Mohon tunggu...
Muhammaad Yusuf Dzaky Maulana
Muhammaad Yusuf Dzaky Maulana Mohon Tunggu... -

semoga aku bisa membahagiakan orang tuaku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah

9 September 2014   18:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:12 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pertemuan Terakhir dengan Ayah



Perkenalkan aku adalah anak yang paling sederhana. Aku telah dilahirkan oleh Ibu tercinta. Ibu adalah sebagai malaikatku. Ayah tercinta adalah pedoman hidup. Karena telah memperjuangkan anak-anaknya agar menjadi orang bermanfaat bagi nusa dan bangsa. Aku dilahirkan di kota Gresik, sebuah kota kecil di Jawa Tengah.

Oya, aku lupa mengenalkan diri. Namaku Ringgo Saputra. Atau, panggil saja aku Ringgo.

Semasa kecil Ayah telah memberikan penuh kasih sayang kepadaku. Ayah adalah sosok lelaki yang paling kuat dan selalu mencarikan nafkah untuk anak-anaknya. Aku pun belum mengerti semenjak masa-masa kecilku itu, Ayah selalu menggendongku semenjak masa kecil berusia satu tahun.

***

Empat tahun kemudian, Ayah selalu mengantarkan aku ke TK Bhakti. Aku melihat sosok dengan senyumannya bagaikan bunga mawar. Saat itu aku merasa semangat bila Ayah selalu mendampingiku membaca buku, bagaimana caranya membaca buku? Serta yang paling berharga saat Ayah membimbing diriku agar bisa membaca buku. Benar-benar guru bagiku yang bijaksana.

Masa-masa kecilku selalu diceritakan dongeng cerita rakyat. Aku saat itu merasa senang ketika Ayah sedang mendongengkan kepadaku di hadapanku. Ayahku ternyata bisa mendongeng agar aku bisa tidur lelap.

Aku selalu belajar dengan ayah tercinta. Di sekolah setiap ada kegiatan karnaval, aku memakai baju sesuai Ayah bicarakan. Aku pun nurut kata-kata Ayah. Aku disuruh memakai baju polisi. Ayah merasa bangga memilihat aku memakai baju itu.

Pada pagi harinya, aku diantarkan ke sekolah mengendarai sepeda motor. Sekolahku itu sebelah kiri dari kantor Ibuku. Sekolahku sangat jauh hampir masuk pelosok pedesaan. Sebab ibu kerja di sana jadi berangkatnya bersama-sama. Aku belum bisa memakai kaos kaki dan tali sepatu, Ayahlah yang membantuku.

Sesampai ke sekolah, Ibu dan aku masuk masing-masing. Ayah selalu memberi semangat dengan melambaikan tangan. Sungguh merasa sangat luar biasa mempunyai Ayah seperti itu.

Saatnya aku kegiatan karnaval di sekolah, Ayah melihat dari luar sekolah. Ayah selalu memberi senyuman kepadaku. Aku sungguh senang yah…punya kau sebaik mungkin! Tak ada Ayah seperti itu sebaik mungkin dan murah senyum kepada siapapun. Selesai kegiatan karnaval, aku selalu menghampiri kantor Ibu dengan Ayah tercinta.

***

Tujuh tahun kemudian, aku sekolah di bangku sekolah dasar. Dimana aku bersekolah Ibuku mengajar di sana pula. Ibu tercinta adalah guru pahlawan bagiku. Dimana Ibu selalu menerima keadaanku seperti ini. Aku terus belajar dan membaca buku komik beserta banyak buku pelajaran yang telah diajari oleh Ibu tercinta.

Semenjak aku masih duduk di bangku sekolah, aku selalu dituruti dengan Ayah. Aku pun belajar terus menerus agar menjadi anak yang cerdas. Aku pernah mendapatkan prestasi peringkat juara kelas sejak kelas satu SD. Keluargaku merasa senang dan bangga mempunyai seperti aku. Teman-temanku mengucapkan diriku agar mereka merasakan senang punya sahabat mendapatkan sebuah prestasi penghargaan.

Selalu mendapatkan peringkat satu atau dua sejak kelas dan tiga. Tapi tiba-tiba di kelas aku merasa tidak konsentrasi saat di bangku kelas empat sampai enam. Sebab sedang bermain PS, aku tiap pagi sampai malam selalu bermain dengan saudara keponakan. Maka dari itu terganggu karena ada game.

Aku juga pengaruh dengan saudaraku sendiri. Mereka pun mengajak aku bermain game, aslinya aku tidak menyukai game tapi bagaimana lagi dipaksaterus menerus-nerus. Merasakan terganggu konsentrasi.

***

Rumahku paling sederhana tak sebanding tetangga yang berkehidupan mewah. Tapi aku bersyukur sudah dilahirkan ke bumi ini. Ada buku novel yang berjudul BUMI MANUSIA menceritakan tentang kemanusiaan. Ya, Pram seorang senior penulis yang sangat kusuka karya-karyanya. Menurut menjadi seorang penulis butuh ilmu yang kita raih agar menghasilkan banyak karya.

Semenjak masa-masa sekolah Ayahlah yang selalu membina dan mengajari mengaji pula. Tiap minggu sekali aku selalu membaca al-qur’an dengan Ayah tercinta. Apalagi dibulan puasa ramadhan Ayahlah yang membimbing diriku.

Go, ayo buka kitab al-qur’annya?” tanya Ayah

Iya, Yah.”

Aku selalu menuruti permintaan Ayah. Aku selalu menjadi anak pendiam tak banyak bicara. Tahun 2008 aku meminta dikhitan. Ayah pun merestui permintaanku itu.

“Yah, aku minta sunat?” kataku.

“ Ayo!” jawab Ayah.

“ Sunat dimana, Yah?” tanyaku lagi.

“ Disumengko!”seru Ayah

“ Ya, terserah, Yah,” kataku mengiyakan.

***

Beberapa bulan kemudian Ayahku jatuh sakit. Ia merasa kesakitan di dada dan kenjang-kenjang. Aku merasa terkejut. Saat itu baru pukul 02.30 Ayah sadar. Ayah meminta minum teh hangat.

Tepat pukul 03.00 hampir masuk adzan subuh, Ayah kembali terkenjang-kenjang merasa kesakitan. Semua keluarga yang ada di rumah sangat terkejut sekali.

Kakak kandungku akhirnya meminta bantuan, Mengapa Ayahku tercinta seperti itu. Aku belum menyadari hal yang seperti itu. Tapi harus bagaimana lagi takdir sudah ada di atas. Di luar tidak sedih tetapi hatiku merasa kesepian. Tiba-tiba Ayahku meminta bawa ke rumah sakit, Tidak sempat dibawa rumah sakit, di tengah perjalanan Ayah sudah tidak ada. Ibu ku sangat sedih sekali.

Sesampai di rumah sakit, dokter sudah menyatakan bahwa Ayah sudah tiada. Semua keluarga tidak menerima dengan keadaan itu, atas kepergian Ayahanda tercinta kami.

Ayah, kau mengapa begitu cepat meninggalkan diriku! Ayah tiada kesan atau pesan padaku! Aku harus bagaimana lagi. Ayah terima kasih banyak atas kenang-kenangan jasa-jasamu telah memperjuanganku semenjak kecil sampai saat ini.

Semoga aku bisa mencontohkan sifat Ayah! Ayah, aku tahu ini pertemuan terakhir denganmu. Suatu saat nanti aku bisa ketemu denganmu, Yah!

Selamat tinggal Ayah tercinta. Semoga Ayah tenang di alam surga dan diterima sisiNya. Aku harus bisa menjadi anak yang bermanfa’at dan sukses, biar arwah Ayah di sana bisa memilihat aku di sini.

Itulah cerita pendekku yang aku angkat dari kisah nyata, semenjak masa-masa kecil dengan Ayah tercinta. Pertemuan terakhir dengan ayah tercinta. Inilah kupersembahkan untuknya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun