“Saya... saya berjualan kue di luar pagar, Bu. Tapi... tapi...” ucapan Ibu tergantung.
“Tapi mengapa, Bu?” tanya bu Fauziah penuh selidik.
“Tapi...”
“Ayo, katakanlah. Mana tahu saya bisa membantu.”
“Terima kasih, Bu. Saya dilarang berjualan di situ oleh ibu-ibu yang sudah duluan berjualan di situ, Bu...”.
“Oh, kenapa?” Wajah Bu Fauziah terlihat serius memandangi ibu. Muncul rasa ibanya.
“Entahlah, Bu. Mungkin jualan saya mengurangi pendapatan mereka...”
Bu Fauziah berdiam sejenak. Ia pandangi dari jauh pondok-pondok yang dibangun sekolah untuk pedagang-pedagang makanan dan minuman di luar pagar. Mereka warga di sekitar sekolah yang mendapat kesempatan berjualan di sana. Kemudian Bu Fauziah kembali memerhatikan ibu dan tersenyum.
“Begini saja, Bu. Mulai besok, ibu berjualan di dalam pagar, ya. Ibu duduk di bangku taman itu,” tunjuk Bu Fauziah ke arah bangku taman di bawah sepohon kayu besar yang rindang.
Mata ibu berbinar. Senyumnya mengembang.
“Oh, benarkah Bu, saya boleh berjualan di dalam pagar? Aduh, terima kasih banyak Bu...”