Mohon tunggu...
Muhammad Rasis A
Muhammad Rasis A Mohon Tunggu... Penulis - Paralegal

Isu Hukum dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kedudukan Presiden sebagai Pejabat Negara Dalam Kampanye Pemilu

25 Januari 2024   14:46 Diperbarui: 25 Januari 2024   18:07 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bahwa dalam waktu dekat - dekat ini kita disuguhkan dengan kampanye - kampanye Capres Cawapres hingga Caleg (Calon Legislatif). Banyak beberapa Tim kampanye berlomba menyuguhkan cara Kampanye dengan cara Kreatif, dari Adanya beberapa interaksi langsung dengan masyarakat diberbagai forum, melakukan hiburan musik, lagu kampanye dan sebagainya, bahkan yang baru - baru ini banyak tim kampanye yang menggunakan digitalisasi dalam mempromosikan masing - masing calonnya menggunakan Vidiotron atau yang lebih dikenal dengan billboard LED digital. 

Dengan adanya Pemilu di tahun 2024 ini ada banyak pertanyaan dari masyarakat kedudukan Pejabat Negara dalam kampanye, masyarakat bertanya tanya apakah diperbolehkan Pejabat Negara khususnya Presiden ikut kampanye untuk mendukung salah satu Pasangan Calon yang ada dalam kontestasi Pemilu 2024.

Pejabat Negara sendiri adalah pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pejabat Negara yang secara tegas ditentukan dalam Undang - Undang.

Selanjutnya Kampanye Pemilu sendiri diatur dalam Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum  pada Bagian BAB VII KAMPANYE PEMILU. Sehingga pertanyaan bolehkah Pejabat Negara dalam hal ini Presiden ikut berkampanye akan dijelaskan berdasarkan Undang - Undang yang berlaku dan terakait.

Dalam Pasal 280 Ayat (2) Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilahan Umum mengatur, Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegitan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan :

a. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;

b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan pemeriksa Keuangan;

c. gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;

d. Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;

e. pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;

f. aparatur sipil negara;

g. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

h. kepala desa;

i. perangkat desa;

j. anggota badan permusyawaratan desa;

k. dan Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memiliki hak memilih

Bahwa yang perlu dicermati adalah pada tema saat ini adalah pejabat negara pada huruf e pejabat negara yang bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan lembaga nonstruktural, Bahwa yang diketahui presiden adalah yang sebelumnya diusung oleh Partai Politik atau gabungan dari beberapa partai politik sehingga presiden termasuk dalam anggota politik dan pejabat struktural Pusat.

Selanjutnya hal tersebut juga dijelaskan dalam Pasal 281 Ayat (1) Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2017 sebagai berikut :

"Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walitkota harus memenuhi ketentuan: "

a. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali Fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; 

b. menjalani cuti di luar tanggungan negara 

Sehingga yang tertuang dalam Pasal 281 Ayat (1) perlu didalami unsur unsur tersebut seperti kata "mengikutsertakan"  sendiri dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) menjelaskan bahwa "mengikutsertakan" adalah menjadikan agar turut berbuat sesuatu secara bersama, sehingga jika diimplementasikan Pasal diatas "sesuatu" ialah Kampanye pemilu, sehingga dalam pasal tersebut Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubenur, Wakil gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota tidak atas keinginan pribadi melainkan adanya unsur ajakan dan/atau tawaran.

Selanjutnya bertolak belakang dengan isi yang tertuang dalam Pasal 282 Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2017 sebagai berikut : 

"Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye" 

Hal ini terdapat keambiguan dalam "melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan" sehingga penerapan pasal tersebut berdasarkan perasaan, sehingga lawan politik dengan sangat mudah mengklaim hal apa yg dirasa menguntungkan atau merugikan, sehingga jika menguntungkan atau merugikan dicontohkan sebagai mengikutsertakan Pejabat negara dalam hal ini Presiden sangat bertentangan dengan Pasal 281 Ayat (1). Sehingga harus adanya poin - poin yang tertuang dan dapat dianggap menguntungkan atau merugikan dalam Pasal 282. 

Dalam adanya larangan dalam mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan terhadap peserta pemilu telah diatur Pasal 283 Ayat (1) dan (3) sebagai berikut : 

(1) "Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye"

(2) "Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat"

Sehingga yang tertuang dalam Pasal tersebut sudah jelas Presiden yang sebagai Pejabat Negara dilarang "mengadakan kegiatan" jika adanya unsur, Pertemuan, ajakan, Imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara, anggota keluarga dan masyarakat dengan dalih untuk memilih salah satu peserta pemilu. 

Selanjutnya Hak melaksanakan Kampanye oleh Presiden dan Pejabat negara yang berstatus anggota partai politik di lindungi oleh Undang - Undang yang dimana diatur dalam Pasal 299 Ayat (1) dan (2) sebagai berikut :

(1) "Presiden dan wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye"

(2) "Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai Politik mempunyai hak melaksanakan kampanye"

Dengan terdapat Pasal 299 ini menandakan adanya hukum yang melindungi hak Presiden sebagai Pejabat negara dalam melaksanakan kampanye, akan tetapi "melaksanakan" yang berupa mengadakan kegiatan pertemuan, ajakan, Imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara, anggota keluarga dan masyarakat, hal ini dapat bertentangan dengan Pasal sebelumnya yang terdapat dalam Pasal 283 Ayat (1) dan (2).

Terakhir dengan adanya Pasal - Pasal yang sangat bertolak belakang dengan Pasal lainya dan adanya kata yang membuat multi tafsir tersebut sehingga adanya kekurangan hukum, sehingga kedepannya Pasal tersebut yang terdapat dalam Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dapat diperbaiki sehingga masyarakat jelas dalam memahami pasal demi pasal yang tertuang dalam Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Demikian Penjelasan dan paandangan hukum menurut Peraturan  Perundang - Undangan, sehingga dengan artikel ini dapat membantu dan memudahkan masyarakat dalam menangkap isu - isu yang beredar. Kurang dan Lebih Artikel ini Mohon dimaklum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun