Di tengah ketimpangan distribusi tanah dan tantangan dalam pemenuhan kebutuhan lahan di Indonesia, Badan Bank Tanah (BBT) hadir sebagai instrumen penting dalam mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi berkelanjutan.
Indonesia sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, menghadapi permasalahan serius dalam sektor agraria dan tata ruang.
Peran BBT dalam mengelola dan mendistribusikan tanah yang dikuasai oleh negara akan memainkan peran sentral dalam memastikan terwujudnya ekonomi berkelanjutan yang inklusif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan.
Untuk itu, penting untuk mengoptimalkan fungsi Badan Bank Tanah melalui pendekatan yang strategis dan berbasis bukti.
Konteks Ketimpangan Tanah dan Kebutuhan Ekonomi Berkelanjutan
Ketimpangan distribusi tanah di Indonesia telah lama menjadi masalah struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Hal ini sesuai dengan data Badan Pertanahan Nasional (BPN), bahwa sekitar 70% dari total luas tanah di Indonesia dikuasai oleh 2% dari populasi (Badan Pertanahan Nasional, 2021).
Ini menciptakan ketimpangan yang mempengaruhi sektor pertanian, perumahan, dan industri, serta menambah beban sosial dan ekonomi bagi masyarakat miskin yang bergantung pada tanah untuk mata pencahariannya.
Selain itu, pertumbuhan populasi yang pesat dan urbanisasi mengharuskan adanya penyediaan lahan yang memadai bagi pembangunan ekonomi, tetapi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam kerangka ekonomi berkelanjutan, akses terhadap tanah yang adil dan terkelola dengan baik sangat penting (Astuti & Hidayat, 2022).
Ekonomi berkelanjutan tidak hanya bicara soal pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga mencakup pemerataan, keadilan sosial, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Dengan demikian, Badan Bank Tanah yang dibentuk bertujuan untuk menanggulangi ketimpangan distribusi tanah menjadi instrumen yang memiliki potensi besar dalam menciptakan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Peran Badan Bank Tanah dalam Mengurangi Ketimpangan dan Memenuhi Kebutuhan Pembangunan
Badan Bank Tanah di Indonesia didirikan dengan tujuan untuk mengelola dan mendistribusikan tanah yang dikuasai oleh negara, dengan cara yang lebih efisien dan merata.
Tujuan utama dari BBT adalah untuk mengatasi permasalahan tanah yang terpendam, tidak produktif, maupun dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak sesuai dengan aturan, serta memberikan akses tanah bagi masyarakat yang membutuhkan untuk kegiatan produktif, termasuk untuk pertanian, perumahan, dan sektor industri (Nugroho & Purnama, 2023).
Namun untuk mengoptimalkan fungsinya, BBT perlu lebih dari sekedar menjadi lembaga yang mengelola tanah.
BBT harus menjadi motor penggerak dalam menciptakan tata kelola tanah yang transparan, berbasis data yang akurat, serta sesuai dengan kebutuhan pembangunan berkelanjutan.
Pertama-tama, BBT harus lebih aktif dalam melibatkan masyarakat dalam proses redistribusi tanah, terutama bagi mereka yang kurang memiliki akses seperti petani kecil dan kelompok masyarakat marginal (terpinggirkan).
Pendekatan berbasis partisipatif ini akan memastikan bahwa redistribusi tanah tidak hanya menjadi transfer hak kepemilikan, tetapi juga alat untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan ekonomi masyarakat.
Dalam konteks ekonomi berkelanjutan, BBT juga harus fokus pada pengelolaan tanah secara ramah lingkungan.
Salah satu isu yang perlu diatasi adalah konversi lahan pertanian yang terus terjadi akibat pembangunan infrastruktur dan industri.
BBT dapat menjadi lembaga yang mendorong pertanian berkelanjutan dengan menyediakan lahan untuk pertanian organik atau ramah lingkungan, dan memperkenalkan konsep agroforestry yang menggabungkan kegiatan pertanian dan kehutanan dalam satu kawasan (Ministry of Environment and Forestry, 2022).
Tantangan yang dihadapi Badan Bank Tanah
Meskipun BBT memiliki potensi besar, namun ada berbagai tantangan yang perlu dihadapi untuk mengoptimalkan perannya. Salah satu tantangan utama adalah masalah birokrasi dan tata kelola yang tidak efisien.
Proses pengadaan dan redistribusi tanah melalui BBT sering kali terhambat oleh regulasi yang rumit, tidak transparan dan tidak fleksibel. Hal ini berpotensi menunda proses yang seharusnya dapat mempercepat akses masyarakat terhadap tanah yang layak.
Selain itu, permasalahan tumpang tindih kepemilikan dan penggunaan tanah menjadi kendala yang besar. Banyak tanah yang dikuasai oleh perusahaan besar atau negara, namun tidak dikelola secara optimal.
Penyelesaian konflik agraria dan sengketa tanah harus menjadi prioritas dalam reformasi Badan Bank Tanah dengan pendekatan yang adil dan tanpa diskriminasi (Prasetyo, 2020).
Untuk itu, salah satu solusi untuk mengatasi hal ini adalah dengan memperkuat peran lembaga hukum dan memperbaiki sistem administrasi pertanahan yang lebih akurat dan terintegrasi.
Strategi Optimalisasi Badan Bank Tanah
Dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan melalui Badan Bank Tanah, dibutuhkan sejumlah langkah strategis dapat dilakukan untuk mengoptimalkan peran Badan Bank Tanah sebagai implementasi dari reforma agraria.
1. Penguatan kapasitas SDM
Sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan profesional di BBT adalah kunci utama dalam mengelola dan mendistribusikan tanah.
Pemerintah harus memastikan bahwa pegawai BBT memiliki kemampuan untuk memahami kompleksitas masalah tanah dan tata ruang.
Selain itu, pelatihan bagi masyarakat yang akan mendapatkan tanah perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam mengelola dan memanfaatkan tanah secara berkelanjutan.
2. Pengembangan infrastruktur data pertanahan
Sistem informasi pertanahan yang terintegrasi dan transparan sangat penting dalam memastikan keberhasilan redistribusi tanah.
Pemerintah perlu mengembangkan platform digital yang dapat memudahkan pencatatan dan pemantauan tanah yang dikelola oleh BBT.
Dengan kata lain, data yang akurat dan dapat diakses oleh publik akan mengurangi praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan tanah.
3. Mendorong kemitraan dengan sektor swasta dan lembaga keuangan
BBT juga perlu menjalin kemitraan strategis dengan sektor swasta, terutama dalam hal penyediaan pembiayaan dan investasi untuk proyek-proyek yang berkelanjutan.
Misalnya dalam sektor pertanian berkelanjutan, BBT dapat menggandeng perusahaan yang memiliki komitmen terhadap keberlanjutan untuk menyediakan akses tanah kepada petani kecil dengan skema pembiayaan yang terjangkau.
4. Penegakan hukum dan penyelesaian konflik agraria
Penyelesaian sengketa tanah dan penegakan hukum yang tegas terhadap pihak yang melanggar aturan adalah langkah penting dalam menciptakan keadilan sosial.
BBT harus bekerja sama dengan lembaga hukum dan instansi terkait untuk memastikan bahwa redistribusi tanah dilakukan secara adil dan tanpa penyalahgunaan.
Potensi Badan Bank Tanah dalam Reforma Agraria dan Mewujudkan Ekonomi BerkelanjutanÂ
Badan Bank Tanah memiliki potensi besar untuk mendukung reforma agraria dan mewujudkan ekonomi berkelanjutan di Indonesia, asalkan dapat dioptimalkan melalui berbagai kebijakan yang transparan, inklusif, dan ramah lingkungan.
Dengan mengelola tanah yang dikuasai oleh negara secara lebih efektif dan adil, BBT dapat membantu mengurangi ketimpangan sosial dan memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat.
Keberhasilan BBT dalam mencapai tujuan ini akan sangat bergantung pada penguatan tata kelola, pengembangan kapasitas SDM, serta sinergi dengan sektor swasta dan masyarakat.
Dengan demikian, untuk mewujudkan ekonomi berkelanjutan di Indonesia, Badan Bank Tanah harus bertransformasi menjadi lembaga yang tidak hanya fokus pada redistribusi tanah, tetapi juga pada pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, memastikan akses yang adil bagi semua lapisan masyarakat, serta memperkuat tata kelola yang transparan dan akuntabel.
Dengan begitu, melalui langkah-langkah strategis tersebut, Indonesia dapat mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang sesungguhnya.
Referensi
Badan Pertanahan Nasional. 2021. Laporan Tahunan 2021. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional.
Astuti, S., & Hidayat, A. 2022. Pengelolaan Tanah dan Keberlanjutan Pertanian di Indonesia. Jurnal Agraria, 8(1), 45-58.
Ministry of Environment and Forestry. 2022. National Report on Land Use and Sustainability in Indonesia. Jakarta: Ministry of Environment and Forestry.
Nugroho, M., & Purnama, M. 2023. Badan Bank Tanah dan Tantangan dalam Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Jurnal Pembangunan Ekonomi, 14(3), 112-127.
Prasetyo, E. 2020. Optimalisasi Badan Bank Tanah dalam Menyelesaikan Konflik Agraria di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 21(2), 103-116.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H