Mohon tunggu...
Muhammad Rafly Setiawan
Muhammad Rafly Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Manager Pemantauan Nasional Netfid Indonesia | Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Nasional

Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang memiliki hobi travelling, menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Money

Pengentasan Kemiskinan di Indonesia Tinjauan Pemikiran Ibnu Khaldun

7 Januari 2025   07:50 Diperbarui: 7 Januari 2025   07:50 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemiskinan adalah masalah yang telah menghantui masyarakat Indonesia sejak lama. Meskipun berbagai program pemerintah dan kebijakan telah diperkenalkan untuk mengatasi persoalan ini, hasilnya sering kali tidak memadai.

Angka kemiskinan di Indonesia tetap tinggi, dengan lebih dari 25 juta penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada 2024. Sementara itu, perbedaan ekonomi antara kota dan desa, kemudian antara kaya dan miskin, semakin mencolok.

Dalam konteks ini, kita perlu merenung dan mencari solusi yang lebih mendalam dan filosofis. Salah satu pendekatan yang dapat memberi wawasan baru adalah pemikiran sosio-ekonomi yang dikembangkan oleh seorang ilmuwan besar dari dunia Islam, yaitu Ibnu Khaldun.

Oleh karena itu, tulisan ini akan melihat bagaimana pengentasan kemiskinan itu dapat ditinjau dari pemikiran Ibnu Khaldun. Mari kita bahas bersama.

Konsep Kejayaan dan Kemunduran Suatu Peradaban

Ibnu Khaldun (1332-1406 M) adalah seorang cendekiawan besar dari abad pertengahan yang dikenal karena karya monumentalnya berjudul 'Muqaddimah' yang mengulas tentang sejarah, ekonomi, sosial, politik, dan peradaban.

Salah satu konsep paling menarik yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun adalah teori tentang asabiyyah (solidaritas kelompok) yang berperan penting dalam membangun sebuah negara yang kuat dan sejahtera.

Menurutnya, kekuatan suatu masyarakat bergantung pada kemampuan mereka untuk bersatu dalam solidaritas dan kerjasama, baik dalam kelompok kecil (seperti keluarga atau suku) maupun dalam masyarakat besar.

Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa setiap peradaban atau masyarakat melalui siklus hidup yang melibatkan kebangkitan, kejayaan, kemunduran, dan kehancuran.

Faktor utama yang mempengaruhi siklus ini adalah adanya asabiyyah yang kuat di awal peradaban, dan kemudian melemah seiring dengan kemajuan ekonomi dan politik yang pada gilirannya menyebabkan perpecahan sosial dan kemunduran.

Ini adalah pemikiran yang sangat relevan apabila kita melihat ketimpangan sosial dan kemiskinan yang ada di Indonesia.

Ketimpangan Sosial dan Ekonomi dalam Konteks Indonesia

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan potensi ekonomi, namun kemiskinan masih menjadi masalah yang tak kunjung usai. Ketimpangan sosial dan ekonomi semakin menganga.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), walaupun ada perbaikan dalam beberapa tahun terakhir, tetapi ketimpangan pendapatan di Indonesia masih tinggi.

Gini ratio yang mengukur ketimpangan pendapatan, tercatat 0,38 pada 2023 merupakan sebuah angka yang menggambarkan adanya ketimpangan yang signifikan antara yang kaya dan yang miskin.

Kondisi ini bisa dipahami dengan menggunakan konsep asabiyyah dari Ibnu Khaldun. Ketika sebuah masyarakat kehilangan solidaritas dan kebersamaan antaranggota, maka ketimpangan sosial pun akan semakin lebar.

Dalam konteks Indonesia, ketimpangan antara desa dan kota, antara pulau-pulau besar dan kecil, serta antara kelompok ekonomi yang berbeda, memperburuk ketidaksetaraan ini.

Dengan kata lain, masyarakat yang kaya semakin kuat, sedangkan kelompok miskin terpinggirkan dan tidak memiliki akses yang memadai untuk mengubah nasib mereka.

Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program untuk mengatasi kemiskinan seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), dan berbagai program pembangunan infrastruktur.

Meskipun ada kemajuan, namun hasilnya tidak selalu merata. Banyak daerah, terutama di kawasan perdesaan dan kawasan timur Indonesia yang masih tertinggal.

Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut belum sepenuhnya mampu mengurangi ketimpangan yang mendalam di masyarakat.

Solidaritas Sosial dan Pembangunan Berkelanjutan

Salah satu solusi yang dapat diambil dari pemikiran Ibnu Khaldun adalah perlunya memperkuat asabiyyah di dalam masyarakat Indonesia. Solidaritas sosial yang kuat antaranggota masyarakat dapat menjadi pilar penting untuk mengatasi kemiskinan.

Dalam konteks ini, asabiyyah tidak hanya berarti solidaritas di dalam kelompok kecil seperti keluarga atau suku, tetapi juga dalam konteks masyarakat yang lebih luas seperti antarwarga negara.

Apabila solidaritas ini terjalin, maka distribusi kekayaan dan sumber daya akan menjadi lebih merata, serta ketimpangan sosial bisa diminimalisasi.

1. Penguatan solidaritas sosial melalui pendidikan

Pendidikan adalah salah satu cara yang paling efektif untuk membangun solidaritas sosial. Dengan pendidikan yang merata, masyarakat akan lebih mudah memahami pentingnya kerjasama dan saling membantu. 

Selain itu, pendidikan juga memberikan kemampuan kepada individu untuk keluar dari kemiskinan dengan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan di dunia kerja.

Oleh karena itu, reformasi pendidikan yang inklusif dan berkualitas adalah langkah pertama yang harus diambil dalam upaya pengentasan kemiskinan.

Kendati demikian, pendidikan bukan hanya tentang formalitas sekolah. Pendidikan karakter dan pelatihan sosial yang mengajarkan nilai-nilai asabiyyah, gotong royong, dan saling membantu juga sangat penting. Hal ini bisa dimulai sejak dini, baik di dalam keluarga, sekolah, maupun komunitas lokal.

2. Pemberdayaan ekonomi masyarakat dan kewirausahaan

Ibnu Khaldun menekankan pentingnya kestabilan ekonomi untuk kemajuan peradaban. Dalam konteks Indonesia, salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan memberdayakan ekonomi masyarakat, terutama di daerah-daerah yang terpinggirkan.

Pemberdayaan ekonomi bisa dilakukan dengan menyediakan akses yang lebih baik untuk permodalan, pelatihan keterampilan, dan menciptakan iklim kewirausahaan yang mendukung.

Pemerintah dapat lebih fokus dalam mengembangkan program-program yang mendukung UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.

Selain itu, memperkuat ekonomi berbasis komunitas dan koperasi juga bisa menjadi alternatif yang efektif. Dalam hal ini, penting untuk membangun kerja sama antar berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.

3. Pembangunan infrastruktur yang merata

Salah satu faktor penyebab ketimpangan sosial di Indonesia adalah infrastruktur yang tidak merata. Di banyak daerah, akses terhadap fasilitas dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi masih terbatas.

Pembangunan infrastruktur yang merata akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengakses layanan dasar yang lebih baik. Dan pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.

Pembangunan infrastruktur juga harus memperhatikan aspek keberlanjutan. Dalam konteks pemikiran Ibnu Khaldun, peradaban yang maju tidak hanya bergantung pada kekuatan ekonomi, tetapi juga pada kelestarian sumber daya alam.

Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur harus memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan dengan memperhatikan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian alam.

4. Reformasi kebijakan dan pemerintahan yang efektif

Kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada rakyat miskin sangat penting dalam pengentasan kemiskinan. Hal ini termasuk dalam hal pengelolaan sumber daya alam, alokasi anggaran untuk program-program sosial, dan penegakan hukum yang adil.

Pemerintah harus berkomitmen untuk memastikan bahwa sumber daya negara digunakan dengan efisien untuk mengurangi ketimpangan sosial yang telah mengakar di masyarakat.

Dalam hal ini, transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan sangat diperlukan. Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan hanya akan memperburuk ketimpangan sosial dan memperpanjang kemiskinan.

Oleh karena itu, membangun pemerintahan yang bersih dan efektif adalah langkah penting dalam menciptakan keadilan sosial.

Menyongsong Masa Depan yang Lebih Sejahtera

Sebagai negara yang besar dan beragam, Indonesia memiliki potensi untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Akan tetapi, untuk mewujudkan hal ini, diperlukan pendekatan yang lebih mendalam dan filosofis.

Pemikiran Ibnu Khaldun memberikan wawasan penting tentang bagaimana asabiyyah yang kuat dapat menjadi kunci dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

Dengan kata lain, bahwa solidaritas sosial, pemberdayaan ekonomi, pembangunan infrastruktur yang merata, dan reformasi kebijakan adalah beberapa langkah yang harus diambil untuk mengatasi kemiskinan.

Dengan memanfaatkan kekuatan solidaritas sosial dan bekerja bersama sebagai satu bangsa, Indonesia dapat mengatasi tantangan kemiskinan dan membangun masa depan yang lebih sejahtera bagi seluruh rakyatnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun