Dalam konteks Indonesia, perilaku konsumtif generasi muda berperan penting dalam 'merangsang' perekonomian domestik.
Keynes mengajukan bahwa konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan, dimana semakin tinggi pendapatan, maka semakin besar proporsi konsumsi yang dikeluarkan oleh individu atau rumah tangga.
Namun demikian, yang menarik dari pendekatan Keynes adalah konsep 'marginal propensity to consume'Â (MPC) atau kecenderungan marginal untuk mengkonsumsi, yang menjelaskan seberapa besar proporsi tambahan pendapatan yang akan dibelanjakan.
Keputusan konsumsi ini tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan itu sendiri, melainkan faktor-faktor psikologis, sosial, dan budaya.
Dalam konteks ini, generasi muda Indonesia menunjukkan pola konsumsi yang lebih tinggi meski mereka mungkin belum memiliki pendapatan yang stabil atau tinggi.
Fenomena ini sering kali diperburuk dengan pengaruh media sosial yang memberikan gambaran tentang gaya hidup yang harus diikuti, dan menciptakan tekanan sosial untuk membeli barang-barang tertentu yang dianggap sebagai simbol status.
Pengaruh Konsumsi terhadap Ekonomi Domestik
Secara makro, konsumsi yang dilakukan oleh generasi muda Indonesia mempengaruhi perekonomian nasional.
Keynes berpendapat bahwa permintaan agregat (total permintaan barang dan jasa) dalam perekonomian, berperan penting dalam menentukan tingkat output dan lapangan pekerjaan.
Dalam hal ini, generasi muda sebagai konsumen utama di Indonesia berperan dalam mendorong permintaan agregat tersebut.
Misalnya, sektor industri barang elektronik, fesyen, dan teknologi mengalami peningkatan pesat karena tingginya konsumsi generasi muda terhadap produk-produk ini.