Hukum mengenai jaminan telah diatur dalam buku kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang benda, yang dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Jaminan Perorangan (Borgtoch).
Jaminan perorangan merupakan jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan oleh dibitor tertentu terhadap harta kekayaan debitor sebelumnya (Tutik, 2015). Jaminan perorangan dapat berupa:
- Penanggungan;
- Tanggung renteng;
- Perjanjian garansi;
2. Jaminan Kebendaan (Zakelijke Zakerheid)
Jaminan kebendaan merupakan jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai hubungan langsung atas suatu benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, dan selalu mengikuti bendanya, serta dapat dialihkan (Tutik, 2015).
Jaminan Kebendaan ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Saija and Letsoin, Roger, 2016):
- Jaminan dengan benda berwujud, misalnya benda bergerak dan tidak bergerak;
- Jaminan dengan benda tidak berwujud, misalnya hak tagih.
Dalam hukum perdata dikenal 5 macam jaminan kebendaan, yaitu gadai, fidusia, tanggungan, hipotek, dan resi gudang.
Jaminan Fidusia telah diatur dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia). Jika kita lihat dalam Pasal 1 butir 1 UU Jaminan Fidusia, memberikan pengertian tentang Fidusia, yaitu:
“Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
Dari pengertian tersebut, kita dapat mengetahui bahwa jaminan fidusia didasarkan pada thrust (kepercayaan) antara debitor dengan kreditor. Oleh karena itu, fidusia dapat disebut juga sebagai jaminan atas dasar kepercayaan. Kemudian, dalam Pasal 1 butir 2 disebutkan bahwa yang dapat dikenakan jaminan fidusia adalah benda bergerak berwujud, benda bergerak tidak berwujud, dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dikenakan hak tanggungan.
Dalam penerpannya, jaminan fidusia ini banyak mengalami permasalahan, salah satunya adalah penjualan objek jaminan fidusia oleh debitor kepada pihak ketiga. Tulisan ini akan membahas mengenai aturan hukum terkait apabila terjadi penjualan objek jaminan fidusia oleh debitor kepada pihak ketiga.
SEKILAS TENTANG FIDUSIA
Dalam hukum di Indonesia, jaminan fidusia telah diatur dalam UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia). Jika dilihat dari segi kebahasaannya, istilah fidusia berasal dari Bahasa Belanda, fiduce, dan Inggris, fiduciary, yang berarti kepercayaan (Nasution, 2020). Pengertian fidusia terdapat dalam Pasal 1 butir (1) UU Jaminan Fidusia, yang berbunyi:
“Fidusia adalah Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
Kemudian, pengertian jaminan fidusia terdapat dalam Pasal 1 butir (2) UU Jaminan Fidusia, yang berbunyi:
“Jaminan Fidusia adalah Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”
Dari Pasal tersebut diketahui bahwa fidusia memiliki unsur, yaitu (Miharja, 2019):
- Adanya hak jaminan;
- Adanya objek, yang berupa benda bergerak berwujud atau tidak berwujud dan bangunan yang tidak dibebankan oleh hak tanggungan;
- Objek jaminan berada dalam kekuasaan pemberi fidusia;
- Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada debitur.
Adapun yang dapat menjadi objek fidusia, antara lain:
- Benda bergerak
- Berwujud, contohnya kendaraan, mesin, dll.
- Tidak berwujud, contohnya saham, deposito, wessel, dll.
- Benda tidak bergerak yang tidak dibebani hak tanggungan
- Piutang (Pasal 9 UU Fidusia)
- Hasil dari benda (Pasal 10 ayat (1) UU Jaminan Fidusia)
- Klaim Asuransi (Pasal 10 ayat (2) UU Jaminan Fidusia)
Dalam praktik yang seharusnya, jaminan fidusia haruslah didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Menurut Hariyanto, kepala divisi pelayanan hukum, di Kemenkumham daerah Jawa Barat, pendaftaran fidusia merupakan suatu syarat mutlak yang harus dipenuhi. Menurutnya, pendaftaran fidusia berfungsi agar ada kepastian yuridis (Humas, 2019). Selain itu, fungsi dari pendafataran jaminan fidusia, antara lain (Liana, 2004):
- Sebagai jaminan pelunasan suatu hutang.
Funsi ini memberikan petunjuk bahwa jaminan fidusia pada dasarnya merupakan perjanjian penjaminan yang bersifat accesoir.
- Memberikan kedudukan yang diutamakan bagi penerima fidusia.
Hak diutamakan ini terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) UU Jaminan Fidusia, yang berbunyi:
“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”
Kemudian dalam Pasal 27 UU Jaminan Fidusia, yang berbunyi:
“Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya.”
Dan terakhir Pasal 28 UU Jaminan Fidusia, yang berbunyi:
“Apabila atas Benda yang sama menjadi objek Jaminan Fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia.”
Berdasarkan ketiga Pasal tersebut, dapat diketahui fungsi penting dari pendaftaran jaminan fidusia, yaitu didahukan pengambilan pelunasan piutang dari kreditor yang lainnya. Kemudian, apabila terdapat dua atau lebih kreditor yang mendaftarkan objek jaminan fidusia yang sama, maka yang pertama mendaftarkan yang lebih didahulukan dari yang lain.
- Sebagai pemenuhan asas spesialis dan publisitas
Publisitas jemanian fidusia tentu sangat penting fungsinya. Dalam hal ini, khalayak dapat mengetahui informasi penting terkait objek fidusia.
PRINSIP DALAM JAMINAN FIDUSIA
Dalam jaminan fidusia, terdapat 4 prinsip, yaitu (Witanto, 2015):
- Prinsip Droit de Suite
Asas droit de suite artinya jaminan fidusia mengikuti benda (objek jaminan) dimana dan pada tangan siapapun benda itu berada. Asas ini terdapat dalam Pasal 20 UU Jaminan Fidusia, yang berbumyi:
“Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun Benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia.”
- Prinsip Droit de Preference
Droit de preference diartikan sebagai hak untuk mendahului. Dalam jaminan fidusia, apabila seseorang mendaftarkan atau lebih dahulu mendaftarkan objek fidusianya, maka ia berhak untuk didahului pelunasan piutangnya.
- Prinsip Spesialitas
Spesialitas mengandung pengertian bahwa objek jaminan fidusia ditentukan secara spesifik dan dituangkan dalam akta yang memuat, identitas pemberi objek, data perjanjian pokok, uraian tentang objek fidusia, nilai penjamin, dan nilai objek fidusia.
- Prinsip Publisitas
Publisitas berarti jaminan harus dilakukan terbuka dan tegas. Oleh sebab itu, objek jaminan fidusia perlu untuk didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia.
PRINSIP DROIT DE SUITE MELEKAT PADA OBJEK FIDUSIA YANG DIPERJUALBELIKAN
Telah disebutkan dalam uraian diatas, bahwa jaminan fidusia mengandung prinsip droid de suite, yang dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 20 UU Fidusia, yang berbunyi:
“Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun Benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia.”
Dari Pasal tersebut, dapat diketahui bahwa prinsip droit de suite merupakan prinsip yang menyatkan bahwa jaminan fidusia akan selalu melekat dan mengikuti objek jaminan fidusia, baik dimanapun dan dalam penguasaan siapapun. Oleh karena itu, Dapat diketahui bahwa, apabila suatu objek fidusia dijual oleh debitur kepada pihak ketiga, maka pihak kreditur tetap dapat mengeksekusi objek jaminan tersebut. Dalam hal penjualan atau pengalihan objek fidusia oleh debitor kepada pihak ketiga, sebenarnya UU Jaminan Fidusia tidak melarang, akan tetapi terlebih dahulu harus mendapat izin tertulis dari kreditor. Hal itu sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) UU Jamianan Fidusia, yang berbunyi:
“Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.”
AKIBAT HUKUM JIKA DEBITOR MENJUAL OBJEK FIDUSIA
Sejatinya larangan untuk menjual objek fidusia telah diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UU Jaminan Fidusia, yang berbunyi:
“Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan…”
Kemudian dalam Pasal 36 UU Jaminan Fidusia, telah diatur mengenai ketentuan pidana terkait seseorang yang melanggar larangan sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU Jaminan Fidusia, yang berbunyi:
“Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).”
Maka berdasarkan Pasal tersebut, dapat diketahui bahwa debitur yang menjual objek jaminan fidusia akan dipidana berdasrkan ketentuan Pasal 36 UU Fidusia, karena telah mengalihkan benda objek jaminan fidusia, dengan catatan bahwa atas pengalihan itu tidak diketahui dan tidak mendapat izin tertulis dari kreditor.
KESIMPULAN
Jaminan Fidusia merupakan suatu hak jaminan dengan objek benda bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud, dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dikenakan hak tanggungan. Objek fidusia itu harus didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia agar ada kepastian yuridisnya. Dalam jaminan fidusia, terdapat suatu permasalahan yang sering terjadi, yaitu dijualnya objek fidusia kepada pihak ketiga oleh debitur tanpa sepengetahuan kreditur. Padahal apabila kita lihat dalam Pasal 23 ayat (2) UU Jaminan Fidusia, kita dapat menemukan sebuah larangan, yang salah satunya adalah larangan bagi debitor untuk mengalihkan objek fidusia tanpa persetujuan tertulis dari kreditor. Oleh sebab itu, karena perbuatan “menjual objek fidusia kepada pihak ketiga oleh debitor tanpa sepengetahuan kreditor” dapat dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 36 UU Jaminan Fidusia, dengan ancaman penjara paling lama dua Tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,-.
Referensi
Humas (2019) Jaminan Fidusia Harus Berkepastian Hukum, Ahu.
Liana (2004) Fungsi Pendaftaran Jaminan. Universitas Airlangga.
Miharja, M. (2019) Kompilasi Pemikiran Ahli Hukum Di Indonesia. Surabaya: Qiara Media.
Nasution, N. A. (2020) Analisis Yuridis Penjualan Objek Fidusia untuk Pelunasan Hutang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Universitas Sumatera Utara.
Saija, R. and Letsoin, Roger, F. X. V. (2016) Buku Ajar Hukum Perdata. Yogyakarta: Deepublish.
Tutik, T. T. (2015) Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Kencana.
Witanto, D. W. (2015) Hukum Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Bandung: Mandar Maju.
Humas (2019) Jaminan Fidusia Harus Berkepastian Hukum, Ahu.
Liana (2004) Fungsi Pendaftaran Jaminan. Universitas Airlangga.
Miharja, M. (2019) Kompilasi Pemikiran Ahli Hukum Di Indonesia. Surabaya: Qiara Media.
Nasution, N. A. (2020) Analisis Yuridis Penjualan Objek Fidusia untuk Pelunasan Hutang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Universitas Sumatera Utara.
Saija, R. and Letsoin, Roger, F. X. V. (2016) Buku Ajar Hukum Perdata. Yogyakarta: Deepublish.
Tutik, T. T. (2015) Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Kencana.
Witanto, D. W. (2015) Hukum Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Bandung: Mandar Maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H