Seringkali kita mendengar slogan “you are what you do” atau “kamu adalah apa yang kamu lakukan”. Definisi ini menunjukan bahwa identitas seseorang bergantung pada apa yang dikerjakannya. Jika kegiatan sehari-harimu adalah menulis, bisa dikatakan kamu seorang penulis. Jika kegiatan yang paling sering kamu lakukan membaca, mungkin orang-orang akan melabeli dirimu dengan kutu buku.
Meski pendefinisian diri ini cenderung terlalu menyederhanakan konsep diri yang kompleks, tapi hal itu dapat dibenarkan. Lagipula, kita manusia suka hal-hal praktis dan sederhana. Namun permasalahan dengan sesuatu yang akan kita lakukan ternyata lebih ribet lagi. Proses mental yang tidak disadari saat akan melakukan sesuatu sangat berkaitan dengan cara seseorang memutuskan sesuatu (decision making).
Dalam Video TEDxDanubia dari Mikael Krogerus & Roman Tschappeler berjudul "How to Make Good Decision", terdapat poin-poin penting yang dirasa perlu untuk diketahui. Pada pembukaan presentasi tersebut audiens diberi sebuah pertanyaan “Ketika kamu mau nonton film, katakanlah di netflix, apakah kamu mengalami kesulitan memilih film sampai berjam-jam, atau tidak ada kesulitan sama sekali?”
Fenomena pemilihan terhadap sesuatu sangat dekat dengan keseharian kita. Contoh lain, biasanya kalo kita lagi lapar dan mager ke luar, kita cenderung memilih menu makan apa yang akan kita cicipi berikutnya di onlinefood App bermenit-menit. Malah, kadang kita akhirnya tidak makan atau kembali ke menu makan yang biasa kita makan. Udah cape-cape dan lama milih, eeeh, makannya itu lagi...itu lagi...
Jawaban dari pertanyaan itu menghasilkan dua tipe pengambil keputusan. Namun, keduanya menghadapi dilema masing-masing. Pertama, seseorang yang tidak mengalami kesulitan saat memilih menonton film apa, atau menu makan apa adalah pengambil keputusan yang “buruk”, tapi kabar baiknya mereka selalu puas dengan hasil keputusan itu. Sedangkan tipe kedua adalah mereka yang menentukan akan menonton film dan makan apa hingga terlarut bermenit-menit hingga (mungkin) berjam-jam merupakan pengambil keputusan yang “baik”, tapi kabar buruknya mereka tidak senang dengan keputusan yang diambil karena mereka punya pertanyaan lain dalam benaknya “adakah opsi lain yang lebih baik?”.
Begitulah hidup, rasanya tiap hari selalu ada keputusan yang harus diambil, penting atau tidak, mendesak atau biasa saja. Life is like a never-ending to-do list. Lalu bagaimana menyiasati agar keputusan-keputusan yang kita ambil menghasilkan sesuatu yang “baik”?
Untuk mengambil keputusan perlu disadari tiga permasalah utama, yakni: Persiapan, Waktu, dan Penyesalan (Preparing, Timing, and Regretting).
1. Preparation
Pada tahap ini, kita sebisa mungkin harus mengolah informasi yang ada untuk memutuskan sesuatu. Jika informasi terlalu sedikit, kita akan merasa kebingungan apa yang mesti kita lakukan. Begitupun sebaliknya, informasi terlalu banyak juga sama membingungkannya saat kita tak punya informasi sama sekali. Fenomena kedua disebut “TMI Paradox”- (Too Much Information Paradox)