Aku selalu menuruti permintaan Ayah. Aku selalu menjadi anak pendiam tak banyak bicara. Tahun 2008 aku meminta dikhitan. Ayah pun merestui permintaanku itu.
“Yah, aku minta sunat?” kataku.
“ Ayo!” jawab Ayah.
“ Sunat dimana, Yah?” tanyaku lagi.
“ Disumengko!”seru Ayah
“ Ya, terserah, Yah,” kataku mengiyakan.
***
Beberapa bulan kemudian Ayahku jatuh sakit. Ia merasa kesakitan di dada dan kenjang-kenjang. Aku merasa terkejut. Saat itu baru pukul 02.30 Ayah sadar. Ayah meminta minum teh hangat.
Tepat pukul 03.00 hampir masuk adzan subuh, Ayah kembali terkenjang-kenjang merasa kesakitan. Semua keluarga yang ada di rumah sangat terkejut sekali.
Kakak kandungku akhirnya meminta bantuan, Mengapa Ayahku tercinta seperti itu. Aku belum menyadari hal yang seperti itu. Tapi harus bagaimana lagi takdir sudah ada di atas. Di luar tidak sedih tetapi hatiku merasa kesepian. Tiba-tiba Ayahku meminta bawa ke rumah sakit, Tidak sempat dibawa rumah sakit, di tengah perjalanan Ayah sudah tidak ada. Ibu ku sangat sedih sekali.
Sesampai di rumah sakit, dokter sudah menyatakan bahwa Ayah sudah tiada. Semua keluarga tidak menerima dengan keadaan itu, atas kepergian Ayahanda tercinta kami.