Pemikiran Protagoras
     Protagoras tidak mengajarkan bidang ilmu khusus apa pun, dia mengajari murid-muridnya pentingnya kewarganegaraan dan tata negara. Dalam pengajarannya, Protagoras menghilangkan berbagai bentuk pengetahuan yang tidak berguna. Protagoras dituduh di Athena sebagai seorang ateis karena sebuah risalah yang dimulai dengan kalimat: "Dari para dewa saya tidak memiliki pengetahuan tentang keberadaan atau ketidakberadaan mereka. Ada banyak hal yang menghalangi kita untuk mencapai pemahaman ini, termasuk ketidakjelasan subjek dan kehidupan manusia yang sangat singkat." Risalahnya dibakar, kemudian dia melarikan diri dengan kapal, yang sayangnya dia dan kapalnya jatuh, tenggelam, dia meninggal pada 416 SM.
     Protagoras menyatakan bahwa manusia merupakan ukuran kebenaran. Pernyataan ini adalah cikal bakal humanism. Pernyataan yg timbul adalah apakah yang dimaksud menggunakan manusia individu tau manusia pada umumnya? Memang dua hal ini menyebabkan konsekuensi yang sangat berbeda. Namun, tidak terdapat jawaban pasti, mana yang dimaksud Protagoras. Selain itu, Protagoras menyatakan bahwa kebenaran itu bersifat subjektif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada ukuran yg mutlak pada etika, metafisika, ataupun agama. Bahkan teori matematika tidak dianggapnya memiliki kebenaran yg mutlak (Suaedi, 2016).
     Mengambil gagasan Heraclitus bahwa segala sesuatu selalu berubah, dan dengan santai memindahkannya ke subjek pemikiran, Protagoras menyimpulkan: "Manusia adalah ukuran dari segalanya, dari segala sesuatu yang ada dan tidak ada", yang diungkapkan oleh Protagoras dengan Pernyataan ini tidak ada standar segala sesuatu kecuali penilaian individu, atau dengan kata lain kebenaran adalah keyakinan masing-masing individu, kebenaran sejati adalah kebenaran subjektif. Bahkan menurut Protagoras, aksioma geometri pun tidak mempunyai nilai objektifnya. Mengapa? Dalam duna yang riil, tidak terdapat garis lurus, dan kurva ideal seperti yang diasumsikan dalam aksioma. Tidak terdapat objek di semesta yang tetap, dan pasti, tentu terdapat perbedaan sekecil apapun dari tiap-tiap 'individu' objek yang kita pikirkan mirip, dan hal -- hal lain ini tidak bisa digeneralisasi (Herho, 2016).
Pemikiran Protagoras tentang Pengenalan
     Dalam buku "Kebenaran" Protagoras menyatakan bahwa "manusia adalah ukuran segala sesuatu: sebagai hal-hal yang ada untuk menjadi ada dan sebagai hal-hal yang tidak ada bahwa mereka tidak ada." Manusia yang dimaksud disini adalah manusia sebagai perseorangan. Jadi mengenali seseorang tergantung pada individu merasakan sesuatu dengan panca indera mereka. Misalnya pada orang sakit, angin dapat terasa dingin pada seseorang. Sebaliknya, bagi orang yang sehat, angin terasa panas. Di sini kedua orang itu adil, karena identifikasi angin didasarkan pada keadaan fisik dan psikologis orang tersebut. Pandangan seperti itu bisa disebut relativisme karena kebenaran didasarkan pada setiap orang yang mengetahuinya.
Pemikiran Protagoras tentang Seni Bertukar Daya Pikir
     Dalam karya lain berjudul "Pendirian-Pendirian yang Bertentangan" (Antilogiai), Protagoras berpendapat bahwa "ada dua posisi yang berlawanan dalam segala hal". Pandangan ini terkait dengan gagasan tentang relativitas pengenalan manusia. Ketika kebenaran didefinisikan oleh semua, disimpulkan bahwa satu posisi tidak lebih adil dari yang lain. Hasil dari ini adalah seni berpidato. Pembicara harus berhasil meyakinkan pendengarnya tentang kebenaran yang dianutnya. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan untuk membuat argumen yang meyakinkan audiens.
Pemikiran Protagoras tentang Negara
     Menurut Protagoras, negara diciptakan oleh manusia. Tujuan pembangunan negara adalah agar manusia terhindar dari ketidakamanan dan kesulitan hidup di alam liar. Dengan demikian, orang membentuk hubungan dengan orang lain dan membentuk negara. Namun kemudian orang menyadari bahwa hidup dengan orang lain tidaklah mudah.Â
     Protagoras mencetuskan bahwa para dewa memberi manusia dua hal untuk hidup bersama. Kedua hal tersebut adalah rasa keadilan (dike) dan rasa hormat terhadap orang lain (aidos). Dengan adanya dua hal tersebut, manusia dapat hidup bersama. Manusia melakukan ini dengan membuat undang-undang atau konstitusi. Oleh karena itu hukum tertentu tidak lebih adil dari hukum yang berhubungan dengannya. Ada undang-undang yang cocok untuk beberapa warga negara tetapi tidak untuk yang lain (Tjahjadi, 2004).
Keterkaitan Tragedi Pengeboman di Turki dengan Filosofi Protagoras