BBT dapat menjadi lembaga yang mendorong pertanian berkelanjutan dengan menyediakan lahan untuk pertanian organik atau ramah lingkungan, dan memperkenalkan konsep agroforestry yang menggabungkan kegiatan pertanian dan kehutanan dalam satu kawasan (Ministry of Environment and Forestry, 2022).
Tantangan yang dihadapi Badan Bank Tanah
Meskipun BBT memiliki potensi besar, namun ada berbagai tantangan yang perlu dihadapi untuk mengoptimalkan perannya. Salah satu tantangan utama adalah masalah birokrasi dan tata kelola yang tidak efisien.
Proses pengadaan dan redistribusi tanah melalui BBT sering kali terhambat oleh regulasi yang rumit, tidak transparan dan tidak fleksibel. Hal ini berpotensi menunda proses yang seharusnya dapat mempercepat akses masyarakat terhadap tanah yang layak.
Selain itu, permasalahan tumpang tindih kepemilikan dan penggunaan tanah menjadi kendala yang besar. Banyak tanah yang dikuasai oleh perusahaan besar atau negara, namun tidak dikelola secara optimal.
Penyelesaian konflik agraria dan sengketa tanah harus menjadi prioritas dalam reformasi Badan Bank Tanah dengan pendekatan yang adil dan tanpa diskriminasi (Prasetyo, 2020).
Untuk itu, salah satu solusi untuk mengatasi hal ini adalah dengan memperkuat peran lembaga hukum dan memperbaiki sistem administrasi pertanahan yang lebih akurat dan terintegrasi.
Strategi Optimalisasi Badan Bank Tanah
Dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan melalui Badan Bank Tanah, dibutuhkan sejumlah langkah strategis dapat dilakukan untuk mengoptimalkan peran Badan Bank Tanah sebagai implementasi dari reforma agraria.
1. Penguatan kapasitas SDM
Sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan profesional di BBT adalah kunci utama dalam mengelola dan mendistribusikan tanah.