REVIEW SKRIPSI STUDI PERNIKAHAN ANAK DIBAWAH UMUR DI ERA PANDEMI COVID-19 DESA KEMBANG KARANG DAYA KECAMATAN AIKMEL KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PERNIKAHAN DINI
Pernikahan merupakan suatu kejadian dimana dua orang mempelai dipertemukan secara formal dihadapan penghulu atau kepala agama, para saksi, dan sejumlah hadirin untuk selanjutnya disahkan secara resmi sebagai suami istri melalui ijab qabul. Menurut Duvall dan Miller menikah adalah hubungan yang bersifat suci atau sakral antara pasangan pria dan wanita yang telah berumur cukup dewasa dan hubungan tersebut telah diakui secara sah dalam hukum dan agama. Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian tersebut, bahwa pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga yang telah diakui secara sah oleh hukum dan agama. Negara juga telah mengatur Undang-Undang tentang perkawinan. Pada Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan dimungkinkan apabila laki-laki mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan perempuan sudah berumur 16 (enam belas) tahun.
Menurut Namora Lumongga Lubis pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan pada usia yang terlalu muda. Pendapat Ghifari mengatakan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan pada usia muda. Usia muda yang dimaksud yaitu seseorang yang berusia antara 10-19 tahun dan belum menikah. Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pernikahaan dini atau pernikahan usia muda ialah pernikahan yang dilakukan di bawah usia reproduktif yang juga sudah diatur berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Jumlah pernikahan dini yang terjadi di masyarakat sangatlah berpengaruh terhapad konsep kesejahteraan, jumlah kematian ibu, serta perekonomian keluarga.
Penyebab Pernikahan Dini
Kasus pernikahan dini yang banyak terjadi di masyarakat tentunya disebabkan oleh beberapa faktor. Ada dua faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini yaitu faktor internal (dari dalam diri anak) dan faktor eksternal (dari luar diri anak).
1.Faktor Internal
a.Faktor Pendidikan
Seorang anak yang sering membolos pada saat jam sekolah akan merasa bahwa dirinya sangat bebas, bahkan ada yang mengisi waktunya dengan bekerja. Saat inilah anak akan merasa bahwa dirinya bisa menolong dirinya sendiri. Selain itu, waktu membolos juga memungkinkan anak melakukan hal-hal yang tidak berguna, seperti berhubungan dengan lawan jenis, dan lain sebagainya.
b.Faktor telah melakukan hubungan biologis
Anak yang sudah melakukan hubungan biologis, bahkan jika sampai hamil diluar nikah akan menjadi aib bagi keluarganya. Orang tua perempuan biasanya akan segera menikahkan anaknya, agar aib tersebut tidak menyebar di masyarakat.
2.Faktor Eksternal
a.Faktor Pemahaman Agama
Belajar agama haruslah tuntas dan tidak boleh setengah-setengah, karena dapat menimbulkan kesalahan dalam pemahaman yang benar. Ada sebagian masyarakat yang memahami bahwa ketika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis (berpacaran), maka telah melanggar ketentuan agama dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera menikahkan anaknya.
b.Faktor Ekonomi
Zaman sekarang banyak sekali kasus anak yang terpaksa menikah karena orang tuanya tidak mampu membayar hutang. Orang tua yang memiliki hutang banyak dan tidak mampu membayarnya, maka anak gadisnya diserahkan sebagai alat pembayaran kepada penagih hutang. Setelah anak gadisnya dinikahi, maka hutang-hutangnya dianggap lunas.
c.Faktor Adat dan Budaya
Sebagian daerah di Indonesia masih ada kesepakatan tentang perjodohan. Orang tua yang telah menjodohkan anaknya sejak kecil, biasanya anak tersebut akan dinikahkan pada usia belasan tahun.
Dampak Pernikahan Dini
Terjadinya pernikahan dini disebabkan oleh beberapa faktor yang telah disebutkan sebelumnya. Selain itu, pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur akan membawa dampak bagi anak yang melakukannya. Remaja yang melaksanakan pernikahan dini akan beresiko pada kehamilan dan proses persalinan.
1.Dampak Sosial Pernikahan Dini
Masa remaja merupakan masa dimana seseorang berkesempatan berkumpul dengan teman, mengeksplor diri, mencoba hal-hal baru, dan mencari identitas diri. Seseorang yang menikah dini akan kehilangan kesempatan tersebut, selain itu ia akan dibicarakan oleh teman-temannya maupun masyarakat. Pernikahan dini dapat mengakibatkan remaja berhenti sekolah, sehingga kehilangan kesempatan untuk menuntut ilmu. Perempuan yang kurang akan pendidikan tentunya tidak akan siap untuk menjalankan perannya sebagai istri maupun sebagai ibu. Ibu merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya, jika ibunya tidak berpendidikan bagaimana bisa mendidik anak menjadi baik.
2.Dampak Kejiwaan Pernikahan Dini
Seseorang yang menikah harus memiliki mental yang kuat. Kesiapan dan kematangan mental biasanya belum dicapai pada umur di bawah 20 tahun. Pernikahan dini yang dilakukan seseorang yang belum memiliki kesiapan mental akan mempengaruhi kehidupannya dalam berumahtangga. Remaja yang mental dan emosinya belum matang akan mudah timbul rasa curiga, pertengkaran suami istri bahkan bisa menyebabkan stres. Apabila pada masa pernikahan dini terjadi kehamilan dan secara mental belum matang, maka janin yang ada dikandungannya akan menjadi anak yang tidak diharapkan, dan dapat berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa anak sejak dalam kandungan.
3.Dampak Kesehatan Pernikahan Dini
Pernikahan dini yang menyebabkan kehamilan di usia muda akan berdampak buruk bagi kesehatan, karena rahimnya belum kuat untuk perkembangan janin. Pada kenyataannya remaja tidak secara intelektual siap untuk hamil, namun kondisi yang memaksa dirinya untuk mengakui kehamilan dengan banyakn bahaya yang dapat mengancam nyawanya. Ada beberapa resiko kehamilan yang dapat dialami oleh remaja, diantaranya yaitu:
a.Kurang darah (Anemia) dapat menyebabkan pertumbuhan janin yang lambat dan lahir secara premature.
b.Kurang gizi pada masa kehamilan dapat menyebabkan perkembangan biologis dan kecerdasan janin yang lambat, sehingga bayi lahir dengan berat badan rendah.
c.Preeklamasi dan eklamasi yang dapat mengancam nyawa ibu maupun bayinya.
d.Pasangan yang belum siap menerima kehamilan tak jarang akan menggugurkan kandungannya (aborsi) yang dapat berakibat kematian pada perempuan tersebut.
e.Perempuan yang menikah sebelum usia 20 tahun memiliki resiko yang lebih besar untuk mengidap kanker servik daripada perempuan yang menikah di usia yang lebih tua.
f.Ibu hamil yang usianya dibawah 20 tahun sering mengalami prematuritas (lahir sebelum waktunya). Bayi yang lahir prematur kemungkinan besar akan ada cacat bawaan baik fisik maupun mental, kebutaan dan ketulian.
Solusi Mencegah Pernikahan Dini
Banyaknya kasus pernikahan dini di Indonesia yang berakibat buruk terhadap kehidupan, tentunya harus segera diatasi bagaimana agar masyarakat sadar bahwa pernikahan dini perlu diantisipasi. Terdapat banyak program penanganan pernikahan dini yang dapat diterapkan untuk mengurangi adanya resiko pernikahan dini dan mencegahnya. Berikut beberapa program pencegahan pernikahan dini:
1.Memberdayakan Anak dengan Informasi, Keterampilan, dan Jaringan Pendukung lainnya
Program ini difokuskan pada diri anak dengan mengikuti pelatihan, membangun keterampilan menciptakan lingkungan yang aman, dan mengembangkan jejaring dukungan yang baik. Program ini dilaksanakan agar anak memiliki pengetahuan yang baik mengenai diri mereka dan mereka mampu mengatasi kesulitan sosial dan ekonomi baik dalam jangka pendek mapun jangka panjang. Berikut beberapa program yang telah dilaksanakan sebelumnya:
a.Latihan keterampilan hidup tentang kesehatan, nutrisi, keuangan, komunikasi, negosiasi, pengambilan keputusan, dan tema yang terkait lainnya.
b.Pelatihan keterampilan vokasional supaya anak-anak yang beresiko mengalami pernikahan dini memilliki aktivitas yang berpenghasilan.
c.Pelatihan pengetahuan mengenai kesehatan seksual dan reproduksi.
d.Misi melalui penyebaran data dan intruksi tentang pernikahan anak, sekolah, hak, kesejahteraan seksual dan konsepsi menggunakan berbagai media yang berbeda.
e.Pembinaan dan persiapan kelompok pendamping untuk membantu penyebaran data dan mendukung para remaja perempuan yang terancam pernikahan dini.
2.Mendidik dan Menggerakkan Orang Tua dan Anggota Komunitas
Orang tua memiliki peran penting dalam mendidik anak, keterlibatan orang tua tentunya akan berpengaruh bagi kehidupan anaknya. Anggota komunitas ataupun organisasi juga berpengaruh terhadap kehidupannya. Program yang mencakup sistem ini yaitu:
a.Pertemuan tatap muka dengan wali murid untuk mendapat dukungan.
b.Seminar yang dipimpin oleh pionir daerah setempat.
3.Meningkatkan Akses dan Kualitas Pendidikan Formal bagi Anak
Pendidikan bagi perempuan merupakan salah satu hal yang terkait dengan penundaan masa pernikahan. Pada saat sekolah, anak-anak dapat meningkatkan pengetahuannya, sehingga memungkinkan untuk dapat mengubah perspektif tentang pernikahan dini. Mendukung remaja perempuan untuk melanjutkan sekolah agar kelak dapat menghadapi kehidupan selanjutnya.
Pernikahan Dini di Era Pandemi Covid-19
Masa pandemi covid-19 memang banyak menghadirkan fenomena baru dalam kehidupan. Dunia pendidikan merasakan dampak pandemi covid-19 dimana pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah harus dilakukan secara online atau daring. Sistem pembelajaran daring menuai banyak masalah seperti kesulitan mengakses internet, ketidakmampuan wali untuk menggunakan gadjet, dan lain sebagainya. Pembelajaran yang tidak lagi tatap muka dan hanya mengandalkan absensi kehadiran dan penugasan saja, mengakibatkan para guru tidak bisa memantau peserta didik sepenuhnya. Meskipun guru bisa bertatap muka secara virtual, namun guru tidak dapat memantau peserta didik sepenuhnya seperti peserta didik sedang dimana dan bersama siapa. Kegiatan belajar mengajar yang hanya tatap muka secara virtual saja memberikan kesempatan ruang dan waktu pada anak-anak untuk berpacaran.
Kesibukan orang tua yang bekerja di luar rumah juga menjadi faktor utama, sehingga anak merasa bebas dan tidak ada yang memperhatikan. Ada beberapa orang tua yang memang sengaja menikahkan anaknya dikarenakan kondisi keuangan pada masa pandemi covid-19. Kondisi keuangan yang sangat krisis pada masa pandemi akan membuat orang tua berpikir bagaimana cara mengurangi beban keluarga yang salah satunya dengan menikahkan anak gadisnya. Frekuensi memegang gadjet yang berlebihan juga menjadi penyebab anak-anak melihat konten yang tidak seharusnya. Anak-anak yang sudah kecanduan gadjet akan susah lepas dan tak jarang mengakibatkan dirinya praktik dengan apa yang telah dilihatnya. Jika sudah melakukan praktik yang tidak seharusnya dilakukan, tidak jarang menimbulkan kehamilan diluar nikah, sehingga mendorong pernikahan dini.
Menurut Owena, salah satu aktifis pada bidang pencegahan pernikahan dini di Plan International Indonesia mengatakan bahwa pernikahan anak tidak bisa melawan perilaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bahkan sampai berpisah. Jika sudah berpisah, anak perempuan akan kembali ke rumah dengan membawa anaknya yang masih kecil, dan tentunya akan menambah beban keuangan keluarga. Pernikahan di usia muda bukanlah jawaban yang tepat untuk menghadapu keuangan selama pandemic covid-19, yang mereka yakini bahwa pernikahan merupakan cara untuk membenarkan hubungan dan hanya sumber hasrat.
Banyaknya kasus pernikahan dini harus segera dientaskan dan ditindak lanjuti agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pemerintah, guru, dan orang tua memiliki peran penting dalam menentukan strategi yang digunakan agar dapat mencegah terjadinya pernikahan dini. Guru sebagai pendidik dan pengajar di sekolah harus memperhatikan pengajaran agama dan pendidikan yang baik. Guru juga dapat melaksanakan sosialisasi tentang pernikahan dini dan dampaknya bagi kehidupan berkelanjutan. Pemberian latihan dan teguran dari guru juga berpengaruh agar peserta didik tidak bermalas-malasan belajar, serta dapat mengurangi penggunaan gadjet. Selain guru, orang tua juga harus memantau anaknya ketika menggunakan gadjet, agar tidak melihat hal-hal yang tidak sepantasnya, atau bahkan memposting hal yang tidak senonoh.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah diperbaharui dengan UU Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 pada September 2019 yang pada dasarnya memberikan pencerahan kepada daerah setempat untuk mengurangi kuantitas hubungan di bawah umur. Jika sebelumnya batas uasi menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan, sekarang telah diubah menjadi 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan. Pembaharuan Undang-Undang dilakukan untuk mengamankan hak-hak anak dan membuat pernikahan yang kokoh dan sejahtera. Penetapan peraturan pernikahan tersebut dapat menjadi shock treatment bagi masyarakat, karena kemungkinan ada banyak pertengkaran akibat anak-anak di bawah usia 19 tahun melahirkan tanpa pasangan. Namun, hal itu perlahan akan berubah menjadi peringatan keras bagi orang tua dan anak-anak, karena akan menanggung aib yang luar biasa. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan orang tua agar lebih mendidik anak-anaknya dengan baik dan sopan santun.
Ketentuan usia menikah perempuan sudah diamandemen dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Namun, dalam hal ini masih ada kesempatan bagi anak-anak untuk menikah dengan syarat mengajukan dispensasi kepada pengadilan. Keputusan hakimlah yang menjadi penentu, apakah akan dengan mudah meloloskan anak-anak untuk melakukan pernikahan dini ataupun tidak. Adanya konsistensi dari pemerintah, guru dan orang tua untuk mencegah dan mengantisipasi pernikahan dini akan mengurangi angka pernikahan dini di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H