Mohon tunggu...
Muhammad Subhan
Muhammad Subhan Mohon Tunggu... -

Muhammad Subhan, seorang jurnalis, penulis dan novelis. Editor beberapa buku. Tinggal di pinggiran Kota Padangpanjang. Bekerja di Rumah Puisi Taufiq Ismail. Nomor kontak: 0813 7444 2075. Akun facebook: rahimaintermedia@yahoo.com, email aan_mm@yahoo.com. Blog: www.rinaikabutsinggalang.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Regu Badak (32)

23 Desember 2011   04:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:52 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Novel Muhammad Subhan

20
RUMAH BARU SEKOLAH BARU

Aku menemui Din Patuk di rumahnya. Anak itu sedang menggulung benang layang-layang. Sekarang memang sedang musim layangan. Anak-anak bermain layangan di pinggir laut. Mereka bisa memanfaatkan angin darat ataupun angin laut. Hamparan pantai yang yang luas dan landai memungkinkan bermain layangan, apalagi bila laut  sedang tenang dan tidak berombak besar.

Ah, terkenang aku masa kecil di Tembung dulu ketika aku dan Bondan, kawan karibku, menang adu layangan dengan anak-anak kampung tetangga yang sombong. Entah bagaimana kabar anak itu sekarang. Tentu dia akan masuk SMP pula seperti aku, atau tidak sama sekali mengingat ekonomi kedua orangtuanya tak jauh beda dengan keluargaku. Tapi aku berdoa dan berharap Bondan meneruskan sekolahnya.

“Aku dengar kau akan pindah, Gam?” tanya Din Patuk ketika aku telah masuk dan duduk di ruang tengah rumahnya. Di rumah itu dia sendiri saja. Bapaknya pergi melaut. Ibunya ke pasar.

“Iya, Din. Bapak dan ibuku akan pindah rumah, tentu aku akan ikut serta. Katanya ke Kruenggeukueh, di mana itu?”

Aku duduk mendekat Din Patuk. Kerjanya menggulung benang layangan hampir selesai. Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore.

“Aku pernah sekali lewat kampung itu. Dibawa bapakku ke rumah paman di Bireuen. Kruenggeukueh dekat pabrik ASEAN, itu pabrik pupuk paling besar di Aceh,” jawab Din Patuk.

“Apakah di sana seramai di kampung ini, Din?”

“Sama sajalah aku kira, tapi lebih ramai Lhokseumawe tentunya. Ini kan kota. Di sana hanya kampung saja.”

Aku mengangguk. Anak itu terus menyelesaikan kerjanya.

“Kau bisa main layangan?” tanya Din Patuk mengalihkan pembicaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun