Mohon tunggu...
Zidane
Zidane Mohon Tunggu... mahasiswa

hanya seorang mahasiswa kupu kupu

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Rekam Jejak Sejarah Kemalikusalehan & Implementasi lima pilar Kemalikussalehan

11 Desember 2024   23:14 Diperbarui: 12 Desember 2024   00:26 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sejarah dan peninggalan Kerajaan Samudra Pasai (istockphoto/Laude Iqbal)

Menganalisis rekam jejak kemalikusalehan dan implementasi lima pilar kemalikusalehan pada era modern 

Rekam jejak kemalikusalehan berdasarkan kunjungan lapangan

Museum Samudra Pasai di Lhokseumawe, Aceh Utara, merupakan tempat bersejarah yang merekam jejak peradaban Islam di Asia Tenggara, khususnya dari Kerajaan Samudra Pasai. Melalui kunjungan lapangan ke museum ini, ditemukan bukti-bukti nyata yang mencerminkan kemalikusalehan, baik dalam aspek keagamaan, intelektual, maupun kehidupan sosial masyarakat pada masa lalu.

Berdasarkan penjelasan pada saat kunjungan lapangan, Sultan Malik as-Saleh adalah tokoh penting dalam sejarah Islam di Nusantara, dikenal sebagai pendiri Kerajaan Samudra Pasai, kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara. Rekam jejaknya mencerminkan perpaduan antara kepemimpinan visioner, kesalehan spiritual, dan kontribusi terhadap peradaban Islam di kawasan ini. 

Rekam jejak Sultan Malik as-Saleh menunjukkan bahwa ia adalah pemimpin yang tidak hanya membawa perubahan besar bagi wilayahnya, tetapi juga memberikan dampak signifikan bagi perkembangan Islam di Nusantara. Kesalehan, kebijaksanaan, dan kepemimpinannya menjadikannya tokoh yang dihormati dan dikenang sebagai salah satu pendiri peradaban Islam di Asia Tenggara. Sultan Al-Malik As-Saleh juga berakar pada filosofi hidup yang menekankan keseimbangan antara hubungan dengan Tuhan (hablum minallah),manusia (hablum minannas),dan Lingkungan (hablum minal'alam).

Studi kasus implementasi lima pilar kemalikusalehan pada era modern 

Kerajaan Malikusaleh, yang didirikan oleh Sultan Malik al-Saleh pada abad ke-13 di Aceh, Indonesia, dikenal sebagai pusat penyebaran Islam yang kuat di wilayah tersebut. Dalam sejarahnya, pilar-pilar kemalikusalehan yang ditegakkan oleh Sultan Malik al-Saleh tetap relevan untuk diimplementasikan pada era modern, terutama dalam bidang religiusitas, pendidikan, kepedulian terhadap lingkungan, kejujuran, dan toleransi. Berikut adalah studi kasus implementasi lima pilar tersebut di era modern.

1. Pilar Religius: Penguatan Keislaman di Aceh 

Sultan Malik al-Saleh memperkenalkan Islam dengan cara yang damai dan mengedepankan pendidikan agama. Di era modern, penguatan agama Islam di Aceh tetap menjadi salah satu prioritas, baik di level komunitas maupun lembaga pendidikan.  

Implementasi:

- Pendidikan Agama di Masjid dan Pesantren: Masjid dan pesantren menjadi pusat pengajaran agama, mengingatkan masyarakat akan pentingnya mengamalkan ajaran Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh Sultan Malik al-Saleh pada masanya.  

- Program Keagamaan Berbasis Komunitas: Melalui kegiatan seperti pengajian subuh berjamaah, tadarus Al-Qur'an, dan khotbah Jumat, masyarakat di Aceh terus didorong untuk meningkatkan kesalehan pribadi dan kolektif.  

Hasil:

- Meningkatnya kesadaran agama di kalangan masyarakat Aceh.  

- Masjid sebagai pusat ibadah dan kegiatan sosial yang hidup, mencerminkan model yang diterapkan oleh Sultan Malik al-Saleh.  

2. Pilar Pendidikan: Sekolah Islam Terpadu dan Universitas Islam

Pada masa Sultan Malik al-Saleh, pendidikan agama dan pengetahuan ilmiah diajarkan dengan baik. Di era modern, Aceh memiliki berbagai lembaga pendidikan yang mengintegrasikan pengetahuan agama dengan ilmu pengetahuan umum.  

Implementasi:  

- Sekolah Islam Terpadu: Sekolah-sekolah yang menggabungkan pendidikan agama dan akademik, seperti yang dapat ditemukan di Aceh, mewarisi nilai-nilai pendidikan yang diajarkan oleh Sultan Malik al-Saleh.  

- Perguruan Tinggi Islam: Universitas Islam di Aceh seperti Universitas Islam Negeri Ar-Raniry berfokus pada pengajaran ilmu agama serta ilmu sosial dan alam, menciptakan generasi yang tidak hanya religius, tetapi juga berpengetahuan luas.  

Hasil:

- Melahirkan generasi muda yang tidak hanya menguasai ilmu agama tetapi juga ilmu pengetahuan umum yang penting di dunia modern.  

- Aceh semakin dikenal sebagai pusat pendidikan Islam yang progresif.  

3. Pilar Kepedulian terhadap Lingkungan: Konservasi Alam dan Pengelolaan Sumber Daya Alam

Sultan Malik al-Saleh dikenal karena kebijakan yang menghormati keberlanjutan alam dan pengelolaan sumber daya alam secara bijak. Di era modern, Aceh menerapkan berbagai kebijakan untuk menjaga keseimbangan alam, sebagai wujud nyata dari ajaran Islam tentang penghargaan terhadap alam.  

Implementasi:

- Program Penghijauan dan Konservasi: Pemanfaatan ruang terbuka hijau, penghijauan, dan upaya pelestarian hutan menjadi prioritas bagi pemerintah Aceh. Program reboisasi dan pengelolaan hutan lestari menjadi bagian dari tanggung jawab kolektif masyarakat.  

- Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan: Dalam sektor pertanian dan kelautan, masyarakat Aceh menerapkan teknik ramah lingkungan dan keberlanjutan yang menghormati alam.  

Hasil:

- Aceh menjadi salah satu provinsi yang sukses dalam mengelola sumber daya alamnya dengan cara yang berkelanjutan.  

- Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan semakin tinggi di kalangan masyarakat Aceh, sesuai dengan prinsip keberlanjutan yang diajarkan oleh Sultan Malik al-Saleh.  

4. Pilar Kejujuran dan Integritas: Sistem Pemerintahan yang Transparan dan Berkeadilan 

Sultan Malik al-Saleh menerapkan sistem pemerintahan yang adil dan berlandaskan pada prinsip kejujuran dan keadilan. Di era modern, sistem pemerintahan di Aceh mengadopsi nilai-nilai tersebut, meski dengan tantangan baru dalam era demokrasi.  

Implementasi:

- Transparansi Pengelolaan Dana Desa: Melalui aplikasi dan laporan publik, pengelolaan dana desa di Aceh semakin transparan, mengurangi praktik korupsi dan meningkatkan akuntabilitas.  

- Sistem Peradilan yang Adil: Penerapan hukum Islam yang berkeadilan, seperti dalam kasus-kasus syariat, diikuti dengan upaya untuk menjaga kejujuran dan integritas di sektor pemerintahan.  

Hasil: 

- Meningkatnya partisipasi publik dalam pengawasan pemerintahan.  

- Penguatan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah Aceh sebagai bagian dari warisan nilai kejujuran yang diterapkan oleh Sultan Malik al-Saleh.  

5. Pilar Toleransi dan Harmoni: Masyarakat Multikultural di Aceh

Sultan Malik al-Saleh memimpin dengan visi inklusif yang memperkenalkan toleransi antar kelompok, yang pada masa itu melibatkan penduduk lokal dan para pedagang dari berbagai latar belakang. Di era modern, Aceh yang mayoritas Muslim tetap menunjukkan sikap toleransi yang tinggi terhadap berbagai kelompok agama dan budaya.  

Implementasi:

- Dialog Antarumat Beragama: Pemerintah Aceh mendukung kegiatan lintas agama, dengan adanya dialog dan kerjasama antara umat Islam, Kristen, dan kelompok agama lainnya di Aceh.  

- Perayaan Bersama Hari Besar Agama: Perayaan bersama Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan lainnya di Aceh memperlihatkan semangat harmoni antar umat beragama.  

Hasil:

- Meningkatnya pemahaman antar umat beragama di Aceh.  

- Aceh tetap menjadi model kerukunan hidup berdampingan dalam keberagaman.  

 

Menganalisis Implementasi Lima Pilar Sejarah Kemalikusalehan di Era Modern

Implementasi lima pilar kemalikusalehan yang diwariskan oleh Sultan Malik al-Saleh dalam berbagai aspek kehidupan di Aceh menunjukkan relevansi dan keberlanjutannya di era modern. Analisis terhadap setiap pilar dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keberhasilan dan tantangan yang dihadapi dalam mempertahankan nilai-nilai luhur tersebut.

1. Pilar Religius

Pilar religius melalui penguatan pendidikan agama dan kegiatan ibadah berjamaah seperti yang dilakukan dalam Gerakan Subuh Berjamaah menunjukkan peningkatan kesadaran spiritual masyarakat Aceh. Dengan menggunakan teknologi dan media sosial, masjid dan pesantren dapat tetap menjadi pusat kegiatan keagamaan yang menarik perhatian generasi muda. Namun, tantangan muncul ketika beberapa segmen masyarakat, terutama yang terlibat dalam pekerjaan modern atau dengan jadwal padat, merasa sulit untuk berpartisipasi secara konsisten.

2. Pilar Pendidikan

Di bidang pendidikan, model pendidikan yang mengintegrasikan ilmu agama dan pengetahuan umum, seperti yang ditemukan di sekolah-sekolah Islam terpadu dan universitas, merupakan implementasi yang positif. Ini menciptakan generasi yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan spiritual dan intelektual. Namun, tantangannya adalah memastikan bahwa kualitas pendidikan tersebut tetap terjaga di tengah pesatnya perubahan global dan tuntutan pendidikan modern.

3. Pilar Kepedulian terhadap Lingkungan

Gerakan penghijauan dan program pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, seperti yang terlihat dalam konservasi alam dan pengelolaan sumber daya alam, telah menunjukkan hasil yang positif. Masjid dan komunitas di Aceh turut serta dalam melestarikan alam sebagai bagian dari tanggung jawab agama. Meskipun demikian, tantangannya adalah mengatasi isu-isu lingkungan yang lebih besar, seperti perubahan iklim dan kerusakan ekosistem yang memerlukan kerjasama lebih lanjut dengan pihak-pihak internasional.

4. Pilar Kejujuran dan Integritas

Penerapan transparansi dalam pengelolaan dana desa dan sistem peradilan yang berkeadilan menunjukkan bahwa Aceh berupaya untuk menjaga nilai kejujuran dan integritas dalam pemerintahan. Dengan adanya laporan publik yang transparan dan peningkatan akuntabilitas, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah meningkat. Tantangan utamanya adalah mengatasi praktik korupsi yang masih ada di beberapa level pemerintahan dan memastikan sistem hukum dapat bekerja secara efektif di seluruh lapisan masyarakat.

5. Pilar Toleransi dan Harmoni

Keberagaman di Aceh, meski mayoritas Muslim, terus dijaga dengan semangat toleransi antarumat beragama. Dialog antarumat dan perayaan bersama hari besar agama menunjukkan kemajuan dalam menciptakan harmoni. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa semangat toleransi ini tetap terjaga di tengah tantangan sosial dan politik yang mungkin memicu polarisasi agama atau etnis.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, implementasi lima pilar kemalikusalehan di Aceh mengarah pada terciptanya masyarakat yang lebih religius, berpendidikan, peduli terhadap lingkungan, jujur, dan harmonis. Nilai-nilai yang diterapkan oleh Sultan Malik al-Saleh tetap relevan dan mampu diadaptasi dengan baik di era modern. Meskipun ada tantangan yang dihadapi, seperti keterbatasan partisipasi dalam ibadah, masalah lingkungan, serta tantangan dalam pemerintahan, keberhasilan dalam banyak aspek menunjukkan bahwa nilai-nilai kemalikusalehan ini dapat menjadi fondasi yang kuat bagi pembangunan masyarakat Aceh yang lebih baik.

Keberhasilan implementasi ini bergantung pada kemauan untuk terus mempertahankan nilai-nilai luhur, memperbaiki sistem yang ada, dan memperkuat kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu, Aceh dapat terus menjadi model dalam penerapan pilar-pilar kemalikusalehan di tengah tantangan zaman modern.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun