Tuntaskan kasus sesuai prosedur yang sudah ada tanpa kekerasan antarwali santri dan pihak pondok. Tak lupa bekali anak dengan attitude positif. Matangkan pemahaman mengenai konsep antiperundungan sewaktu di rumah, supaya anak tidak menjadi korban ataupun pelaku.
4. "Ah, lebih baik anakku di rumah aja, biar deket orang tua."
Anak merupakan titipan Tuhan, jagalah dia dengan sebaik-baik kemampuan servis orang tua. Hindari terlalu memanjakan anak. Sebab, lima atau sepuluh tahun ke depan, anak akan 'berdiri' dengan kedua kakinya tanpa kita gandeng terus menerus. Lepaskan mereka. Siapkan anak menatap dan jalani masa depannya.
Bagi saya, prinsip memondokkan anak adalah sama menyiapkan kehidupan mereka, saya analogikan roda berputar.Â
Kelak seandainya anak kita temui kehidupan mapan dalam banyak aspek, mereka tidak akan sombong, pelit, dan individual. Melihat orang di bawah mereka, baik segi ekonomi, agama, pendidikan, lingkungan kerja, sosial, dll tidak akan mengangkat dagu sambil sesumbar "Inilah saya".Â
Seolah jika tidak ada dia, maka semuanya tidak ada artinya. Beranggapan kalau dirinya merasa paling hebat. Sebaliknya, saat mereka di posisi bawah atau kurang mampu, tidak akan meminta-minta dengan mempermalukan diri sendiri.Â
Interaksi setiap hari di pondok memicu rasa persaudaraan semakin tinggi.Â
Banyangkan, jika dalam satu kamar terdiri dari 20-30 santri tanpa adanya hubungan darah, berasal dari berbagai daerah dan suku. Terjadi dalam kurun waktu tiga tahun misalnya dari kelas 7-9 atau 10-12 tanpa rolling kamar, pertemanan menjadi persaudaraan. Kisah suka duka sudah dilewati para santri dengan penuh tantangan.Â
Pasca lulus, para alumni santri ini akan terus menjalin silaturohmi satu dengan lainnya. Hal ini tentu berbeda jika anak hanya di rumah dengan intensitas ketemu anggota keluarga yang lebih cenderung miliki karakter dan kebiasaan yang sama.Â
Kapasitas jumlah santri di setiap kamar berbeda-beda, sesuai kondisi pesantren.