Tujuan kehidupan adalah menyesuaikan diri dengan langit dan bumi, dan kembali ke sumber transenden manusia dan dunia. Manusia bukan pemilik tunggal alam semesta, tetapi sebagai bagian keluarga biotik besar.
Namun, holisme tidak berdasar wahyu, lebih peduli bumi ketimbang kepada Tuhan. Hal ini berbeda dengan pandangan ketiga, relasi tawhid yang beranggapan bahwa relasi Tuhan, kosmos, dan manusia adalah bersifat organik. Dengan ilustrasi segitiga, posisi Tuhan sebagai puncak, sedang alam dan manusia sebagai realitas derivatif (turunan).
Menurut Yusuf Qaradhawi, ada tiga tujuan hidup manusia di bumi yakni mengabdi kepada Allah (QS. 51/Adz Dzariyat:56); sebagai khalifatullah di bumi (QS. 2/Al-Baqarah:30, QS. 35/Fathir:39), dan membangun peradaban etis di bumi (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur).
Merujuk konsep teologi Chittick dan Murata di atas, Tawhid merupakan integrasi konsep Tanzih dan Tasybih. Sebuah kesadaran hamba yang merasa tak sebanding (jauh) denganNya (secara dzat, sifat dan sebagainya), dan di sisi lain, ia merasa dekat denganNya karena ia adalah bagianNya (pancaran cahaya Tuhan).
Menurut penulis, fenomena Akejira menunjukkan adanya perbedaan persepsi parapihak, baik masyarakat Tobelo Dalam sendiri, masyarakat pesisir, perusahaan, pemerintah maupun institusi/komunitas lain yang bersentuhan langsung dengan Akejira.
Ekoteologi Akejira dapat dikembangkan melalui pendekatan holistik maupun organis, dan mengeliminasi pandangan reduksionisme dalam mengelola atau menjaga sumber daya (alam maupun manusia) Akejira. Pendekatan holistik dikembangkan pada masyarakat Tobelo Dalam yang masih bertahan dengan 'spiritualitas tak beragama' dan tradisi penghormatan nilai-nilai leluhur.
Pendekatan organis dapat dikembangkan kepada masyarakat Tobelo Dalam yang sudah tersentuh agama agar dalam mengelola bumi, tanah dan air Halmahera beralaskan motif devosi (kebaktian/ibadah) berdasar ajaran agamanya.
Penulis tak memungkiri adanya usaha-usaha pemerintah maupun instistusi keagamaan yang tengah menyuluhkan 'nilai-nilai spiritualitas baru' bagi sebagian masyarakat Tobelo Dalam, dan masyarakat adat lainnya.
Pendekata organis juga dapat dikembangkan pada parapihak lain yang terkait dengan pengelolaan sumber daya Akejira, seperti (aparat) pemerintah, (pegiat/pekerja) korporat, (pegiat) Ornop dan masyarakat pesisir.
Bahwa menjaga dan mengelola Akejira adalah menjaga amanat Tuhan bernama bumi sekaligus menjalankan fungsi devosi/kebaktian atau Hamba Tuhan ('Abdullah). Maka, segala tindakan kelola Akejira tersebut memiliki konsekuensi spiritual, sosial dan ekologi, baik pahala-kebahagiaan-manfaat maupun dosa-bala-mudharat. Wallahu a'lam.
* Pernah termuat di Harian Malut Post, 13 November 2019