Mohon tunggu...
Muhammad Solihin
Muhammad Solihin Mohon Tunggu... Guru - Seorang pemimpi dan Pengembara kehidupan

Hidup adalah cerita dan akan berakhir dengan cerita pula. muhammad solihin lentera dunia adalah sebutir debu kehidupan yang fakir ilmu dan pengetahuan. menapakin sebuah perjalanan hidup dengan menggoreskan cerita kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bintang Tak Sempurna Rembulan

24 April 2020   22:00 Diperbarui: 26 April 2020   12:33 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sepuluh tahun aku berumah tangga, Tapi belum juga diberikan momongan. Berbagai macam cara sudah aku tempuh. Berobat ke dokter spesialis kandungan sudah aku lakukan.

Berobat secara tradisional pun juga sudah aku lalui. Bahkan ada orang memberi saran, untuk berobat ke orang pintar pernah kujalani. Hasilnya tetap nihil. Aku belum juga bisa hamil.

Rumah tanggaku bersama mas Heru selama ini baik-baik saja. Suamiku tidak pernah menyinggung perasanaan diriku yang belum bisa memberi momongan. Dia pun tidak pernah menuntut aku harus segera memberikan keturunan.

Tapi tidak bisa dipungkiri, perasaanku sebagai wanita yang meronta, ada rasa bersalah pada suamiku karena belum juga bisa memberikan momongan. Teman-teman sepantaranku sudah memiliki buah hati. Ada yang punya anak satu, dua bahkan tiga. Jujur saja aku malu pada suamiku.

Secara kesehatan kami berdua sehat. Kami pernah konsultasi dan memeriksakan diri ke dr boiyke nur rahmat, spesiali kandungan ternama disini.

"Ibu Fatmah dan Bapak Heru bedasarkan hasil pemeriksaan, Kalian berdua sehat. Tidak ada yang perlu dicemaskan. Berusaha, berdoa dan bersabar adalah kunci bisa memiliki momongan." Begitu penjelasan dr. Boyke kepada kami, saat memaparkan hasil pemeriksaan kami bersama.

Pernah suatu hari, tanpa sepengetahuan mas Heru. Diam-diam aku pergi mendatangi orang pinter di desa sebelah. Niat ku sih memberikan kejutan kepada suamiku. Siapa tahu dari usaha  yang aku lakukan berhasil, bisa hamil.

 "Mbah, semua syarat dan sesajen sudah aku bawa. Apa yang mbah minta sudah saya persiapkan." Sembari menunjukan semua syarat untuk ritual kepada lelaki paruh baya itu.

Lelaki berkumis dan berjanggut lebat itu biasa disapa oleh pasienya dengan panggilan mbah. Orang-orang di desa itu mengenalnya sebagai mbah Seger. Lelaki tua itu secara fisik belum pantes dipanggil mbah. Tubuhnya masih tegap, tangannya penuh otot dan kerut wajahnya tidak nampak begitu keriput. Hanya rambutnya saja sudah banyak uban. Giginya pun mulai banyak yang tanggal.

"Baik, taruh saja dimeja itu dan kamu duduk bersila disana." Mbah Seger memberi isyarat dengan menunjuk sebuah meja yang ada ditengah ruangan.

Di atas meja itu terdapat pernak pernik barang seperti keris, tungku dupa, gelas yang berisi beras, dua buah rokok kretek, segelas kopi, baskom yang berisi air yang didalamnya terdapat bermacam jenis kembang berwarna. Mungkin itu yang disebut bunga setaman. Aku letakan ingkung ayam bakar diatas meja itu, bersamaan sejumlah mahar yang diminta oleh mbah Seger.

Tidak berapa lama, mbah Seger menghampiri meja yang sedari tadi aku duduk di depannya.

"apakah kamu sudah siap." Tanya si mbah.

"sudah mbah." Jawabku.

Mbah Seger membuka baju hitam  yang dikenakannya. Terlihat Ia bertelanjang dada. Aku memperhatikan tubuhnya si mbah. Masih terlihat kekar walau usia mbah boleh dikatakan tidak muda lagi. Dadanya bidang dan perutnya tipis tanpa lipatan lemak.

Si mbah mulai melakukan ritual. Ia membuat gerakan seperti orang yang mengambil energi tenaga dalam. Mulutnya komat kamit membaca mantra. Ia panggil roh-roh kegelapan. Disebutnya satu persatu, seperti : nyai loro kidul penguasa ratu pantai selatan, dayang hutan alas Purwo, Para penunggu gunung lawu dan masih banyak lagi.

Aku sendiri tidak bisa menghapalnya. Tangan mbah terus bergerak kesana kemari seperti ada gerakan halus yang menguasainya. Akhirnya berhenti di sebuah baskom yang berisi air. Wadah itu diambilnya, Ia bacakan mantra dan dihembuskan nafasnya melalu mulut ke baskom berisi air itu.

Aku bertanya dalam hati, Apakah ini yang namanya ritual pemujaan. Tapi aku tidak ambil pusing, tujuan ku hanya satu. Bagaimana aku bisa hamil dari buah cinta bersama suamiku, mas Heru.

Air berisi baskom itu dipindahkan mbah Seger ke bak besar yang penuh dengan bunga. Ada bunga mawar, kantil, kenanga dan berbagai macam jenis bunga lainya. Mbah seger memintaku mengganti baju yang kukenakan denga kain panjang.

Biasa orang jawa menyebutnya kain jarik. Aku menurut saja seperti sapi yang dicucuk hidungnya, aku menjalani ritual mandi bersih. Diguyur seluruh tubuhku oleh mbah seger dan dibaluri mantra dan doa disekujur tubuhku.

***

Sebulan, dua bulan, bahkan tiga bulan waktu berlalu. Aku menunggu hasil setelah meminta berkah ke mbah Seger. Tapi hasilnya tetap nihil. Aku belum hamil juga.

Hingga suatu waktu, Seorang kerabat memberi saran. "Coba kau mengasuh anak angkat, Siapa tahu cara itu menjadi jalan bisa hamil." Aku diskusikan saran itu kepada mas Heru. Ternyata Ia setuju saja.

Memang di desaku ada sebuah keyakinan turun temurun, jika sudah berumah tangga cukup lama dan masih belum mendapat keturunan, maka untuk memancing agar diberikan keturunan oleh gusti Allah. Jalanya adalah mengangkat anak. Bahasa umumnya mengadopsi anak.

Kami berdua mencari informasi kesana kemari untuk mengadopsi anak, Akhirnya kami mendapat info, ada anak perempuan berusia satu minggu yang membutuhkan pertolongan untuk diasuh. Asal usul anak perempuan itu tidak jelas siapa bapak biologisnya.

Karena info yang didapat, ibunya hamil tanpa suami dan pada saat melahirkan, ibu si bayi meninggal karena pendarahan hebat. Akhirnya kami setuju untuk mengangkat anak itu sebagai anak.

***

Anak perempuan itu, kami beri nama Bulan. Iya, Rembulan nama lengkapnya. Paras cantiknya lah yang mengilhami nama itu. Pipinya yang merah merona, kulinya kuning langsat, bibirnya yang tipis dengan ciri khas lesung dikedua pipinya. Keberadaan Rembulan membuat rumah tanggaku dan mas Heru semakin berwarna.

Lima tahun berlalu, Rembulan tumbuh menjadi anak perempuan yang berparas cantik. Kami mengasuhnya dengan kasih sayang dan penuh kemanjaan. Apa yang dibutuhkan Rembulan akan kami penuhi dan apa yang dimintanya segera kami turuti. Wajarlah jika aku memperlakukan Rembulan seperti itu. Karena kamii telah lama menantikan kehadiran buah hati dalam rumah tangga kami.

Ternyata kehadiran Rembulan merupakan  keberkahan tersendiri bagi keluargaku. Semenjak Rembulan kami asuh. Rezeki mas Heru semakin lancar. Usahanya semakin maju pesat.

***

Sudah tiga hari ini, tubuhku terasa lemah. Setiap makanan dan minuman yang telan terasa ingin muntah. Akhirnya, mas Heru membawaku rawat inap di Rumah Sakit. Hasil pemeriksaan dokter ternyata aku hamil 3 bulan. Memang bulan ini aku terlambat datang bulan. Betapa senangnya perasaan suamiku mendengar berita itu.

Disaat genap tujuh bulan kandunganku. Mas Heru mengadakan syukuran besar-besaran. Diundang semua warga desa untuk menghadiri selamatan calon jabang bayiku. Dua ekor sapi disembelih untuk memberi makan warga desa. Hiburan wayang kulit digelar semalam suntuk Semua warga menyambut gembira kehamilanku. Banyak doa dan harapan yang di panjatkan untuk bayiku.

Hari yang dinanti pun tiba, genap 9 bulan 10 hari. Saat ayam jantan mulai berkokok. Tepatnya jam enam pagi dihari minggu kliwon. Aku merasakan sakit yang begitu hebat diperutku.

Rasa mules itu berkontraksi. Sepertinya aku mau melahirkan. Bergegas mas Heru memanggil bidan desa yang rumahnya sekitar satu kilo dari rumahku. Bidan pun datang bersama suamiku.

Sekilas aku lihat, wajah mas Heru pucat pasif. Ia tidak berani menemaniku berada dikamar persalinan. Diisapnya sebatang rokok sambil sambil mondar mandir berjalan sendiri dengan perasaan cemas.

"Terus bu..terus..sedikit lagi bayinya keluar. Ayo atur nafas, terus berusaha bu." Bidan desa itu memanduku dengan memberikan amunisi semangat kepadaku.

"aku tidak kuat bu...ah...sakit bu..." Aku berteriak kesakitan.

"Coba ikutin saya...tarik nafas bu, hembuskan berlahan, tarik nafas lagi dan sekarang kejankan. Ya, terus bu..! dikit lagi bu. Bayinya sudah mau keluar. Sekarang ibu batuk mengejan." Dengan sabar bu bidan membimbingku.

Dan akhirnya,

"Oeeek..oeeek...oeak" Suara tangisan bayi terdengar keras. Telah lahir kedunia buah hatiku bersama suamikku tercinta.

"Bagaimana kondisi anakku, bu bidan" Tanyaku

 "Alhamdullilah..! Bayinya lahir dengan selamat. Si kecil cantik persis kaya ibunya." Bu bidan menghiburku.

Bayi mungil itu berparas cantik. Wajahnya oval, kulinya putih, bulu matanya lentik, dagunya terbelah. Bibirnya merah.

"Bolehkan saya melihatnya, bu" Aku meminta bu bidan mendekatkan si kecil kepadaku.

Alangkah terkejutnya aku ketika melihat anak yang baru saja aku lahirkan. Bayiku terlahir tidak normal. Ia lahir tanpa kaki sebelah kiri. Aku pun berteriak sejadi-jadinya. Aku tidak dapat menerima kenyataan ini. Suamiku terkaget dan langsung berlari masuk ke kamar temapt aku bersalin.

Alangkah shock mas Heru melihat buah hatinya yang lahir tidak sempurnah. Tanpa disadari terucap kalimat dari mulutnya. "Gusti...! mengapa kamu beri kami anak cacat seperti ini."

Bayi perempuan itu hanya tersenyum melihat kedua orang tuanya yang tidak menerima kehadiranya didunia.

Bayi mungil berparas cantik itu kami berinama Bintang.

Anaku Bintang memang tak sempurna dengan saudara angkatnya Rembulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun