Mohon tunggu...
Muhsin Nuralim
Muhsin Nuralim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student at UIN Sunan Kalijaga in Religious Studies | English Tutor | Bibliophile

Menulis untuk belajar memahami perspektif lain dan menghargai keberagaman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema dalam Mengambil Keputusan

28 Maret 2022   13:55 Diperbarui: 28 Maret 2022   14:25 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TMI mengarahkan kita pada suatu pertanyaan krusial “kapan kita tahu bahwa kita cukup tahu akan sesuatu?”. Pertanyaan itu disinggung pada poin dua Timing.

2. Timing: OMG TIU Problem

Permasalahan yang “Oh My God, Time Is Up!”, waktu habis. Ini berkaitan dengan waktu, sempurnanya kita inging mengambil keputusan secepat dan seefiesien mungkin. Hal ini karena semakin kita tumbuh dan dewasa, semakin bertambah pula pengetahuan dan pengalaman kita. Untuk sesaat kita tahu preferensi mana yang terbaik untuk kita. Tapi benarkah? 

Mengambil keputusan penting biasanya dipenuhi dengan kekhawatiran. Apakah hasilnya baik atau tidak? Sesuai rencana atau tidak? Kita ingin sekali memahami bagaimana cara kerja kehidupan masing-masing. Tapi hanya ada satu kesimpulan tentang pengambilan keputusan untuk tetap diambil yakni sadar akan ketidakpastian (uncertainty). 

“Untuk memahami hidup kita perlu melihat kebelakang, tapi sayangnya hidup selalu berjalan ke depan.”-Soren Kierkegaard

 

Ketidakpastian itu unik. Ia mampu menggerakan manusia dengan pengharapan dan doa. Ketika tidak ada ketidak-pastian, maka pembicaraan pengambilan keputusan sudah tidak bergaung lagi, sebab semua orang tahu apa yang perlu mereka lakukan. Dan pengetahuan itu menjadi fakta yang tidak menarik. Setiap orang tinggal memainkan peran masing-masing. Sehingga, muncul tahap ketiga yakni, penyesalan.

3. Regretting (the Post-Decision Feeling) 

Adalah ketidakpastian yang melahirkan harapan dan ekspektasi pada hasil dari sebuah keputusan. Singkatnya, orang akan sangat senang jika hasil sesuai dengan ekspektasi yang mereka simpan. Orang pun akan merasa kecewa jika ekspektasi-ekspektasi itu tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. 

Maka kembali pada orang yang mengambil keputusan cepat dan orang yang perlu berpikir lama untuk sebuah keputusan. Sebenarnya bagi yang pertama tidak ada keputusan baik, bagi mereka, keputusan yang diambil dianggap “cukup baik” karena tidak ada kesempurnaan yang utuh, (Satisficer). Bagi tipe pengambil keputusan kedua, keputusan yang diambil ingin dimaksimalkan sehingga mencapai kepuasan dengan selalu melihat alternatif dan opsi lain (Maximizer).

Tiga hal yang digarisbawahi agar kita mampu mengambil keputusan yang baik. Mungkin “baik-buruk” dalam mengambil keputusan tidak terlalu akurat, sebab kita tidak benar-benar tahu pasti akan hasil yang dicapai. Tiga permasalah itu jika lahir dalam bentuk pertanyaan:

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun