Bung Hatta merupakan salah satu bapak pendiri bangsa Indonesia. Dikenal sebagai seorang pemikir yang memiliki pandangan ekonomi berbasis kemanusiaan dan keadilan sosial.
Pemikiran ekonomi Bung Hatta berakar pada prinsip koperasi sebagai bentuk organisasi ekonomi yang paling sesuai dengan semangat gotong royong dan kemandirian bangsa.
Namun demikian, tantangan lingkungan hidup dan perubahan iklim yang semakin nyata mengharuskan adanya reformulasi atas gagasan-gagasan dasar ini dalam konteks ekonomi berkelanjutan.
Dalam tulisan ini, kita akan menganalisis bagaimana pemikiran ekonomi Bung Hatta dapat dirumuskan kembali untuk menghadapi tantangan keberlanjutan di Indonesia.
Fokus utamanya akan diberikan pada penerapan nilai koperasi dalam tata kelola sumber daya alam, pengembangan energi terbarukan, serta penciptaan model bisnis yang inklusif dan berbasis keadilan ekologis.
Esensi Pemikiran Ekonomi Bung Hatta
Pemikiran Bung Hatta tentang ekonomi sangat dipengaruhi oleh konsep ekonomi kerakyatan yang menempatkan manusia sebagai pusat pengambilan keputusan ekonomi.
Dalam bukunya 'Gerakan Koperasi dan Perekonomian Rakyat', Bung Hatta menekankan pentingnya keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat.
Ia percaya bahwa kekayaan alam yang melimpah di Indonesia harus dikelola demi kemakmuran bersama, bukan untuk keuntungan segelintir orang. Maka, konsep koperasi adalah pilar utama dari sistem ekonomi yang diusulkan Bung Hatta.
Menurutnya, koperasi bukan hanya alat ekonomi, melainkan sebagai sarana pendidikan sosial yang memperkuat solidaritas dan demokrasi ekonomi.
Kendati demikian, dalam menghadapi krisis lingkungan global, koperasi perlu lebih dari sekedar alat penguatan ekonomi rakyat.
Melihat hal tersebut, koperasi harus menjadi pelopor dalam membangun praktik bisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Prinsip Koperasi untuk Tata Kelola Sumber Daya Alam Berkelanjutan
Pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia sering kali didominasi oleh perusahaan besar yang mengeksploitasi tanpa memedulikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan.
Reformulasi pemikiran Bung Hatta harus dimulai dengan mendorong koperasi lingkungan, yaitu koperasi yang berorientasi pada pelestarian sumber daya alam.
Dalam praktiknya, koperasi lingkungan dapat berperan dalam dua hal. Pertama, mengelola hutan secara berkelanjutan. Dan yang kedua, mengoptimalkan pengelolaan lahan pertanian.
1. Mengelola hutan secara berkelanjutan
Koperasi hutan berbasis masyarakat dapat mengelola hutan dengan sistem agroforestri, yang tidak hanya menjaga keanekaragaman hayati tetapi juga memberikan manfaat ekonomi kepada komunitas lokal.
2. Mengoptimalkan pengelolaan lahan pertanian
Koperasi pertanian yang menerapkan prinsip pertanian organik dan penggunaan teknologi hijau dapat meningkatkan produktivitas tanpa merusak ekosistem.
Dengan model koperasi semacam ini dapat memotong dominasi oligarki terhadap ekonomi dan sumber daya alam yang sering kali menjadi akar ketimpangan sosial dan kerusakan lingkungan.
Pengembangan Energi Terbarukan melalui Ekonomi Koperasi
Salah satu tantangan terbesar dalam menciptakan ekonomi berkelanjutan adalah transisi dari energi fosil ke energi terbarukan.
Indonesia memiliki potensi besar dalam energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan panas bumi.
Reformulasi pemikiran ekonomi Bung Hatta bisa diwujudkan dengan mendorong koperasi energi terbarukan.
Koperasi energi di negara-negara Eropa seperti Jerman, telah sukses menjadi model dalam mendorong energi hijau.
Indonesia dapat mengadaptasi pendekatan ini dengan mengintegrasikan koperasi energi di tingkat desa dan kota kecil, dimana masyarakat bisa menjadi pemilik dan konsumen energi yang mereka hasilkan.
Dengan demikian, ini akan menciptakan model bisnis yang demokratis, berkeadilan sosial, dan ramah lingkungan sesuai dengan cita-cita Bung Hatta.
Keadilan Ekologis dan Inklusi Sosial
Bung Hatta selalu menekankan pentingnya keadilan sosial dalam struktur ekonomi. Namun dalam era modern ini, keadilan sosial harus diperluas menjadi keadilan ekologis.
Reformulasi pemikiran ekonomi Hatta harus mencakup konsep bahwa manusia memiliki tanggung jawab moral terhadap alam.
Prinsip keadilan ekologis dapat diterapkan dalam kebijakan ekonomi dengan dua cara. Pertama, menginternalisasi biaya lingkungan. Dan yang kedua, memperkuat regulasi yang mengikat pelaku usaha untuk memenuhi standar keberlanjutan.
1. Menginternalisasi biaya lingkungan
Setiap aktivitas ekonomi harus memperhitungkan biaya kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sesuai dengan prinsip 'polluter pays'.
2. Memperkuat regulasi yang mengikat pelaku usaha untuk memenuhi standar keberlanjutan
Koperasi yang mematuhi standar hijau harus diberi insentif, sementara pelanggar harus dikenai sanksi berat.
Dengan begitu, prinsip keadilan ekologis dapat diterapkan dalam kebijakan ekonomi di era modern sekarang ini sebagai bentuk kepedulian terhadap krisis iklim dan lingkungan.
Pendidikan dan Kesadaran Kolektif
Reformulasi pemikiran ekonomi Bung Hatta juga mencakup aspek pendidikan yang menanamkan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan.
Seperti yang dikemukakan Bung Hatta, pendidikan ekonomi melalui koperasi bukan hanya tentang keuntungan materiil, melainkan tentang membangun karakter dan tanggung jawab sosial.
Selain itu, reformulasi pemikiran ekonomi Bung Hatta dalam konteks keberkelanjutan ekonomi membutuhkan perubahan paradigma yang memadukan nilai-nilai koperasi dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Koperasi harus menjadi kekuatan utama dalam pengelolaan sumber daya alam, transisi energi, dan penciptaan keadilan sosial serta ekologis.
Dengan demikian, cita-cita ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial dapat diwujudkan. Dan tentunya, Indonesia memiliki peluang besar dalam memimpin model pembangunan yang lebih manusiawi dan berkelanjutan di dunia.
Jiwa koperasi adalah menolong diri sendiri secara bersama–Bung Hatta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H