Mohon tunggu...
Muh Miftakhudin
Muh Miftakhudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hahahihi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menikah Dini Saat Pandemi? Memperkuat Imun Tubuh atau Malah Menambah Problematika?

2 Juni 2023   22:12 Diperbarui: 2 Juni 2023   22:12 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

b.Seminar yang dipimpin oleh pionir daerah setempat.

3.Meningkatkan Akses dan Kualitas Pendidikan Formal bagi Anak

Pendidikan bagi perempuan merupakan salah satu hal yang terkait dengan penundaan masa pernikahan. Pada saat sekolah, anak-anak dapat meningkatkan pengetahuannya, sehingga memungkinkan untuk dapat mengubah perspektif tentang pernikahan dini. Mendukung remaja perempuan untuk melanjutkan sekolah agar kelak dapat menghadapi kehidupan selanjutnya.

Pernikahan Dini di Era Pandemi Covid-19

Masa pandemi covid-19 memang banyak menghadirkan fenomena baru dalam kehidupan. Dunia pendidikan merasakan dampak pandemi covid-19 dimana pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah harus dilakukan secara online atau daring. Sistem pembelajaran daring menuai banyak masalah seperti kesulitan mengakses internet, ketidakmampuan wali untuk menggunakan gadjet, dan lain sebagainya. Pembelajaran yang tidak lagi tatap muka dan hanya mengandalkan absensi kehadiran dan penugasan saja, mengakibatkan para guru tidak bisa memantau peserta didik sepenuhnya. Meskipun guru bisa bertatap muka secara virtual, namun guru tidak dapat memantau peserta didik sepenuhnya seperti peserta didik sedang dimana dan bersama siapa. Kegiatan belajar mengajar yang hanya tatap muka secara virtual saja memberikan kesempatan ruang dan waktu pada anak-anak untuk berpacaran.

Kesibukan orang tua yang bekerja di luar rumah juga menjadi faktor utama, sehingga anak merasa bebas dan tidak ada yang memperhatikan. Ada beberapa orang tua yang memang sengaja menikahkan anaknya dikarenakan kondisi keuangan pada masa pandemi covid-19. Kondisi keuangan yang sangat krisis pada masa pandemi akan membuat orang tua berpikir bagaimana cara mengurangi beban keluarga yang salah satunya dengan menikahkan anak gadisnya. Frekuensi memegang gadjet yang berlebihan juga menjadi penyebab anak-anak melihat konten yang tidak seharusnya. Anak-anak yang sudah kecanduan gadjet akan susah lepas dan tak jarang mengakibatkan dirinya praktik dengan apa yang telah dilihatnya. Jika sudah melakukan praktik yang tidak seharusnya dilakukan, tidak jarang menimbulkan kehamilan diluar nikah, sehingga mendorong pernikahan dini.

Menurut Owena, salah satu aktifis pada bidang pencegahan pernikahan dini di Plan International Indonesia mengatakan bahwa pernikahan anak tidak bisa melawan perilaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bahkan sampai berpisah. Jika sudah berpisah, anak perempuan akan kembali ke rumah dengan membawa anaknya yang masih kecil, dan tentunya akan menambah beban keuangan keluarga. Pernikahan di usia muda bukanlah jawaban yang tepat untuk menghadapu keuangan selama pandemic covid-19, yang mereka yakini bahwa pernikahan merupakan cara untuk membenarkan hubungan dan hanya sumber hasrat.

Banyaknya kasus pernikahan dini harus segera dientaskan dan ditindak lanjuti agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pemerintah, guru, dan orang tua memiliki peran penting dalam menentukan strategi yang digunakan agar dapat mencegah terjadinya pernikahan dini. Guru sebagai pendidik dan pengajar di sekolah harus memperhatikan pengajaran agama dan pendidikan yang baik. Guru juga dapat melaksanakan sosialisasi tentang pernikahan dini dan dampaknya bagi kehidupan berkelanjutan. Pemberian latihan dan teguran dari guru juga berpengaruh agar peserta didik tidak bermalas-malasan belajar, serta dapat mengurangi penggunaan gadjet. Selain guru, orang tua juga harus memantau anaknya ketika menggunakan gadjet, agar tidak melihat hal-hal yang tidak sepantasnya, atau bahkan memposting hal yang tidak senonoh.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah diperbaharui dengan UU Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 pada September 2019 yang pada dasarnya memberikan pencerahan kepada daerah setempat untuk mengurangi kuantitas hubungan di bawah umur. Jika sebelumnya batas uasi menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan, sekarang telah diubah menjadi 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan. Pembaharuan Undang-Undang dilakukan untuk mengamankan hak-hak anak dan membuat pernikahan yang kokoh dan sejahtera. Penetapan peraturan pernikahan tersebut dapat menjadi shock treatment bagi masyarakat, karena kemungkinan ada banyak pertengkaran akibat anak-anak di bawah usia 19 tahun melahirkan tanpa pasangan. Namun, hal itu perlahan akan berubah menjadi peringatan keras bagi orang tua dan anak-anak, karena akan menanggung aib yang luar biasa. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan orang tua agar lebih mendidik anak-anaknya dengan baik dan sopan santun.

Ketentuan usia menikah perempuan sudah diamandemen dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Namun, dalam hal ini masih ada kesempatan bagi anak-anak untuk menikah dengan syarat mengajukan dispensasi kepada pengadilan. Keputusan hakimlah yang menjadi penentu, apakah akan dengan mudah meloloskan anak-anak untuk melakukan pernikahan dini ataupun tidak. Adanya konsistensi dari pemerintah, guru dan orang tua untuk mencegah dan mengantisipasi pernikahan dini akan mengurangi angka pernikahan dini di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun