TMI mengarahkan kita pada suatu pertanyaan krusial “kapan kita tahu bahwa kita cukup tahu akan sesuatu?”. Pertanyaan itu disinggung pada poin dua Timing.
2. Timing: OMG TIU Problem
Permasalahan yang “Oh My God, Time Is Up!”, waktu habis. Ini berkaitan dengan waktu, sempurnanya kita inging mengambil keputusan secepat dan seefiesien mungkin. Hal ini karena semakin kita tumbuh dan dewasa, semakin bertambah pula pengetahuan dan pengalaman kita. Untuk sesaat kita tahu preferensi mana yang terbaik untuk kita. Tapi benarkah?
Mengambil keputusan penting biasanya dipenuhi dengan kekhawatiran. Apakah hasilnya baik atau tidak? Sesuai rencana atau tidak? Kita ingin sekali memahami bagaimana cara kerja kehidupan masing-masing. Tapi hanya ada satu kesimpulan tentang pengambilan keputusan untuk tetap diambil yakni sadar akan ketidakpastian (uncertainty).
“Untuk memahami hidup kita perlu melihat kebelakang, tapi sayangnya hidup selalu berjalan ke depan.”-Soren Kierkegaard
Ketidakpastian itu unik. Ia mampu menggerakan manusia dengan pengharapan dan doa. Ketika tidak ada ketidak-pastian, maka pembicaraan pengambilan keputusan sudah tidak bergaung lagi, sebab semua orang tahu apa yang perlu mereka lakukan. Dan pengetahuan itu menjadi fakta yang tidak menarik. Setiap orang tinggal memainkan peran masing-masing. Sehingga, muncul tahap ketiga yakni, penyesalan.
3. Regretting (the Post-Decision Feeling)
Adalah ketidakpastian yang melahirkan harapan dan ekspektasi pada hasil dari sebuah keputusan. Singkatnya, orang akan sangat senang jika hasil sesuai dengan ekspektasi yang mereka simpan. Orang pun akan merasa kecewa jika ekspektasi-ekspektasi itu tidak sesuai dengan apa yang diinginkan.
Maka kembali pada orang yang mengambil keputusan cepat dan orang yang perlu berpikir lama untuk sebuah keputusan. Sebenarnya bagi yang pertama tidak ada keputusan baik, bagi mereka, keputusan yang diambil dianggap “cukup baik” karena tidak ada kesempurnaan yang utuh, (Satisficer). Bagi tipe pengambil keputusan kedua, keputusan yang diambil ingin dimaksimalkan sehingga mencapai kepuasan dengan selalu melihat alternatif dan opsi lain (Maximizer).
Tiga hal yang digarisbawahi agar kita mampu mengambil keputusan yang baik. Mungkin “baik-buruk” dalam mengambil keputusan tidak terlalu akurat, sebab kita tidak benar-benar tahu pasti akan hasil yang dicapai. Tiga permasalah itu jika lahir dalam bentuk pertanyaan: