Kejadian sebenarnya hanya Allah SWT yang tahu. Tetapi perang opini dengan semata-mata menyalahkan jama’ah dari negara tertentu, atau selalu memojokkan pemerintahan Kerajaan Arab Saudi tanpa disertai fakta yang jelas, kurang bijaksana. Demikian juga mencari-cari kesalahan ASKAR atau memuji-muji ASKAR setinggi langit tidaklah proporsional. Namun sebagai penyelenggara, dan tragedi Mina yang berulang, sudah pada tempatnya Pemerintahan Kerajaan Arab Saudi harus bertanggung jawab penuh atas tragedi ini. Yang diperlukan adalah kita semua berharap investigasi tragedi ini akan transparan, demi untuk perbaikan sistem ke depan.
Saya bukan investigator, saya hanya mecoba merekonstruksi kejadian yang bersumber pada artikel-artikel yang menurut saya masuk akal, saling mengisi, yang berujung munculnya dugaan sementara. Saya lebih memilih artikel yang memuat keterangan dari saksi hidup orang yang mengalami kejadian tersebut, untuk merekonstruksi kejadian. Karena untuk mencari kebenaran lebih lanjut bisa mendapatkan informasi dari orang tersebut. Ada dua artikel yang saya jadikan rujukan, di mana ada cerita dari saksi hidup tragedi Mina 2015 tersebut.
Artikel pertama selengkapnya dapat dibaca pada tautan berikut:
https://news.detik.com/berita/3028550/saksi-mata-askar-belokkan-jemaah-haji-indonesia-ke-204
Bagi yang malas membuka tautan isi artikel tersebut:
Roni Erdianto (34), jemaah haji Indonesia yang tergabung dalam JKS 61, menjadi saksi mata salah satu alasan kenapa kelompoknya banyak tergiring ke jalan 204. Menurut pria asal Purwakarta ini, askarlah yang membelokkan kelompok mereka keluar dari jalan seharusnya.
"Ada 3 orang askar. Aneh sekali. Padahal belok sudah kelihatan berjubel," tuturnya saat ditemui tim Media Center Haji di Maktab 7, Mina Jadid, Jumat (26/9/2015).
Pagi itu ada 8 rombongan dari JKS 61 yang hendak melempar jumroh aqabah. Roni mengatakan dia termasuk ke dalam 3 rombongan awal yang selamat setelah memaksa tetap lurus di jalan King Fahd sesuai dengan peta yang diberikan panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) 2015.
"Pas mau dibelokin kita maksa lurus karena sama rombongan lansia, ada beberapa pakai kursi roda," tuturnya.
Rombongan 4, 8, dan 9 setelah Roni dibelokkan menuju 204. Kemudian 2 rombongan setelahnya dipersilakan lurus karena pada saat itu sudah terjadi tragedi Mina pada pukul 07.30 yang menyebabkan jalan 204 ditutup.
"Sisanya terakhir 2 rombongan selamat karena terlambat tunggu makan terlebih dulu," katanya.
Saksi mata yang juga menjadi korban, Pepep, menceritakan pada saat itu kondisi jemaah itu bertabrakan. Jemaah yang hendak ke jamarat dan jemaah yang pulang dari jamarat.
"Kita berada di antara maktab-maktab yang terkunci. Karena di depan bentrok yang di belakang terus dorong. Saya kebetulan pas di bagian terdepan," tutur Pepep yang bisa melepaskan diri dengan tenaga-tenaga akhirnya.
Pepep mengaku dari 45 orang di dalam rombongannya, hanya tinggal 16 yang kembali ke Maktab 7. Sisanya dia tidak tahu entah ke mana, kemungkinan besar juga menjadi korban tragedi Mina 204.
(gah/tfq)
==
Artikel ke dua, selengkapnya dapat dibaca di tautan:
bagi yang malas membuka tautan ini artikel lengkapnya:
REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH -- Jalan 204 bukan akses untuk jamaah Indonesia menuju lokasi melontar jumrah atau Jamarat di Mina, Arab Saudi. Namun, jamaah dari tiga kelompok terbang (kloter) justru melintas akses tersebut menuju ke Jamarat pada Kamis (24/9) pagi.
Ketua Kloter JKS 61 Aceng Sukandar mengatakan, seluruh jamaah dari kloternya berangkat pada pagi hari karena mengejar waktu utama atau afdol. Seluruh jamaah sudah mengikuti jalur sesuai peta yang diberikan oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.
Peta yang diberikan menunjukkan dua warna, yaitu jalur hijau untuk akses menuju Jamarat dan jalur merah untuk akses kembali ke tenda di Mina. Jalur hijau, yaitu melalui Jalan King Fahd.
"Jalur lurus itu memang untuk jamaah asal Asia," kata Aceng, Jumat (25/9).
Ada delapan rombongan yang berangkat pada Kamis (24/9) pagi. Tiga rombongan berjalan lurus melintasi Jalan King Fahd untuk menuju Jamarat.
"Sudah ada rombongan ketiga yang melntas di jalan lurus itu lalu disetop dan harus berbelok ke kiri, ke jalur orang-orang Afrika," ujar Aceng.
Jamaah yang tergabung dalam tiga rombongan Kloter JKS 61 pun berbelok ke Jalan 223 yang menjadi penghubung antara Jalan King Fahd dan Jalan 204.
"Ada delapan rombongan. Tiga rombongan bisa lewat lurus (Jalan King Fahd), tiga rombongan berbelok, dan dua yang terakhir bisa lurus lagi," kata jamaah Kloter JKS 61, Roni Herdianto (34 tahun).
Dari Jalan 223, jamaah masuk ke Jalan 204. Jalan 204 merupakan akses ke Jamarat yang digunakan oleh jamaah asal Libanon, Iran, Irak, Nigeria, dan Mesir. Ketika masuk ke Jalan 204, menurut Aceng, sudah terjadi kepadatan.
"Itu orang-orang Afrika baru pulang dari Jamarat sedangkan kami mau menuju Jamarat sehingga berpapasan di jalur itu," ujar dia.
Pertemuan jamaah yang telah selesai melontar jumrah aqabah bertemu dan jamaah yang hendak menuju Jamarat menyebabkan kekacauan. Aksi saling dorong terjadi sehingga banyak korban yang terinjak-injak dalam kejadian itu.
==
Saya yakin dengan tingkat kepercayaan 95% atau bahkan 99% bahwa isi kedua artikel tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Dari kedua artikel tersebut tidak terdapat kontradiktif, tetapi saling mendukung. Apalagi kedua artikel tersebut juga relevan dengan para jama’ah Indonesia yang berasal rombongan JKS 61 ini, yang telah insyaa Allah telah menjadi syahid dalam tragedi tersebut yang dirilis secara resmi, di mana jumlahnya tidak bisa dikatakan sedikit dari total jama’ah Indonesia yang berpulang pada tragedi ini. Kesimpulan dari kedua artikel tersebut:
- 3 rombongan awal dari kloter JKS 61 yang membandel tidak mengikuti saran ASKAR untuk berbelok, tidak mengalami tragedi
- Rombongan 4, 8, dan 9 setelah Roni dibelokkan menuju 204, di artikel tidak distate dengan mengalami tragedi atau tidak
- 2 rombongan berikutnya lurus lagi karena di rute yang belok sudah terjadi tragedi
- 2 rombongan berikutnya masih makan di penginapan
Dari 4 pernyataan di atas walaupun tidak distate dengan jelas, secara tersirat dapat disimpulkan bahwa rombongan 4, 8, 9 (yang belok) mengalami tragedi. Yang bandel tidak mengikuti saran ASKAR atau yang terlambat karena masih sarapan malah tidak mengalami tragedi. Di sini semakin memperjelas, bahwa perilaku jama’ah yang nurut, sopan, tidak menjamin jama’ah untuk tidak mengalami tragedi, karena karakteristik sistem prosesi di jamarat memang rentan mengalami kekacauan. Saya hanya ingin menekankan betapa perlunya dikembangkan sistem pencegahan yang dapat berfungsi otomatis, tidak hanya sekedar menghimbau jama’ah untuk tertib, mengikuti aturan dll.
Dalam hal ini ASKAR yang memerintahkan untuk berbelok juga tidak sepatutnya disalahkan. Saya yakin para ASKAR pun tidak mengira akan terjadi tragedi ini. Dalam bayangan saya, kalau sistem pencegahan otomatis sudah berjalan, ketika para ASKAR memerintahkan jama’ah untuk berbelok, sistem secara otomatis menutup rute dengan palang tertentu dan terdapat tulisan berjalan/ suara yang menyatakan “Rute ini sedang penuh, silahkan bersabar untuk menunggu kepadatan menjadi normal”. Jadi untuk meningkatkan keamanan di jamarat ini penggunaan teknologi mendesak untuk diterapkan.
Bagaimana urutan langkah-langkah untuk merekontruksi kejadian tragedi Mina2015 dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut?
- Mengapa ASKAR menyarankan jama’ah untuk belok?
- Apakah ASKAR tersebut melihat rute tersebut sudah penuh? Jika misal sudah melihat rute penuh, mengapa tetap menyarankan untuk belok?
- Apakah ASKAR memutuskan sendiri dalam membelokkan jama’ah atau ada instruksi?
Ketiga pertanyaan di atas, kalau proses investigasinya benar dan transparan, mungkin bisa mendapatkan kesimpulan bagaimana sebenarnya tragedi ini bisa terjadi. Pertanyaan besarnya adalah: “Jamaah saja bisa melihat rute sudah penuh sehingga menolak untuk dibelokkan, apakah iya para ASKAR tersebut tidak melihat bahwa rute tersebut sudah penuh? ”
Investigasi mendalam juga perlu terhadap kualifikasi ASKAR tersebut, apakah kalau di Indonesia setara dengan SATPAM, Satpol PP, atau Pramuka, atau memang direkrut secara profesional dengan minimal standar tertentu (misal kecerdasan tertentu)? Orang-orang yang direkrut untuk mengawal sistem yang berpotensi kacau seharusnya dipilih orang-orang yang memenuhi standar tertentu, atau setidaknya ada pendamping yang memenuhi standar tersebut, sehingga mampu membuat keputusan mandiri dan cepat ketika berhadapan dengan situasi yang kacau. Kalau di Arab Saudi tidak ada orang profesional yang mau terlibat langsung di jamarat, rasanya banyak orang dari luar yang dengan sukarela akan menjadi tenaga tersebut dengan tidak digaji, menjadi pelayan tamu Allah sekaligus menjadi tamu Allah.
Mudah-mudahan investigasi tragedi Mina 2015 ini dapat transparan, tanpa ada tendensi tertentu untuk memojokkan pihak tertentu tanpa fakta yang jelas dan akurat.
Tambahan:
Kisah penyintas tragedi Mina dari Nigeria, yang masih sejalan dengan saksi hidup yang berasal dari Indonesia dapat dibaca di tautan berikut:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H