Mohon tunggu...
Muhammad Ragel Wibowo
Muhammad Ragel Wibowo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hukum

Saya menyukai hal yang ekstrim dan survival seperti mendaki gunung dan solo travelling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Perlindungan Hukum bagi Anak Korban Bullying dalam Pendidikan

19 Januari 2023   07:30 Diperbarui: 19 Januari 2023   07:47 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling, dan teknik pengambilan data dengan metode survei menggunakan wawancara, angket dan dokumentasi. Subyek dalam penelitian ini adalah korban tindakan bullying dan guru bimbingan konseling. 

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis masalah pengaruh perlindungan hukum bagi anak korban bullying dalam pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan perlindungan hukum bagi anak dalam lingkungan pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan terutama oleh orang tua, pemerintah, dan masyarakat untuk menjamin segala bentuk hak anak dan tertuang dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Banyak terjadi kekerasan terhadap anak di sekolah, yakni bullying. 

Tindakan bullying ini memberikan dampak buruk terutama pada psikis korban. Tidak mudah pemerintah dalam berupaya untuk mengimplementasikan perlindungan hukum bagi anak, karena kurangnya kewajiban pemerintah dalam memenuhi hak-hak anak sehingga terjadilah pelanggaran hukum. Saran dari penelitian ini adalah pemerintah harus lebih ekstra dalam membuat kebijakan untuk perlindungan hukum bagi anak secara penuh tanggungjawab dan sejalan dengan keinginan orang tua dan masyarakat serta kesadaran dari orang tua, guru, tenaga pendidik dan masyarakat tentang bahayanya tindak bullying.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum; Anak; Pendidikan.

PENDAHULUAN

Di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak bahwa anak merupakan aset bangsa dan sebagai bagian dari generasi muda penentu kesuksesan, serta anak merupakan amanah dan karunia Allah SWT yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia yang utuh (Prasetyo, 2020). Oleh karena itu, anak memiliki potensi berperan aktif menjaga kelestarian kehidupan bangsa yang luhur, generasi sebelumnya telah meletakkan dasar-dasarnya guna mewujudkan tujuan untuk melindungi bangsanya (Sinaga & Lubis, 2010).

Setiap anak kelak mampu memikul tanggungjawab tersebut, maka diperlukan kesempatan yang sangat luas untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik dari fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, sehingga diperlukan upaya perlindungan serta mewujudkan kesejahteraan anak dengan memenuhi jaminan hak-haknya dan perlakuan tanpa diskriminasi (Fajaruddin, 2014).

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak ditegaskan bahwa penyelenggara perlindungan anak adalah orang tua, keluarga, pemerintah dan negara. Yang pertama menjadi penyelenggara perlindungan anak adalah orang tua. Namun,  zaman sekarang banyak orang tua sibuk dengan pekerjaannya dan mulai mengabaikan anaknya (Said, 2018).

            Anak bertumbuh dewasa menjadi remaja mengenal lingkungan yang lebih luas daripada keluarga. Jika nilai baik yang ditanamkan orang tuanya dapat diterima dengan baik, maka akan menjadikan pribadi anak tersebut baik. Namun, jika sebaliknya tidak dapat diterima dengan baik maka bisa jadi perkembangannya terhambat. Akibatnya, remaja mulai menunjukkan gejala patologis seperti kenakalan (bullying) (Zakiyah et al., 2017).

Menurut Sejiwa Diena Haryana dalam (Muhammad, 2009), bullying diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya. Bentuk bullying ada 3, yakni : (1) Bersifat fisik seperti memukul, menampar, memalak, dan sebagainya; (2) Bersifat verbal seperti semamki, menggosip, mengejek, dan sebagainya; (3) Bersifat psikologis seperti mengintimidasi, mengabaikan, mengucilkan, mendiskriminasi, dan sebagainya.

Anak yang menjadi korban bullying akan mengalami gangguan psikologis dan fisik, merasa kesepian, penyesuaian sosial yang buruk sehingga kesulitan mendapatkan teman dan merasa takut untuk pergi ke sekolah yang menyebabkan korban prestasi akademiknya menurun dan fatalnya korban memiliki keinginan untuk bunuh diri daripada menghadapi pelaku bullying (Dwipayanti & Indrawati, 2014).

Anak sekolah adalah generasi muda yang berorientasi untuk menyukseskan tujuan dan cita-cita negaranya. Dalam upaya pencapaian tersebut diperlukan pendidikan yang bertahap-tahap, agar perkembangan dapat tumbuh dengan baik dan optimal sehingga pencapain tersebut dapat terpenuhi sempurna. Namun, di proses tersebut harus ada perlindungan hukum terhadap anak untuk menjamin hak-haknya.

Maraknya bullying di era zaman sekarang sangat menghambat perkembangan anak dalam pendidikan terutama siswa di sekolah. Di Indonesia masih menyepelekan tindakan bullying dan menganggap tindakan bullying itu tidak berbahaya. Ganasnya dampak bullying terhadap siswa yang mengakibatkan korban mengalami gangguan fisik dan psikis belum diperhatikan secara penuh oleh pemerintah Indonesia bahkan tenaga pendidik (guru) di sekolah, sehingga siswa mengalami kendala/hambatan dalam belajar yang menyebabkan turunnya prestasi siswa tersebut.

Dimulai dari perasaan rendah diri dan rasa tertekan atau terintimidasi pada anak akan menyebabkan anak menghindari proses pembelajaran yang kompleks. Hal ini tidak dapat dibiarkan, karena sangat berdampak pada masa depan anak dan juga masa depan negara ini.

Oleh karena itu, peneliti tertarik ingin mengetahui serta menganalisis masalah tindakan bullying berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak dalam pendidikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat informasi tentang tindakan bullying dalam pendidikan sehingga tindakan bullying itu harus ditindak lanjuti atau diperhatikan penuh oleh terutama tenaga pendidik dan pemerintah untuk mengatasi pelanggaran yang dapat mengakibatkan sangat fatal dalam kehidupan korban.

Dengan harapan sebesar-besarnya, penelitian ini mampu memberikan kesadaran bagi pembaca atas tindakan bullying atau kekerasan yang berdampak sangat buruk terhadap anak hingga menyebabkan gangguan fisik dan psikis, bahkan yang paling fatal adalah kematian/bunuh diri.

 

METODE PENELITIAN

 

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif menggunakan deskriptif dengan wawancara, angket, dan dokumentasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengkaji masalah pengaruh tindakan bullying perlindungan hukum bagi anak korban bullying dalam pendidikan.

Penelitian ini dilakukan di SD N 3 Demaan Kudus pada hari Kamis, 12 Januari 2023 pukul 08.30 WIB.

Menurut (Fraenkel dan Wallen, 1990), survei adalah pengumpulan data dengan mengumpulkan informasi dari suatu sampel dengan menanyakan melalui angket atau interview agar dapat menggambarkan berbagai aspek. Teknik pengambilan data sampel adalah purposive sampling.

Penelitian ini menggunakan variabel terikat yakni dampak dari bullying bagi anak. Pengambilan sampel berdasarkan kriteria umur kisaran 9-12 tahun atau kelas 3-6 SD.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana. Metode pengumpulan data yang digunakan penelitian ini adalah menggunakan wawancara, angket, dan dokumentasi, sehingga peneliti dapat mendapatkan data yang sesuai untuk menganalisis dan mengkaji masalah pengaruh tindakan bullying perlindungan hukum bagi anak korban bullying dalam pendidikan.

  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas, memiliki daya saing dan mampu memimpin serta memelihara persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, diperlukan perlindungan hukum demi keberlangsungan hidup anak. Pertumbuhan dan perkembanganan fisik, mental serta sosial menjadi pelindung dari segala kemungkinan yang berbahaya bagi anak (Said, 2018).

Namun, bullying menjadi salah satu masalah besar yang sampai saat ini belum terselesaikan secara tuntas di dunia pendidikan. Dasar-dasar pelaku bullying dikarenakan faktor karakteristik korban bulyying, sikap korban, tradisi/budaya bullying di sekolah, serta pelaku yang tidak memiliki kemampuan empati (Utami et al., 2019).

Perlindungan bagi anak di lingkungan pendidikan menjadi tanggungjawab dari guru, tenaga pendidik, pemerintah, dan masyarakat sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Anak pasal 54 ayat 2 yaitu "Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pendidikan, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat".

  Kasus bullying ini juga dialami oleh beberapa siswa di SD N 3 Demaan Kudus. Sebab diperlakukan kurang enak/menyenangkan dari beberapa teman kelasnya membuat korban trauma dan merasa tertekan untuk berangkat sekolah lagi sehingga mempengaruhi prestasi anak di sekolah.

 Berdasarkan pernyataan dari guru bimbingan konseling SD N 3 Demaan Kudus menyatakan bahwa sekarang banyak kasus yang dilihat akhir-akhir ini menjadi permasalahan besar bagi guru-guru BK, dimana yang seharusnya mampu bersikap tegas pada siswa siswi yang melanggar aturan atau melakukan hal-hal buruk. Perbedaan dunia pendidikan zaman dahulu dan sekarang sangatlah signifikan. Dahulu saat masih menjadi pelajar, apapun yang guru perintahkan kepada siswa pasti dilakukan.

Bahkan ketika siswa melakukan kesalahan di sekolah, siswa tidak berani melaporkan kepada orang tua meskipun mendapatkan hukuman seperti kuku panjang hukumannya disentil jarinya. Namun, entah kenapa dunia pendidikan sekarang semua seperti terbalik dimana anak yang dititipkan dan diamanahkan dari orang tua kepada sekolah yang seharusnya dididik menjadi banyak anak yang membangkang dan melawan.

Hal yang seharusnya dilakukan guru dalam mendidik anak masih di taraf wajar, sekarang dikatakan sebagai penyelewengan hak asasi manusia. Oleh karena itu, dengan cara apalagi guru dapat bertindak tegas selain dengan dibantunya peraturan tertentu di sekolah. Atas dasar peraturan tersebut, itu pun guru hanya boleh memberikan sanksi berupa teguran, surat hingga pemanggilan orang tua ke sekolah.

  Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru BK memiliki keterbatasan dalam menindak/menegaskan anak didiknya yang melakukan kesalahan, sehingga siswa dapat semena-mena melakukan sesuai keinginannya. Tidak hanya guru BK, staf pendidik yang lainnya juga.

 Oleh karena itu, dapat menjadikan salah satu faktor tindakan bullying yang semakin marak dan banyak, karena kebebasan hukum yang dimiliki anak umur kisaran 9-12 atau kelas 3-6 SD sebagai subyek dalam penelitian ini.

Sebagai kontribusi negara dalam upaya penindakan bullying, Indonesia komitmen telah mengeluarkan Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002. Namun, perlu diperhatikan ada 2 jenis perlindungan terhadap siswa dari bullying, yakni pencegahan terjadinya bullying dan perlindungan terhadap korban bullying. Perlindungan terhadap korban sangat diperlukan untuk pemulihan korban yang mengalami gangguan baik psikis amupun fisik dan mentalnya, sehingga korban mendapatkan rasa aman.

             Menurut Ariesto (2009), faktor-faktor terjadinya bullying antara lain :

  • Keluarga

Keluarga ini menjadi faktor utama yang menentukan sifat anak. Jika di dalam keluarga, anak mendapatkan didikan yang baik dan dapat diterima anak secara baik, maka dapat dipastikan anak tidak akan melakukan tindakan bullying terhadap orang lain. Kondisi keluarga yang agresi, situasi rumah yang stres, dan parenting yang berlebihan akan sangat menpengaruhi.

  • Sekolah

Tindakan bullying ini masih disepelekan oleh pihak sekolah. Akibatnya, anak sebagai pelaku bullying akan merasakan dukungan untuk mengintimidasi orang lain, sehingga tindakan bullying semakin berkembang pesat.

  • Kelompok sebaya

Faktor kelompok sebaya ketika berinteraksi dengan teman-teman yang lain akan terdorong keinginan untuk melakukan tindakan bullying. Dalam artian, anak itu membuktikan bahwa mereka dapat masuk ke kelompok tertentu dengan melakukan bullying.

  • Kondisi lingkungan sosial

Kondisi ini seperti kemiskinan menjadi salah satu faktor tindakan bullying. Dengan cara apapun dalam kondisi kemiskinan yang menjadikan anak melakukan pemalakan terhadap teman lainnya untuk memenuhi kebutuhannya.

  • Tayangan televisi dan media cetak

Televisi dan media cetak sangat mempengaruhi pola karakter anak. Apalagi zaman sekarang semakin mudahnya mengakses apapun hanya menggunakan gadget seperti handphone. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus dalam dunia teknologi.

Pernyataan dari korban bullying mengatakan dampak dari bullying sangatlah fatal jika tidak mendapatkan rasa aman dari orang yang memahami kondisinya atau pun perlindungan hukum. Korban bullying mengalami ganggung psikis, mental dan fisik hingga merasa terintimidasi dan yang paling fatal adalah keinginan untuk bunuh diri agar dapat lari dari rasa tekanan yang dalam.

Dampak psikis ini yang sangat mempengaruhi kehidupan, antara lain stres, depresi, takut, minder, dan keinginan bunuh diri. Selanjutnya dampak mental ada rasa tidak betah, tidak nyaman, susah konsentrasi, dan sebagainya. Sedangkan dampak fisik itu yang dapat dilihat dengan mata berupa memar, benjol, luka terbuka,  dan sebagainya.

Hal itu tidak dapat dibiarkan secara terus menerus. Berbagai upaya harus dilakukan untuk mengatasi/menghapus tindakan bullying yang berdampak  buruk. Pelibatan orang tua sangatlah penting dalam pencegahan kecemasan/rasa takut dari anak, dan orang tua perlu dilatih untuk meningkatkan problem solving dalam mengatasi masalah anak.

Peran guru dan staf pendidik dalam pendidikan menjadi komponen kedua setelah orang tua. Upaya dalam menciptakan pola karakter yang baik seperti tidak berlebihan memarahi ketika anak melakukan kesalahan karena salah pada anak itu hal yang wajar dalam proses pembelajaran. Namun, jika kesalahan yang dibuat buruk dan melebihi batas maka harus diberikan tindakan tegas agar tidak mengulanginya lagi.

 Sebagai negara hukum, Indonesia harus menjunjung hukum tanpa diskriminasi, terutama dalam penanganan kasus bullying. Kenakalan anak seiring berjalannya waktu akan semakin bervariasi dan berkembang. Namun, saat anak melakukan kejahatan atau tindak pidana, maka anak akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Hal itu bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada anak. Akan tetapi, hal yang lebih utama adalah pencegahannya. Dalam lingkungan pendidikan, jika ada pelanggaran seperti tindakan bullying, maka upaya yang dapat dilakukan adalah 1) memberikan hukuman kepada pelaku bullying dengan duduk di luar kantor kepala sekolah, 2) dikeluarkan dari kelas dan dipaksa untuk menghabiskan waktu dengan anak-anak yang lebih kecil, 3) dicabutnya aktivitas yang menyenangkan, 4) dipaksa untuk bicara serius dengan personil sekolah (Utami et al., 2019).

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya tindakan bullying itu karena kurangnya rasa simpati dan empati dalam kehidupan sosial. Dampak tindakan bullying sangatlah buruk hingga menyebabkan rasa keinginan bunuh diri dari korban bullying. Oleh karena itu, diperlukan perhatian atau kesadaran dari di dalam pendidikan yakni guru, tenaga pendidik, masyarakat dan pemerintah atau negara untuk memberikan perlindungan hukum terhadap korban bullying dan melakukan pencegahan atas tindakan bullying.

Perlindungan hukum terhadap anak korban bullying secara umum telah dilindungi oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun