Hari yang dinanti pun tiba, genap 9 bulan 10 hari. Saat ayam jantan mulai berkokok. Tepatnya jam enam pagi dihari minggu kliwon. Aku merasakan sakit yang begitu hebat diperutku.
Rasa mules itu berkontraksi. Sepertinya aku mau melahirkan. Bergegas mas Heru memanggil bidan desa yang rumahnya sekitar satu kilo dari rumahku. Bidan pun datang bersama suamiku.
Sekilas aku lihat, wajah mas Heru pucat pasif. Ia tidak berani menemaniku berada dikamar persalinan. Diisapnya sebatang rokok sambil sambil mondar mandir berjalan sendiri dengan perasaan cemas.
"Terus bu..terus..sedikit lagi bayinya keluar. Ayo atur nafas, terus berusaha bu." Bidan desa itu memanduku dengan memberikan amunisi semangat kepadaku.
"aku tidak kuat bu...ah...sakit bu..." Aku berteriak kesakitan.
"Coba ikutin saya...tarik nafas bu, hembuskan berlahan, tarik nafas lagi dan sekarang kejankan. Ya, terus bu..! dikit lagi bu. Bayinya sudah mau keluar. Sekarang ibu batuk mengejan." Dengan sabar bu bidan membimbingku.
Dan akhirnya,
"Oeeek..oeeek...oeak" Suara tangisan bayi terdengar keras. Telah lahir kedunia buah hatiku bersama suamikku tercinta.
"Bagaimana kondisi anakku, bu bidan" Tanyaku
 "Alhamdullilah..! Bayinya lahir dengan selamat. Si kecil cantik persis kaya ibunya." Bu bidan menghiburku.
Bayi mungil itu berparas cantik. Wajahnya oval, kulinya putih, bulu matanya lentik, dagunya terbelah. Bibirnya merah.