Saatnya aku kegiatan karnaval di sekolah, Ayah melihat dari luar sekolah. Ayah selalu memberi senyuman kepadaku. Aku sungguh senang yah…punya kau sebaik mungkin! Tak ada Ayah seperti itu sebaik mungkin dan murah senyum kepada siapapun. Selesai kegiatan karnaval, aku selalu menghampiri kantor Ibu dengan Ayah tercinta.
***
Tujuh tahun kemudian, aku sekolah di bangku sekolah dasar. Dimana aku bersekolah Ibuku mengajar di sana pula. Ibu tercinta adalah guru pahlawan bagiku. Dimana Ibu selalu menerima keadaanku seperti ini. Aku terus belajar dan membaca buku komik beserta banyak buku pelajaran yang telah diajari oleh Ibu tercinta.
Semenjak aku masih duduk di bangku sekolah, aku selalu dituruti dengan Ayah. Aku pun belajar terus menerus agar menjadi anak yang cerdas. Aku pernah mendapatkan prestasi peringkat juara kelas sejak kelas satu SD. Keluargaku merasa senang dan bangga mempunyai seperti aku. Teman-temanku mengucapkan diriku agar mereka merasakan senang punya sahabat mendapatkan sebuah prestasi penghargaan.
Selalu mendapatkan peringkat satu atau dua sejak kelas dan tiga. Tapi tiba-tiba di kelas aku merasa tidak konsentrasi saat di bangku kelas empat sampai enam. Sebab sedang bermain PS, aku tiap pagi sampai malam selalu bermain dengan saudara keponakan. Maka dari itu terganggu karena ada game.
Aku juga pengaruh dengan saudaraku sendiri. Mereka pun mengajak aku bermain game, aslinya aku tidak menyukai game tapi bagaimana lagi dipaksaterus menerus-nerus. Merasakan terganggu konsentrasi.
***
Rumahku paling sederhana tak sebanding tetangga yang berkehidupan mewah. Tapi aku bersyukur sudah dilahirkan ke bumi ini. Ada buku novel yang berjudul BUMI MANUSIA menceritakan tentang kemanusiaan. Ya, Pram seorang senior penulis yang sangat kusuka karya-karyanya. Menurut menjadi seorang penulis butuh ilmu yang kita raih agar menghasilkan banyak karya.
Semenjak masa-masa sekolah Ayahlah yang selalu membina dan mengajari mengaji pula. Tiap minggu sekali aku selalu membaca al-qur’an dengan Ayah tercinta. Apalagi dibulan puasa ramadhan Ayahlah yang membimbing diriku.
“ Go, ayo buka kitab al-qur’annya?” tanya Ayah
“Iya, Yah.”