Dampak dari perkawinan tersebut adalah perkawinan di bawah umur menimbulkan banyak dampak bagi pelakunya, orang tua dan anak yang dihasilkannya. Bagi pelaku, akibat dari perkawinan di bawah umur adalah tidak tercapainya tujuan perkawinan, yaitu terbentuknya keluarga sakina, mawadda, dan rahma.Dampaknya terhadap anak antara lain kurangnya perhatian dan pendidikan dari orang tua langsung. Bagi orang tua yang menikah di bawah umur, hal ini menambah beban keluarga karena mereka ikut menanggung biaya hidup anak, ibu mertua dan cucu, serta mengasuh cucu. Pernikahan dini membawa banyak dampak bagi pelakunya, orang tua dan anak. Namun tidak semua orang yang menikah di bawah umur mengalami dampak negatif tersebut, banyak juga faktor yang bisa membuat hidup harmonis selama menikah.
3. Pandangan pemerintah dan masyarakat tentang pernikahan dini
Dari sudut pandang budaya dan adat, ada beberapa daerah di Indonesia yang menganggap pernikahan di bawah umur sebagai hal yang wajar, misalnya masyarakat Rimbo Panjang di Kabupaten Kampar berpendapat bahwa orang tua tidak boleh melakukan hal tersebut. menolak lamaran pertama putrinya karena penolakan tersebut akan membuat anaknya kesulitan dalam mencari pasangan. Keyakinan ini tentunya dapat meningkatkan angka pernikahan anak di daerah tersebut. Untuk mengatasi atau meminimalisir hal tersebut, melalui media rapat taklim dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa anak di bawah umur belum menikah. Badan sosial dan organisasi keagamaan serta lembaga pendidikan untuk mencegah anak usia sekolah menikah muda. Selain upaya di atas, jika pasangan yang hendak menikah masih berusia di bawah umur, mereka mengajukan surat pengantar nikah, biasanya lamarannya ditolak terlebih dahulu, kemudian dialihkan ke P3N setempat untuk memproses lamaran tersebut. Melalui Kantor Urusan Agama.Di kalangan ulama, tokoh masyarakat pada prinsipnya tidak melarang pernikahan di bawah usia minimum, namun juga tidak merekomendasikannya. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa usia ideal untuk menikah adalah 20-25 tahun. Menurutnya, membangun rumah di usia ini membutuhkan banyak kedewasaan. Hal serupa juga diungkapkan H. Walid Syaroni, yang menurutnya usia minimal menikah adalah 19 tahun dan 19 tahun belum cukup matang untuk membangun rumah tangga. Remaja putra dan putri berusia 19 dan 19 tahun merupakan anak-anak yang baru lulus SMP atau SMA, yang pikirannya masih suka bermain dan belum matang.16 Dalam budaya ini, dalam kondisi saat ini dan yang akan datang, peran sangatlah penting. adalah; orang tua sangat mempengaruhi generasi berikutnya. Menurutnya, usia matang menikah adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. dari.
4. Upaya yang Dilakukan
Jawaban Otoritas Agama dan Peradilan Agama: Bagi umat Islam, kehadiran KUA dengan peran dan tugasnya sangatlah penting. Beberapa upaya telah dilakukan oleh para kepala urusan agama di wilayah administratif Kampar untuk mengurangi terjadinya pernikahan di bawah umur. Pertama, sosialisasi pentingnya usia minimal menikah, khususnya melalui ceramah agama di masjid dan lembaga pendidikan. Kedua, adanya penekanan oleh PPN atau yang utama, untuk memperketat penegakan perkawinan di bawah umur dan penolakan terhadap mereka yang ingin menikah jika batasan usia masih belum sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 1974. Kepala Kantor Agama Kementerian Keuangan Kampar tentang pelaksanaan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974.Dapat dipahami bahwa para pemuka agama dan pejabat pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk memerangi perkawinan anak, antara lain: pedoman bagi calon pasangan yang akan menikah; Memberikan nasehat kepada jamaah pengajian akan pentingnya pernikahan jika didahului dengan persiapan jasmani dan rohani yang kuat. Kesadaran hukum masyarakat terhadap batasan usia sah perkawinan antara laki-laki dan perempuan juga harus terus dilanjutkan melalui berbagai kegiatan dan pertemuan baik di tingkat desa maupun dalam kegiatan keagamaan Islam.
B. Fenomena Pernikahan Siri di Provinsi Riau
1. Penyebab Pernikahan Siri
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada responden yang penulis temui dengan pendekatan kekeluargaan, menyatakan alasan mereka melakukan nikah siri dapat disimpulkan alasan mereka sabagai berikut:
a. 40 % dari responden melakukan nikah siri karena poligami.Â
b.) 25 % PNS Poligami.
c. 5% dikarenakan mereka masih awam, jadi adanya perasaan takut untuk berhadapan dengan pejabat nikah dan menganggap mereka lebih baik perkawinannya dilaksanakan di depan pemuka agama.