Mohon tunggu...
Muhammad Fathul Arham
Muhammad Fathul Arham Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bijaksana

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Review Skripsi Tinjauan URF terhadap Tradisi Nyadran dalam Pernikahan (Studi Kasus di Desa Depokrejo, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen)

3 Juni 2024   22:10 Diperbarui: 5 Juni 2024   03:37 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4. Pandangan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Tentang Tradisi Nyadran Dalam Pernikahan

Pelaksanaan tradisi ini diartikan sebagai sedekah, sedekah kepada manusia. Sedekah kepada manusia diartikan setiap pelaksanaan tradisi ini juga memberikan makanan kepada orang yang mengikuti kenduri dalam prosesi tradisi nyadran dalam pernikahan dan caosan atau media pelengkap yang digunakan itu tadi, apabila tersisa harus dibagikan ke orang atau dibuang, karena caosan tadi yang diperlukan untuk tradisi tidak boleh diambil lagi oleh yang punya hajat. Sedekah ke sesama manusia sebagai wujud syukur kepada Allah karena telah memberikan nikmat kepada makhluknya salah satunya diberikan waras sehat, pekerjaan, melihat anaknya mau menikah, dan lain sebagainya. Menurut pendapat bapak sukiyono, melakukan tradisi nyadran itu sebenarnya karena budaya. Menghormati kebudyaan leluhur bukan perkara takut akan terjadi sesuatu, tapi soal kebudayaannya orang sini ketika akan melangsungkan acara hajatan pernikahan misalnya mereka melakukan kebiasaan nyadran ini. Ke makam para sesepuh juga ke orang yang telah mbabat tanah jawa. Istilah mudahnya seperti ziarah ke makam wali-wali yang sama sekali tidak mengandung unsur mistik dan musyrik. Pelaksanaan tradisi nyadran dalam pernikahan ini tidak melanggar syariat Islam selama niat dan tujuannya benar. Justru dari tradisi ini menjadi media dakwah untuk bersedekah dan selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah Swt berikan, jika dihubungkan dengan keabsahan dari pernikahan itu sendiri tidak termasuk dalam rukun maupun syarat pernikahan tidak juga menjadi penghalang atau larangan dari perkawinan karena pelaksanaannya tetap meminta kepada Allah. Namun, jika pemahaman dan niatnya keliru meminta kepada selain Allah, akan ada ketidak sesuaian dengan tujuan perkawinan yaitu untuk beribadah kepada Allah dan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekalberdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa sedangkan perkawinannya tetap sah.

BAB III

TINJAUAN 'URF TERHADAP TRADISI NYADRAN DALAM PERNIKAHAN DI DESA DEPOKREJO KECAMATAN KEBUMEN KABUPATEN KEBUMEN

A. Pelaksanaan Tradisi Nyadran dalam Pernikahan di Desa Depokrejo

Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen

Tradisi nyadran merupakan tradisi atas dasar naluri nenek moyang terdahulu yang secara terus menerus dilaksanakan oleh masyarakat Desa Depokrejo Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen sehingga menjadi tradisi yang turun menurun. Tradisi nyadran merupakan tradisi yang masih dilestarikan di desa Depokrejo sebagai warisan para leluhur kepada keturunannya sebagai simbol kesyukuran atas nikmat yang telah diberikan dari Allah swt. Pelaksanaan tradisi nyadran di desa Depokrejo Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen merupakan wujud rasa syukur dari masyarakat kepada leluhur yang dulu telah membuka lahan baru disini sebagai cikal bakal terbentuknya masyarakat, dimana di desa Depokrejo ini dulunya berupa hutan. Praktik pelaksanaan tradisi nyadran dalam pernikahan ini dilakukan oleh orang tua calon pengantin beserta kedua calon pengantin. Tradisi ini dilakukan satu hari sebelum pernikahan dilaksanakan. Tradisi nyadran dalam pernikahan, puncaknya itu melaksanakan kenduri yang dilakukan dirumah calon pengantin. Sebelum mengadakan kenduri harus menyediakan caosan yang diletakkan didalam takir terlebih dahulu. Caosan ini sebagai media pelengkap. Caosan ini diantaranya ada brem, kerupuk, gula jawa, gula batu, telor, gendoang, iwak ati rempela, kembang telon, air putih, godong tawa, kerambil, beras, duit, rokok menyan, ampo, jenang abang. Tradisi nyadran dalam pernikahan merupakan kesepakatan warga untuk tetap dilestarikan hingga saat ini. Tolong menolong dalam menyiapkan caosan dan menemani dalam pelaksanaan kenduri selalu tergambar dalam pelaksanaan tradisi ini. Dari hal tersebut tergambar bahwa masyarakat setempat tidak merasakan keberatan kalau tradisi ini terus dilakukan. 

Ketika praktek pelaksanaan tradisi nyadran dalam pernikahan dikaitkan dengan pernikahan, maka praktek pelaksanaan tradisi nyadran dalam pernikahan pada dasarnya tidak berpengaruh kepada sah tidaknya sebuah pernikahan. Karena, pada hakikatnya sah dan tidaknya suatu pernikahan ditentukan oleh rukun dan syarat pernikahan. Dimana didalam rukun dan syarat pernikahan disebutkan tidak harus melakukan praktek pelaksanaan tradisi nyadran dalam pernikahan. Tradisi yang dilakukan dengan tujuan untuk melestarikan tradisi dan berdo'a dengan niat meminta kepada Allah Swt. maka tradisi nyadran dalam pernikahan tetap sejalan dengan tujuan hukum perkawinan. Namun, apabila tradisi ini dilakukan dengan tujuan untuk meminta keselamatan, kelancaran dalam melakukan pernikahan dan keberkahan kepada makhluk gaib maka tidak sejalan dengan tujuan yang disebutkan dalam undangundang perkawinan yaitu tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa karena adanya kerusakan aqidah dan kepercayaan.

Pernikahan yang dikatakan sah apabila memenuhi syarat dan rukunnya. Adapun syarat dan rukun pernikahan memenuhi syariat Islam adalah berikut ini : Rukun pernikahan yang harus terpenuhi ialah: Adanya calon mempelai laki-laki,Adanya calon mempelai perempuan, Adanya wali dari pihak perempuan yang akan mengakadkan pernikahan, Adanya dua orang saksi, & Adanya ijab yang dilakukan oleh wali dan qabul yang dilakukan oleh mempelai laki-laki.

B. Tinjauan 'Urf Terhadap Tradisi Nyadran Dalam Pernikahan

Hukum adat pernikahan merupakan hukum yang tidak tertulis dalam perundang-undangan, namun hukum adat pernikahan ini sering dipegang masyarakat dan dijadikan hukum yang kuat dalam mengatur pelaksanaan pernikahan. kebiasaan masyarakat dalam menyikapi hal-hal yang sudah pernah terjadi untuk dijadikan dasar patokan disebut dengan titen (niteni). Di dalam Islam sendiri adat kepercayaan atau adat yang berupa tradisi nyadran dalam pernikahan ini disebut dengan 'Urf, yang artinya sesuatu yang diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan oleh masyarakat, baik perkataan atau perbuatan atau sesuatu yang ditinggalkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun