Dalam hal ini ASKAR yang memerintahkan untuk berbelok juga tidak sepatutnya disalahkan. Saya yakin para ASKAR pun tidak mengira akan terjadi tragedi ini. Dalam bayangan saya, kalau sistem pencegahan otomatis sudah berjalan, ketika para ASKAR memerintahkan jama’ah untuk berbelok, sistem secara otomatis menutup rute dengan palang tertentu dan terdapat tulisan berjalan/ suara yang menyatakan “Rute ini sedang penuh, silahkan bersabar untuk menunggu kepadatan menjadi normal”. Jadi untuk meningkatkan keamanan di jamarat ini penggunaan teknologi mendesak untuk diterapkan.
Bagaimana urutan langkah-langkah untuk merekontruksi kejadian tragedi Mina2015 dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut?
- Mengapa ASKAR menyarankan jama’ah untuk belok?
- Apakah ASKAR tersebut melihat rute tersebut sudah penuh? Jika misal sudah melihat rute penuh, mengapa tetap menyarankan untuk belok?
- Apakah ASKAR memutuskan sendiri dalam membelokkan jama’ah atau ada instruksi?
Ketiga pertanyaan di atas, kalau proses investigasinya benar dan transparan, mungkin bisa mendapatkan kesimpulan bagaimana sebenarnya tragedi ini bisa terjadi. Pertanyaan besarnya adalah: “Jamaah saja bisa melihat rute sudah penuh sehingga menolak untuk dibelokkan, apakah iya para ASKAR tersebut tidak melihat bahwa rute tersebut sudah penuh? ”
Investigasi mendalam juga perlu terhadap kualifikasi ASKAR tersebut, apakah kalau di Indonesia setara dengan SATPAM, Satpol PP, atau Pramuka, atau memang direkrut secara profesional dengan minimal standar tertentu (misal kecerdasan tertentu)? Orang-orang yang direkrut untuk mengawal sistem yang berpotensi kacau seharusnya dipilih orang-orang yang memenuhi standar tertentu, atau setidaknya ada pendamping yang memenuhi standar tersebut, sehingga mampu membuat keputusan mandiri dan cepat ketika berhadapan dengan situasi yang kacau. Kalau di Arab Saudi tidak ada orang profesional yang mau terlibat langsung di jamarat, rasanya banyak orang dari luar yang dengan sukarela akan menjadi tenaga tersebut dengan tidak digaji, menjadi pelayan tamu Allah sekaligus menjadi tamu Allah.
Mudah-mudahan investigasi tragedi Mina 2015 ini dapat transparan, tanpa ada tendensi tertentu untuk memojokkan pihak tertentu tanpa fakta yang jelas dan akurat.
Tambahan:
Kisah penyintas tragedi Mina dari Nigeria, yang masih sejalan dengan saksi hidup yang berasal dari Indonesia dapat dibaca di tautan berikut:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H