“Kau sudah menang, kawan. Bukankah tadi tiga layangan lawan sudah kau jatuhkan? Kau hebat!” pujiku menenangkan dirinya.
“Tetap saja sekarang aku kalah!”
“Ya, layangan kau dikeroyok tiga lawan, tentu tidak imbang dong. Kalau satu lawan satu aku yakin kau akan menang terus,” ujarku lagi. Wajahnya masih terlihat dongkol.
“Sudahlah, ayo kita pulang,” ajaknya.
Gulungan benang yang dia campakkan tadi dia pungut kembali. Aku senang melihat dirinya mulai tenang.
“Kau kan punya dua layangan?” tanyaku sembari mengamati satu layangan lagi yang menggantung di punggungnya.
“Tapi kau kan mau cepat pulang?” dia balik bertanya.
Aku tersenyum. Mengangguk.
“Aku main ke rumah kau saja,” kata Din Patuk lagi.
“Ayolah.”
Kami pulang meninggalkan pantai. Di jalan kami tak banyak bicara. Aku tahu hatinya belum dapat menerima kekalahan itu. Tak lama kemudian tibalah kami di rumahku.