Perbankan syariah beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang menekankan penghindaran terhadap riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (judi). Dalam kegiatan operasionalnya, perbankan syariah menawarkan berbagai jenis akad atau kontrak untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan nasabah. Salah satu ciri khas perbankan syariah diantaranya yaitu, penerapan akad-akad tertentu yang sesuai dengan hukum Islam. Berbagai jenis akad digunakan dalam perbankan syariah dibentuk guna mendukung beragam produk dan layanan. Akad-akad ini dirancang agar sesuai dengan ajaran Islam, dengan tujuan mencapai keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat. Berikut ini adalah 12 jenis akad yang sering digunakan dalam perbankan syariah:
1. Akad Murabahah
Murabahah merupakan akad jual beli di mana bank terlebih dahulu membeli barang yang diinginkan oleh nasabah, kemudian menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi. Harga jual ini mencakup biaya pokok ditambah margin keuntungan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Akad ini sering digunakan dalam pembiayaan barang konsumsi, properti, atau kendaraan.
*Contoh: Bank membeli mobil dari dealer seharga Rp 100 juta dan menjualnya kepada nasabah dengan harga Rp 110 juta, yang dibayarkan secara cicilan. *
2. Akad Mudarabah
Mudarabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak, yaitu pemilik modal (rabbul mal) dan pengelola usaha (mudharib). Keuntungan dari usaha ini dibagi berdasarkan persentase yang disepakati. Dalam akad ini, bank berperan sebagai pemilik modal, sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola usaha. Risiko kerugian ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan pengelola usaha hanya menanggung kerugian dalam hal waktu dan tenaga.
*Contoh: Bank menyediakan dana untuk usaha kecil, dengan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk bank. *
3. Akad Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk menjalankan usaha, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi modal. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai kesepakatan awal. Berbeda dengan mudarabah, dalam musyarakah, semua pihak berkontribusi baik dalam modal maupun pengelolaan usaha.
*Contoh: Bank dan nasabah bekerja sama membangun sebuah restoran, di mana masing-masing menyetor modal sesuai kesepakatan, dan keuntungan atau kerugian dibagi berdasarkan proporsi investasi. *
4. Akad Ijarah
Ijarah adalah akad sewa-menyewa, di mana bank menyewakan suatu barang atau aset kepada nasabah untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan sewa yang telah disepakati. Dalam konteks perbankan syariah, akad ijarah sering digunakan untuk pembiayaan properti atau kendaraan, di mana nasabah membayar sewa secara berkala.
*Contoh: Bank membeli properti untuk disewakan kepada nasabah, yang membayar sewa bulanan selama periode yang telah disepakati. *
5. Akad Istisna’
Istisna’ adalah akad pemesanan barang atau produk yang belum ada, dengan pembayaran dilakukan di muka atau secara bertahap. Akad ini sering digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek besar seperti pembangunan infrastruktur, pabrik, atau perumahan. Pembayaran dilakukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah mengenai spesifikasi barang atau hasil kerja yang akan diterima di masa depan.
*Contoh: Bank membiayai pembangunan rumah untuk nasabah dengan pembayaran bertahap sesuai dengan kemajuan pembangunan. *
6. Akad Qardh
Akad qardh adalah pemberian pinjaman tanpa bunga, di mana bank memberikan dana kepada nasabah dengan kewajiban untuk mengembalikan pokok pinjaman tersebut pada waktu yang telah disepakati. Akad ini umumnya digunakan untuk tujuan kemanusiaan atau sosial, di mana tidak ada unsur keuntungan bagi bank.
*Contoh: Bank memberikan pinjaman modal usaha kecil tanpa ada tambahan biaya atau bunga, dan nasabah berkewajiban mengembalikannya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. *
7. Akad Rahn
Rahn adalah akad gadai di mana nasabah menyerahkan jaminan atau agunan kepada bank sebagai bukti atas pembiayaan yang diperoleh. Jika nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya, bank berhak untuk menjual agunan tersebut guna melunasi utang nasabah.
Contoh:
• Nasabah dapat menggadaikan sertifikat tanah sebagai jaminan untuk pinjaman yang diberikan oleh bank.
8. Akad Hawalah
Akad Hiwalah merupakan sebuah perjanjian atau kontrak dalam hukum Islam yang memungkinkan seseorang untuk mentransfer atau mengalihkan kewajiban atau utang kepada pihak lain. Melalui akad ini, pihak yang memiliki kewajiban, yang disebut pemberi utang, meminta kepada pihak ketiga, atau penerima hiwalah, untuk mengambil alih tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban tersebut kepada pihak yang berhak, yaitu kreditur.
9. Akad Salam
Akad salam adalah sebuah bentuk transaksi jual beli dalam hukum Islam di mana pembeli membayar harga barang secara penuh di awal, sementara penyerahan barang tersebut akan dilakukan pada waktu yang telah disepakati di kemudian hari. Dalam akad ini, barang yang diperjualbelikan harus memiliki spesifikasi yang jelas dan biasanya berupa barang yang dapat diproduksi atau dihasilkan dalam jangka waktu tertentu, seperti hasil pertanian, barang manufaktur, dan sejenisnya.
10. Akad Wakalah
Wakalah merupakan konsep perwakilan atau kuasa dalam hukum Islam, di mana seseorang yang disebut muwakkil memberikan wewenang kepada orang lain, yang dikenal sebagai wakil, untuk melakukan tindakan atau transaksi atas namanya. Konsep ini sering diterapkan dalam berbagai transaksi bisnis, pengelolaan investasi, serta dalam konteks asuransi, di mana wakil bertugas untuk mewakili peserta dalam pengelolaan dana atau pengajuan klaim.
11. Akad Takaful
Takaful merupakan sistem asuransi yang berlandaskan prinsip syariah, mengedepankan nilai-nilai saling bantu dan berbagi risiko di antara para anggotanya. Dalam mekanisme takaful, setiap peserta memberikan kontribusi berupa dana (dikenal sebagai tabarru’) yang bertujuan untuk membantu rekan-rekannya yang mengalami musibah atau kerugian.
12. Akad kafalah
Kafalah adalah sebuah konsep jaminan atau penjaminan yang terdapat dalam hukum Islam. Dalam hal ini, seseorang yang disebut kafil bertanggung jawab untuk memastikan kewajiban atau utang pihak lain, yang disebut makfulan ‘anhu. Jika pihak yang dijamin tersebut gagal memenuhi kewajibannya, maka kafil akan mengambil alih tanggung jawab untuk memenuhinya.
Dari penjelsan diatas dapat dipahami bahwasannya dalam perbankan syariah, setiap akad yang diterapkan harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti keadilan, transparansi, dan penghindaran unsur-unsur yang dilarang dalam Islam. Oleh karena itu, bank syariah tidak hanya memprioritaskan keuntungan, tetapi juga berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan ekonomi yang adil dan bertanggung jawab. Akad-akad ini menawarkan solusi pembiayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, baik untuk kebutuhan individu maupun bisnis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H