perlindungan, seperti yang sudah diamanatkan dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya dalam undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Belum lagi berkaitan dengan latar belakang sosial, budaya, dan psikologis pasangan suami istri yang sering menjadi kendala di kemudian hari saat mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga.
Itu pun paling tidak harus menjadi perhatian dan memerlukan kesiapan mental bagi pasangan yang akan menikah dengan WNA (baca: Perkawinan Campuran). Demikian. Semoga bermanfaat. Tabik. []